JISBI: Jurnal Ilmu Sosial dan Budaya Indonesia
Vol. 2, No. 2, November 2024, page: 94-104
E-ISSN: 3031-2957
94
Citra Ashri Rahmawati et.al (Sejarah dan Perkembangan Perguruan Pencak.)
Sejarah dan Perkembangan Perguruan Pencak Silat
MS Jalan Enam Pengasinan dalam Perspektif Historis
dan Sosiokultural
Citra Ashri Rahmawati
a,1
, Fitrah Febri Salam
b,2
, Suwandi
c,3
, Ramdan Berwantoro
d,4
, Imam Hanafi
e,5
a
Program Studi Administrasi Bisnis Terapan, Politeknik Negeri Jakarta
b,c
Prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Pamulang
d
Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Pamulang
e
Prodi ilmu hukum 2, Fakultas Hukum, Universitas Pamulang
1
citraashripersonal@gmail.com;
2
fitrahfebrisalam96@gmail.com;
3
wandy.idoy@gmail.com;
4
ramdanajh09@gmail.com;
5
advocateimam99@gmail.com
INFO ARTIKEL
ABSTRAK
Sejarah Artikel:
Diterima: 17 Agustus 2024
Direvisi: 8 September 2024
Disetujui: 21 Oktober 2024
Tersedia Daring: 1 November 2024
Perguruan Pencak Silat MS Jalan Enam Pengasinan merupakan salah satu
perguruan pencak silat yang telah berkembang sejak tahun 1978 dan
memiliki peran penting dalam pelestarian seni bela diri tradisional
Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejarah,
perkembangan, serta kontribusi Perguruan Pencak Silat MS Jalan Enam
Pengasinan dalam konteks pelestarian budaya dan seni bela diri
tradisional. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif dengan studi dokumentasi dan wawancara
mendalam terhadap anggota perguruan dan pengurus. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kepemimpinan yang visioner, komitmen terhadap
tradisi, serta upaya untuk beradaptasi dengan perkembangan zaman
menjadi faktor utama dalam keberhasilan perguruan ini. Selain itu,
Perguruan Pencak Silat MS Jalan Enam Pengasinan juga berhasil
memperkenalkan seni bela diri tradisional Indonesia ke dunia
internasional. Perguruan ini tidak hanya berperan dalam pengembangan
fisik dan mental para anggotanya, tetapi juga berkontribusi dalam
memperkuat kohesi sosial di masyarakat serta mempertahankan nilai-nilai
budaya Indonesia.
Kata Kunci:
Pencak Silat
MS Jalan Enam Pengasinan
Seni Bela Diri Tradisional
ABSTRACT
Keywords:
Pencak Silat
MS Jalan Enam pengasinan
Traditional Martial Arts
The MS Jalan Enam Pengasinan Silat School is one of the martial arts schools
that has developed since 1978 and plays an important role in the
preservation of traditional Indonesian martial arts. This study aims to
analyze the history, development, and contributions of the MS Jalan Enam
Pengasinan Silat School in the context of cultural preservation and
traditional martial arts. The research uses a qualitative approach with
documentary studies and in-depth interviews with the school's members and
administrators. The results of the study indicate that visionary leadership,
commitment to tradition, and efforts to adapt to modern developments are
the main factors in the success of this school. Furthermore, the MS Jalan
Enam Pengasinan Silat School has succeeded in introducing traditional
Indonesian martial arts to the international stage. This school not only plays
a role in developing the physical and mental abilities of its members but also
contributes to strengthening social cohesion in the community while
preserving the values of Indonesian culture.
©2024, Citra Ashri Rahmawati, Fitrah Febri Salam, Suwandi,
Ramdan Berwantoro, Imam Hanafi
This is an open access article under CC BY-SA license
JISBI: Jurnal Ilmu Sosial dan Budaya Indonesia
Vol. 2, No. 2, November 2024, page: 94-104
E-ISSN: 3031-2957
95
Citra Ashri Rahmawati et.al (Sejarah dan Perkembangan Perguruan Pencak.)
1. Pendahuluan
Pencak silat bukan sekadar seni bela diri, tetapi juga cerminan dari sejarah, budaya, dan
nilai-nilai sosial yang berkembang di masyarakat Indonesia. Perguruan Pencak Silat MS Jalan
Enam Pengasinan adalah salah satu contoh konkret dari warisan ini, yang tidak hanya
berfungsi sebagai wadah pelatihan bela diri, tetapi juga sebagai penjaga nilai-nilai tradisi yang
diwariskan dari generasi ke generasi. Perguruan ini didirikan oleh Misar pada awal abad ke-
20, di mana ia mengembangkan Jurus Jalan Enam dari ilmu bela diri yang dipelajarinya dari
enam guru berbeda. Pendirian perguruan ini didasari oleh tujuan untuk membentuk karakter
dan identitas komunitas, serta memperkuat semangat kebangsaan, terutama setelah
kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 (Wandy Idoy, 2023).
Konteks sosial dan budaya pencak silat dalam perguruan MS Jalan Enam Pengasinan juga
erat kaitannya dengan fenomena yang disebut cultural resilience atau ketahanan budaya.
Menurut (Equere dkk., 2020), ketahanan budaya adalah kemampuan suatu komunitas untuk
mempertahankan identitas budaya mereka meskipun mengalami perubahan sosial yang pesat.
Perguruan pencak silat seperti MS Jalan Enam Pengasinan menunjukkan ketahanan budaya
dengan terus melestarikan ilmu bela diri tradisional, walaupun di tengah pengaruh budaya
asing dan modernisasi. Ketahanan budaya ini menjadi landasan yang memungkinkan
perguruan ini untuk terus berkembang, mengakar kuat dalam nilai-nilai lokal, dan tetap
relevan hingga saat ini.
Selain itu, pencak silat sendiri telah diakui secara global sebagai warisan budaya tak
benda oleh UNESCO pada tahun 2019, yang menggarisbawahi pentingnya pencak silat dalam
konteks budaya Indonesia, pengakuan ini memberikan legitimasi pada pencak silat sebagai
bagian dari identitas nasional Indonesia (Kemendikbud, 2019). Perguruan MS Jalan Enam
Pengasinan berperan dalam menjaga tradisi ini dengan mengedepankan warisan seni bela diri
lokal yang kaya akan nilai filosofi dan moral. Dengan demikian, perguruan ini tidak hanya
berfungsi sebagai pusat pelatihan fisik tetapi juga sebagai lembaga pembelajaran budaya dan
identitas bagi masyarakat sekitar.
Sebagai bentuk pengabdian terhadap seni bela diri dan kebudayaan Indonesia, MS Jalan
Enam Pengasinan telah menjadi tempat berkumpulnya banyak tokoh dan penggemar pencak
silat di wilayah Jabodetabek. Berdasarkan teori kohesi sosial yang diuraikan oleh (Holtug,
2021), pencak silat memiliki peran penting dalam memperkuat ikatan sosial di antara para
pengikutnya. Perguruan MS Jalan Enam Pengasinan, dengan struktur organisasi dan
komunitas yang telah mapan, berfungsi sebagai wadah di mana individu dari berbagai latar
belakang dapat berinteraksi, saling mengenal, dan membentuk rasa saling memiliki terhadap
identitas lokal.
Penelitian juga menunjukkan bahwa kelompok seni bela diri tradisional seperti pencak
silat membantu meningkatkan keterlibatan komunitas dalam kegiatan budaya dan sosial
(Mardotillah & Zein, 2016). Keterlibatan tersebut berperan penting dalam memperkuat
identitas sosial dan kebersamaan di antara anggota masyarakat. Perguruan MS Jalan Enam
Pengasinan telah menjadi contoh nyata dari fenomena ini, di mana perguruan tersebut
berperan sebagai pusat budaya di komunitas lokalnya dan turut berkontribusi dalam
membentuk rasa kesatuan dan kebanggaan daerah.
Selanjutnya, keberlanjutan perguruan ini melalui penerus keluarga pendirinya juga
mencerminkan konsep cultural transmission atau transmisi budaya. Transmisi budaya,
menurut (Nichols dkk., 2024), adalah proses di mana nilai-nilai budaya, praktik, dan tradisi
diwariskan dari generasi ke generasi. Di perguruan MS Jalan Enam Pengasinan, transmisi
budaya terlihat jelas dalam peralihan kepemimpinan dari Misar ke putranya, H. Alih Yakub,
dan kemudian kepada keturunannya. Proses pewarisan ini menunjukkan bagaimana tradisi
dapat dipertahankan dan terus berkembang melalui institusi keluarga.
JISBI: Jurnal Ilmu Sosial dan Budaya Indonesia
Vol. 2, No. 2, November 2024, page: 94-104
E-ISSN: 3031-2957
96
Citra Ashri Rahmawati et.al (Sejarah dan Perkembangan Perguruan Pencak.)
Selain melalui pewarisan keluarga, perguruan ini juga memanfaatkan simbol-simbol
tertentu, seperti cincin bertuliskan inisial pendiri, yang berfungsi sebagai identitas dan simbol
solidaritas di kalangan anggotanya. Menurut (sociology.institute, 2022), simbol-simbol dalam
tradisi budaya berperan penting dalam menciptakan makna dan pemahaman bersama di antara
anggota kelompok. Cincin bertuliskan inisial M dan S, yang melambangkan nama Misar dan
Siban, menegaskan ikatan emosional dan komitmen bersama anggota perguruan terhadap
tradisi dan nilai yang diajarkan oleh pendiri perguruan.
Pada akhirnya, pengakuan resmi Perguruan MS Jalan Enam Pengasinan oleh Pengurus
Besar Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia (PB IPSI) pada tahun 1982 menambah legitimasi
perguruan ini sebagai salah satu bagian dari komunitas pencak silat nasional. Sebagaimana
dicatat oleh (Fauzi Swarna dkk., 2024), pengakuan institusional penting untuk memelihara
keberlangsungan kelompok budaya tradisional. Pengakuan ini memperkuat posisi Perguruan
MS Jalan Enam Pengasinan sebagai representasi budaya lokal yang kaya dan berakar dalam
masyarakat, sekaligus menjadi simbol kebanggaan bagi para anggotanya dan masyarakat
Jabodetabek.
2. Metode
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk menggali secara mendalam aspek
sejarah, perkembangan, serta dampak sosial dan budaya dari Perguruan Pencak Silat MS Jalan
Enam Pengasinan. Pendekatan ini memungkinkan pemahaman yang komprehensif terhadap
fenomena budaya yang kompleks dan dinamis, terutama yang berkaitan dengan peran
perguruan ini dalam melestarikan pencak silat sebagai warisan budaya.
a. Studi Dokumen
Studi dokumen dilakukan untuk mendapatkan data sejarah yang akurat terkait
perkembangan Perguruan MS Jalan Enam Pengasinan. Sumber utama data ini adalah arsip
internal perguruan yang disusun oleh Hasan Yakub, Sekretaris Umum saat ini, yang mencakup
kronologi pendirian, pencapaian, dan kontribusi perguruan terhadap komunitas. Dokumen ini
dianalisis secara sistematis untuk memetakan fase perkembangan perguruan serta tokoh-tokoh
penting di dalamnya.
b. Analisis Historis
Analisis historis digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor sejarah yang
mempengaruhi perguruan, baik sebelum maupun sesudah kemerdekaan Indonesia. Dalam
metode ini, peneliti mengkaji dokumen secara kronologis untuk memahami konteks sosial dan
politik yang mengiringi perkembangan Perguruan MS Jalan Enam Pengasinan, termasuk
peralihan kepemimpinan dari H. Alih Yakub kepada anaknya, Agus Salim sebagai Ketua
Umum saat ini.
c. Wawancara Semi-Terstruktur
Wawancara semi-terstruktur dilakukan dengan para tokoh perguruan, seperti Agus Salim
selaku Ketua Umum dan Hasan Yakub sebagai Sekretaris Umum. Wawancara ini bertujuan
menggali lebih dalam pandangan mereka mengenai perkembangan perguruan, tantangan
dalam pelestarian pencak silat, serta dampak sosial dari perguruan ini di masyarakat. Metode
ini memberikan kebebasan bagi responden untuk menjelaskan pengalaman dan perspektif
pribadi mereka, sehingga data yang diperoleh lebih kaya dan variatif.
d. Observasi Partisipatif
Observasi partisipatif dilakukan dengan mengikuti kegiatan dan latihan rutin perguruan.
Dalam metode ini, peneliti turut hadir di kegiatan latihan untuk memahami cara perguruan
menanamkan nilai-nilai pencak silat dan budaya lokal kepada anggotanya. Melalui observasi,
peneliti dapat mengamati interaksi antaranggota, metode latihan yang diterapkan, dan nilai-
nilai yang diajarkan di perguruan ini.
JISBI: Jurnal Ilmu Sosial dan Budaya Indonesia
Vol. 2, No. 2, November 2024, page: 94-104
E-ISSN: 3031-2957
97
Citra Ashri Rahmawati et.al (Sejarah dan Perkembangan Perguruan Pencak.)
e. Analisis Tematik
Data yang diperoleh dari wawancara, observasi, dan studi dokumen kemudian dianalisis
secara tematik. Setiap data dikelompokkan dalam tema utama, seperti sejarah pendirian,
kontribusi budaya, transmisi nilai, dan dampak sosial. Dengan metode ini, peneliti dapat
mengidentifikasi pola-pola dalam data yang mencerminkan peran perguruan sebagai agen
pelestari budaya di masyarakat.
f. Triangulasi Data
Untuk memastikan validitas data, dilakukan triangulasi dengan membandingkan hasil
wawancara, observasi, dan studi dokumen. Informasi dari arsip dan wawancara diverifikasi
dengan hasil observasi langsung, sehingga data yang dihasilkan lebih objektif dan dapat
dipercaya. Triangulasi ini juga membantu peneliti dalam memastikan konsistensi dan
keakuratan informasi dari berbagai sumber.
g. Prosedur Etika Penelitian
Seluruh prosedur penelitian dilakukan dengan mematuhi prinsip-prinsip etika penelitian.
Peneliti menyampaikan informasi lengkap kepada partisipan tentang tujuan penelitian dan
memastikan bahwa partisipasi mereka bersifat sukarela. Privasi dan anonimitas responden juga
dijaga, serta data yang diperoleh hanya digunakan untuk keperluan akademis.
Melalui metode ini, penelitian diharapkan mampu menggambarkan peran Perguruan MS
Jalan Enam Pengasinan dalam melestarikan pencak silat sebagai bagian dari budaya lokal dan
identitas masyarakat, serta menyajikan informasi yang akurat mengenai dampak sosial dari
keberadaan perguruan ini di wilayah Jabodetabek.
3. Hasil dan Pembahasan
a. Sejarah dan Latar Belakang Pendirian
Perguruan Pencak Silat MS Jalan Enam Pengasinan berawal dari pemikiran dan usaha
seorang tokoh bernama Misar, yang lahir pada tahun 1901 di Pengasinan. Menurut penelitian
(Bowman, 2021), seni bela diri tradisional seringkali lahir dari kombinasi dan akulturasi
berbagai aliran yang ada dalam masyarakat. Misar, sebagai seorang pemuda yang memiliki
hasrat kuat terhadap ilmu bela diri, mempelajari berbagai aliran silat dari enam guru yang
berbeda. Keunikan pendekatannya terletak pada kemampuannya memadukan berbagai jurus
yang diajarkan oleh para gurunya, menghasilkan sebuah jurus baru yang dikenal dengan nama
Jurus Jalan Enam. Kombinasi dari berbagai aliran bela diri ini menciptakan ciri khas yang
unik, menjadikan Silat Pengasinan berbeda dengan aliran-aliran lain pada masa itu.
Penemuan Jurus Jalan Enam ini mencerminkan sebuah inovasi dalam seni bela diri yang
memadukan kekuatan fisik dengan strategi pertarungan yang terorganisir. Seperti yang
dijelaskan oleh (Mazid & Budhi, 2024), penciptaan jurus baru dalam seni bela diri tradisional
sering kali melibatkan proses penyaringan dan penyesuaian terhadap kebutuhan praktis dan
budaya masyarakat. Jurus yang diciptakan oleh Misar ini tidak hanya berfokus pada teknik
bertarung, tetapi juga mengandung filosofi yang mendalam tentang keharmonisan dan
keselarasan antara tubuh dan pikiran. Dengan demikian, pendirian perguruan ini bukan hanya
sekadar hasil dari penguasaan fisik, tetapi juga sebagai sebuah penggambaran nilai-nilai hidup
yang dituangkan dalam gerakan bela diri.
Pada tahun 1952, setelah Indonesia merdeka, Misar mulai menyebarkan ajaran Silat
Pengasinan secara lebih luas. Hal ini menunjukkan bahwa perguruan ini juga berperan dalam
menyebarkan nilai-nilai kebangsaan melalui seni bela diri. Misar tidak hanya mengajarkan
silat, tetapi juga memperkenalkan filosofi tentang keberanian, persatuan, dan perjuangan
dalam mempertahankan kemerdekaan. Sebagaimana dikemukakan oleh (Suwandi dkk., 2024),
seni bela diri tidak hanya mengajarkan keterampilan fisik tetapi juga membentuk karakter dan
mentalitas individu untuk menghadapi tantangan hidup, terutama dalam konteks perjuangan
JISBI: Jurnal Ilmu Sosial dan Budaya Indonesia
Vol. 2, No. 2, November 2024, page: 94-104
E-ISSN: 3031-2957
98
Citra Ashri Rahmawati et.al (Sejarah dan Perkembangan Perguruan Pencak.)
untuk negara dan bangsa. Penyebaran Silat Pengasinan di wilayah Jabodetabek menjadi simbol
keberlanjutan semangat perjuangan pasca-kemerdekaan.
b. Perkembangan dan Penyebaran Perguruan
Setelah 1952, Misar semakin intensif dalam memperkenalkan Silat Pengasinan ke
berbagai daerah. Penyebaran ini melibatkan perjalanan fisik yang jauh, tetapi juga menjadi
bentuk pelestarian nilai budaya di luar Pengasinan. Dalam hal ini, perguruan ini bukan hanya
menyebarkan keterampilan bela diri, tetapi juga memperkenalkan sebuah identitas budaya
yang khas. Sebagai simbol identitas, Misar menciptakan cincin tembaga bertuliskan "M" dan
"S" untuk menandai hubungan antara dirinya dan Siban, seorang tokoh yang memberikan
motivasi dalam perjuangannya. (Pedrini & Jennings, 2021) mencatat bahwa penggunaan
simbol dalam seni bela diri tradisional sering berfungsi sebagai tanda persatuan dan penguatan
ikatan antaranggota, yang pada gilirannya memperkuat kohesi sosial dalam komunitas
tersebut.
Penyebaran Silat Pengasinan mencerminkan pentingnya pengembangan seni bela diri
tradisional sebagai sarana untuk mempertahankan identitas budaya dan meningkatkan
solidaritas di kalangan anggota masyarakat. Dalam penelitian oleh (Suwandi & Putri, 2024),
disebutkan bahwa seni bela diri tradisional, seperti pencak silat, memiliki peran penting dalam
menjaga hubungan sosial di tingkat lokal dengan cara menyatukan individu-individu yang
memiliki kesamaan minat dan nilai. Perguruan ini tumbuh seiring dengan perkembangan
masyarakat yang semakin terbuka dan dinamis, serta semakin memperkuat akar tradisional di
tengah-tengah perubahan zaman. Dengan demikian, perguruan ini tidak hanya berfungsi
sebagai tempat pelatihan fisik, tetapi juga sebagai pusat sosial budaya yang memperkuat
jaringan sosial dan budaya di masyarakat.
Pengakuan terhadap perguruan ini semakin terlihat pada tahun 1982, saat Pengurus Besar
Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia (PB IPSI) memberikan pengesahan resmi terhadap
Perguruan Pencak Silat MS Jalan Enam Pengasinan. Menurut (Irhandayaningsih, 2018),
pengakuan formal dari lembaga nasional ini sangat penting dalam menjamin kelangsungan dan
perkembangan perguruan silat tradisional. Keberhasilan ini juga menegaskan bahwa Silat
Pengasinan bukan hanya dikenal dalam skala lokal, tetapi juga telah diakui sebagai bagian dari
warisan budaya bela diri yang penting di tingkat nasional. Dengan demikian, perguruan ini
semakin mendapatkan legitimasi yang kuat baik di tingkat masyarakat lokal maupun dalam
konteks kebudayaan Indonesia secara keseluruhan.
c. Transmisi Nilai dan Warisan Budaya
Perguruan Pencak Silat MS Jalan Enam Pengasinan adalah contoh nyata dari proses
transmisi nilai dan warisan budaya yang terjadi secara turun-temurun. Setelah wafatnya Misar
pada tahun 1960, kepemimpinan perguruan ini diambil alih oleh putra sulungnya, H. Alih
Yakub, yang dengan tekun melanjutkan perjuangan sang ayah. Proses pewarisan budaya ini
sangat penting karena menjaga kesinambungan antara generasi satu dengan lainnya dalam
melestarikan nilai-nilai yang terkandung dalam seni bela diri tersebut. Menurut (Muliadi &
Asyari, 2024), transmisi budaya tradisional dalam konteks seni bela diri melibatkan lebih dari
sekadar teknik fisik, tetapi juga nilai-nilai moral dan filosofi yang terkandung dalam latihan
tersebut. Hal ini terlihat jelas dalam cara perguruan ini mengajarkan anggotanya untuk tidak
hanya menguasai jurus bela diri, tetapi juga mempraktikkan sikap disiplin, tanggung jawab,
dan rasa hormat dalam kehidupan sehari-hari.
H. Alih Yakub, sebagai pewaris dan pemimpin kedua, menyadari pentingnya menjaga
keaslian ajaran ayahnya sambil memperkenalkan inovasi agar perguruan ini tetap relevan di
masyarakat modern. Dalam penelitian oleh (Destiana & Fauzi, 2023), disebutkan bahwa seni
bela diri tradisional yang berhasil bertahan lama adalah seni bela diri yang mampu beradaptasi
dengan perubahan sosial tanpa mengorbankan nilai-nilai intinya. H. Alih Yakub memprakarsai
JISBI: Jurnal Ilmu Sosial dan Budaya Indonesia
Vol. 2, No. 2, November 2024, page: 94-104
E-ISSN: 3031-2957
99
Citra Ashri Rahmawati et.al (Sejarah dan Perkembangan Perguruan Pencak.)
pembentukan organisasi formal pada tahun 1978, yang kemudian memperkuat struktur
perguruan dan memudahkan proses pelatihan serta penyebaran ajaran silat ke generasi baru.
Dengan cara ini, Perguruan MS Jalan Enam Pengasinan tidak hanya menjadi lembaga
pelatihan bela diri, tetapi juga menjadi pusat pembelajaran nilai-nilai budaya yang bisa
diteruskan oleh generasi berikutnya.
Sistem kelembagaan yang dibangun oleh H. Alih Yakub pada akhirnya membantu
menjaga eksistensi dan perkembangan Perguruan Pencak Silat MS Jalan Enam Pengasinan
dalam menghadapi tantangan globalisasi. Menurut penelitian oleh (Pujiono dkk., 2024), seni
bela diri tradisional yang dipertahankan dalam konteks kelembagaan sering kali lebih mudah
bertahan karena adanya struktur yang jelas dalam pengelolaan dan penyebaran ajarannya.
Perguruan ini juga berfungsi sebagai tempat pertemuan dan pengembangan masyarakat, di
mana anggota tidak hanya belajar bela diri, tetapi juga berbagi nilai-nilai budaya yang lebih
luas. Transmisi nilai budaya ini terjadi secara langsung melalui pelatihan dan secara tidak
langsung melalui berbagai kegiatan sosial yang diselenggarakan oleh perguruan.
d. Peran Sosial dan Pengakuan di Masyarakat
Perguruan Pencak Silat MS Jalan Enam Pengasinan memiliki peran sosial yang signifikan
dalam masyarakat. Selain mengajarkan seni bela diri, perguruan ini juga berfungsi sebagai
pusat pembentukan karakter dan solidaritas sosial. Menurut (Darmawan dkk., 2023), seni bela
diri tradisional memiliki nilai penting dalam mempererat hubungan sosial dan membangun
rasa kebersamaan di kalangan anggotanya. Melalui berbagai kegiatan rutin, seperti latihan
bersama, pertemuan tahunan, dan pengajaran nilai-nilai luhur, perguruan ini menciptakan
ikatan yang kuat antaranggota. Proses ini memperlihatkan bahwa seni bela diri bukan hanya
sebagai sarana untuk meningkatkan keterampilan fisik, tetapi juga sebagai sarana untuk
memperkuat hubungan sosial yang harmonis dalam masyarakat.
Dalam perkembangan sosial, keberadaan perguruan ini juga turut berkontribusi dalam
pelestarian budaya lokal. Salah satu simbol yang digunakan oleh perguruan ini, cincin tembaga
bertuliskan "M" dan "S", tidak hanya memiliki makna simbolis, tetapi juga memperkenalkan
identitas budaya yang kuat di kalangan anggotanya. Simbol dalam seni bela diri tradisional
berfungsi sebagai identitas yang membedakan satu perguruan dengan perguruan lainnya.
Penggunaan simbol ini juga menciptakan rasa bangga dan loyalitas di kalangan anggota,
sekaligus menjaga keberlanjutan tradisi budaya lokal dalam masyarakat yang terus
berkembang.
Perguruan ini juga diakui sebagai lembaga budaya yang memiliki dampak luas dalam
menjaga eksistensi dan penyebaran nilai-nilai lokal di tingkat nasional. Pada tahun 1982, PB
IPSI memberikan pengesahan resmi terhadap perguruan ini, yang mengukuhkan posisinya
sebagai bagian dari komunitas pencak silat yang lebih besar di Indonesia. Pengakuan dari
lembaga nasional terhadap seni bela diri tradisional memperkuat legitimasi dan
keberlanjutannya, memberikan kesempatan bagi perguruan ini untuk terus berkembang dan
memperkenalkan budaya Indonesia ke dunia luar.
e. Peran Kepemimpinan dalam Kelangsungan Perguruan
Kepemimpinan dalam Perguruan Pencak Silat MS Jalan Enam Pengasinan memainkan
peran penting dalam kelangsungan dan pengembangan perguruan ini, terutama setelah
wafatnya H. Alih Yakub pada tahun 1997. Pada masa transisi tersebut, kepemimpinan
perguruan ini dilanjutkan oleh anak-anak H. Alih Yakub, dengan Agus Salim sebagai Ketua
Umum. Kepemimpinan Agus Salim menandai fase baru dalam pengelolaan perguruan, dengan
fokus pada penguatan struktur organisasi dan keberlanjutan ajaran silat. Menurut teori
kepemimpinan transformasional oleh (Milosevic & Erin Bass, 2014), pemimpin yang berhasil
dalam organisasi tradisional adalah mereka yang mampu menginspirasi dan memotivasi
anggota untuk terus beradaptasi dengan perubahan zaman tanpa kehilangan identitas dasarnya.
JISBI: Jurnal Ilmu Sosial dan Budaya Indonesia
Vol. 2, No. 2, November 2024, page: 94-104
E-ISSN: 3031-2957
100
Citra Ashri Rahmawati et.al (Sejarah dan Perkembangan Perguruan Pencak.)
Agus Salim, sebagai pemimpin baru, berhasil mempertahankan eksistensi perguruan sekaligus
membuka jalan bagi inovasi yang relevan dengan tuntutan zaman.
Kepemimpinan Agus Salim dihadapkan pada tantangan besar, mengingat perguruan ini
sudah memiliki tradisi yang kuat dan pengikut yang tersebar luas. Namun, menurut penelitian
oleh (Santoso dkk., 2023), kepemimpinan dalam organisasi budaya dan seni bela diri
membutuhkan keseimbangan antara mempertahankan nilai tradisional dan berinovasi agar
tetap relevan dengan kebutuhan masyarakat modern. Agus Salim tidak hanya memimpin
organisasi, tetapi juga berperan sebagai penjaga tradisi yang tetap mempertahankan esensi
ajaran Jurus Jalan Enam. Kepemimpinannya mencerminkan pentingnya sebuah
kesinambungan dalam melestarikan warisan budaya, yang tidak hanya mengandalkan
kemampuan fisik, tetapi juga membangun kebanggaan dan rasa memiliki di antara
anggotanya.
Sejalan dengan teori kepemimpinan oleh (Munandar & Lubis, 2019), yang menekankan
pentingnya integritas dan visi dalam kepemimpinan, Agus Salim berhasil memperkenalkan
berbagai pembaruan dalam organisasi, termasuk dalam pengembangan pelatihan, serta
memperluas jangkauan pengaruh perguruan ke tingkat nasional dan internasional. Melalui
berbagai kegiatan, seperti kompetisi silat dan kolaborasi dengan perguruan silat lain, Agus
Salim memperkenalkan nilai-nilai perguruan ini kepada generasi muda, sekaligus memperkuat
hubungan dengan komunitas pencak silat di seluruh Indonesia. Keberhasilan Agus Salim
dalam mempertahankan perguruan ini merupakan cerminan dari kepemimpinan yang mampu
mengimbangi tuntutan zaman dengan tetap menjaga akar tradisi yang ada.
f. Eksistensi Perguruan dalam Konteks Budaya dan Sosial
Perguruan Pencak Silat MS Jalan Enam Pengasinan tidak hanya berfungsi sebagai
lembaga pelatihan bela diri, tetapi juga sebagai pusat pembelajaran nilai-nilai budaya yang
terkandung dalam seni bela diri. Sejak berdirinya perguruan ini pada tahun 1978, ia telah
menjadi bagian penting dalam menjaga keberlanjutan tradisi silat Pengasinan, yang kini
dikenal luas di kalangan masyarakat. Selain itu, perguruan ini juga berperan dalam
memperkenalkan budaya Indonesia ke dunia luar melalui berbagai pertunjukan dan kompetisi
yang melibatkan peserta dari berbagai daerah dan negara. Dalam konteks ini, silat tidak hanya
dilihat sebagai sebuah olahraga atau seni beladiri, tetapi juga sebagai sarana untuk
melestarikan dan mempromosikan warisan budaya Indonesia.
Seni bela diri tradisional, seperti pencak silat, memiliki peran sosial yang signifikan dalam
memperkuat identitas budaya, terutama dalam masyarakat yang terus berkembang. Perguruan
ini berfungsi sebagai tempat berkumpulnya individu-individu yang memiliki kesamaan minat
dan nilai, menciptakan komunitas yang saling mendukung dan memperkuat kohesi sosial. Hal
ini juga terlihat dalam peran aktif perguruan dalam kegiatan sosial, seperti pelatihan untuk
pemuda, pengajaran nilai-nilai disiplin, dan kontribusi terhadap kegiatan kemanusiaan.
Melalui kegiatan-kegiatan ini, perguruan ini tidak hanya mempertahankan tradisi, tetapi juga
berperan dalam membentuk karakter dan mentalitas anggota masyarakat.
Dalam era globalisasi, perguruan ini tetap dapat menjaga eksistensinya dan relevansinya
di tengah banyaknya pengaruh budaya asing yang masuk. Seni bela diri tradisional yang
memiliki akar budaya yang kuat akan lebih mampu bertahan meskipun terpengaruh oleh
perkembangan zaman. Hal ini disebabkan oleh kemampuannya untuk beradaptasi tanpa
kehilangan inti dari ajaran-ajarannya. Perguruan Pencak Silat MS Jalan Enam Pengasinan
dapat terus berkembang dengan memanfaatkan teknologi dan media sosial untuk
memperkenalkan ajaran-ajaran silat dan budaya Indonesia ke dunia yang lebih luas.
Keberhasilan perguruan ini dalam tetap menjaga eksistensinya dapat dilihat dari banyaknya
peserta pelatihan dan prestasi yang dicapai dalam berbagai ajang silat tingkat nasional dan
internasional.
JISBI: Jurnal Ilmu Sosial dan Budaya Indonesia
Vol. 2, No. 2, November 2024, page: 94-104
E-ISSN: 3031-2957
101
Citra Ashri Rahmawati et.al (Sejarah dan Perkembangan Perguruan Pencak.)
g. Pentingnya Komunitas dalam Melestarikan Seni Bela Diri Tradisional
Perguruan Pencak Silat MS Jalan Enam Pengasinan telah menunjukkan bahwa komunitas
yang solid adalah kunci utama dalam melestarikan seni bela diri tradisional. Keberadaan
komunitas ini tidak hanya memberikan kesempatan bagi anggota untuk belajar dan mengasah
keterampilan fisik, tetapi juga memperkenalkan nilai-nilai moral dan budaya yang terkandung
dalam pencak silat. Komunitas dalam seni bela diri tradisional memiliki peran yang sangat
penting, karena melalui komunitas inilah nilai-nilai seperti disiplin, tanggung jawab, dan rasa
saling menghormati ditanamkan kepada setiap anggota. Perguruan ini telah berhasil
menciptakan komunitas yang tidak hanya berbasis pada pelatihan fisik, tetapi juga pada
pembentukan karakter.
Kekuatan komunitas ini juga terlihat dalam cara perguruan ini membangun jaringan
dengan berbagai perguruan silat lainnya. Jaringan antar perguruan silat tidak hanya bermanfaat
untuk pertukaran teknik dan taktik bertarung, tetapi juga untuk saling mendukung dalam upaya
pelestarian budaya. Dengan menjalin kerjasama dengan perguruan lain, Perguruan Pencak
Silat MS Jalan Enam Pengasinan semakin memperkuat posisinya dalam dunia pencak silat
nasional dan internasional. Hal ini menunjukkan bahwa melestarikan seni bela diri tradisional
tidak dapat dilakukan sendirian, melainkan memerlukan kerjasama dan solidaritas
antaranggota serta antar komunitas yang memiliki tujuan dan nilai yang sama.
Lebih jauh lagi, perguruan ini juga berperan dalam meningkatkan kualitas kehidupan
sosial di sekitar wilayahnya. Seni bela diri tradisional memiliki dampak positif dalam
pengembangan karakter dan meningkatkan rasa percaya diri, terutama di kalangan generasi
muda. Dengan mengajarkan nilai-nilai luhur seperti ketekunan, kerja keras, dan kebersamaan,
perguruan ini turut memberikan kontribusi terhadap pembentukan masyarakat yang lebih baik,
sekaligus menjaga keberlanjutan tradisi dan budaya yang sudah ada sejak lama. Melalui
kegiatan-kegiatan sosial yang dilaksanakan oleh perguruan, anggota juga dapat saling
mendukung dalam memperbaiki kualitas hidup mereka, serta menciptakan lingkungan yang
lebih harmonis.
h. Pentingnya Pelestarian Tradisi Bela Diri di Era Globalisasi
Dalam menghadapi tantangan globalisasi, perguruan pencak silat tradisional seperti MS
Jalan Enam Pengasinan perlu beradaptasi dengan perkembangan zaman untuk tetap relevan.
Namun, adaptasi tersebut harus dilakukan dengan tetap menjaga nilai-nilai tradisional yang
ada. Seni bela diri tradisional yang bertahan lama adalah yang dapat beradaptasi dengan
perubahan sosial tanpa mengorbankan nilai intinya. Perguruan ini dapat menjadi contoh dalam
hal ini, karena meskipun beradaptasi dengan penggunaan teknologi dan media sosial untuk
mempromosikan ajaran mereka, mereka tetap berpegang pada filosofi dasar dari Silat
Pengasinan.
Sebagai bentuk pelestarian dan pengembangan seni bela diri tradisional, perguruan ini
terus memperkenalkan dan mengajarkan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran silat kepada
generasi muda. Hal ini dilakukan melalui pelatihan rutin dan kegiatan yang melibatkan
masyarakat luas, serta dengan mengikuti kompetisi-kompetisi pencak silat baik di tingkat
nasional maupun internasional. Menurut (Purwanto & Saputra, 2020), seni bela diri tradisional
yang terus berkembang dan diperkenalkan kepada generasi muda akan memiliki peluang lebih
besar untuk tetap bertahan, karena generasi muda akan menjadi penerus yang tidak hanya
menguasai keterampilan fisik, tetapi juga memahami filosofi yang terkandung dalamnya.
Oleh karena itu, pelestarian dan pengembangan Perguruan Pencak Silat MS Jalan Enam
Pengasinan memiliki peran penting dalam mempertahankan keberagaman budaya Indonesia.
Selain berfokus pada pelatihan fisik dan mental, perguruan ini juga menjadi wadah bagi
pembelajaran budaya dan nilai-nilai luhur bangsa yang dapat diteruskan kepada generasi
berikutnya. Dengan keberlanjutan ini, Perguruan Pencak Silat MS Jalan Enam Pengasinan
JISBI: Jurnal Ilmu Sosial dan Budaya Indonesia
Vol. 2, No. 2, November 2024, page: 94-104
E-ISSN: 3031-2957
102
Citra Ashri Rahmawati et.al (Sejarah dan Perkembangan Perguruan Pencak.)
tidak hanya akan terus berkembang di dalam negeri, tetapi juga dapat memperkenalkan
warisan budaya Indonesia ke dunia internasional.
4. Kesimpulan
Perguruan Pencak Silat MS Jalan Enam Pengasinan telah mengalami perkembangan yang
signifikan sejak didirikan pada tahun 1978 hingga saat ini. Keberhasilan perguruan ini tidak
lepas dari dasar kuat yang ditanamkan oleh pendirinya, Misar, dan dilanjutkan dengan
kepemimpinan anak-anaknya, seperti H. Alih Yakub dan Agus Salim, yang berhasil
mempertahankan dan mengembangkan warisan budaya silat Pengasinan. Melalui
kepemimpinan yang visioner dan komitmen terhadap pelestarian tradisi, perguruan ini tidak
hanya berkembang di tingkat lokal, tetapi juga berperan penting dalam memperkenalkan
budaya Indonesia ke dunia internasional.
Dalam konteks pelestarian seni bela diri tradisional, Perguruan Pencak Silat MS Jalan
Enam Pengasinan menunjukkan bahwa keberlanjutan sebuah perguruan sangat bergantung
pada keseimbangan antara mempertahankan nilai-nilai tradisional dan beradaptasi dengan
perkembangan zaman. Kepemimpinan yang efektif, seperti yang ditunjukkan oleh Agus Salim,
tidak hanya berfokus pada penguatan struktur organisasi, tetapi juga pada penguatan hubungan
antaranggota dan komunitas pencak silat di tingkat nasional maupun internasional. Hal ini
terbukti dari keberhasilan perguruan dalam menyelenggarakan berbagai kegiatan, kompetisi,
dan pelatihan yang melibatkan berbagai generasi dan memperkenalkan pencak silat
Pengasinan ke khalayak luas.
Pentingnya komunitas dan peran kepemimpinan dalam menjaga eksistensi perguruan ini
juga sangat terlihat dari bagaimana perguruan ini terus berkembang meskipun ada tantangan
sosial dan budaya yang muncul akibat globalisasi. Perguruan Pencak Silat MS Jalan Enam
Pengasinan berhasil membangun jaringan yang solid dan memperkuat kohesi sosial di antara
anggota, serta memberikan kontribusi yang positif bagi masyarakat sekitar. Melalui
pendekatan yang holistik, perguruan ini dapat terus mempertahankan warisan budaya
Indonesia dan mengembangkan potensi generasi muda, sekaligus berperan aktif dalam
menjaga keberagaman budaya bangsa.
Secara keseluruhan, Perguruan Pencak Silat MS Jalan Enam Pengasinan merupakan
contoh nyata bagaimana seni bela diri tradisional dapat berkembang dan bertahan dalam
menghadapi tantangan zaman. Dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip dasar yang
diajarkan oleh pendiriannya dan memanfaatkan peluang yang ada, perguruan ini mampu
mempertahankan eksistensinya, baik di tingkat lokal maupun global. Keberhasilan ini bukan
hanya hasil dari upaya individu, tetapi juga kolaborasi yang kuat antara anggota, pengurus, dan
masyarakat yang mendukungnya..
5. Daftar Pustaka
Bowman, P. (2021). The Invention of Tradition in Martial Arts. Dalam P. Bowman, The
Invention of Martial Arts (1 ed., hlm. 193213). Oxford University PressNew York.
https://doi.org/10.1093/oso/9780197540336.003.0010
Darmawan, A. D., Adelliana, A., Cahyani, E. D., & Triana, A. N. (2023). Pencak Silat dan
Nilai Sosial dalam Masyarakat: Literature Review. PENJAGA: Pendidikan Jasmani dan
Olahraga, 4(1), 2835. https://doi.org/10.55933/pjga.v4i1.668
Destiana, A. W., & Fauzi, A. (2023). SENI BELA DIRI PENCAK SILAT SEBAGAI FILTER
ASIMILASI (STUDI KASUS KECAMATAN PICUNG, KABUPATEN PANDEGLANG). 5.
JISBI: Jurnal Ilmu Sosial dan Budaya Indonesia
Vol. 2, No. 2, November 2024, page: 94-104
E-ISSN: 3031-2957
103
Citra Ashri Rahmawati et.al (Sejarah dan Perkembangan Perguruan Pencak.)
Equere, E., Ibem, E., & Alagbe, O. (2020). Towards City Resilience: The Influence of Socio-
cultural and Economic Features of Housing on Population Growth in Public Residential
Estates. Journal of Regional and City Planning, 31(2), 164179.
https://doi.org/10.5614/jpwk.2020.31.2.4
Fauzi Swarna, M., Royani, A., Intan Lestari, S., Rahmawati, C. A., & Kesuma Dewi N, A. S.
(2024). PERANAN GEN Z DALAM MEMPERTAHANKAN BUDAYA LOKAL
INDONESIA DI ERA GLOBAL. 3.
Holtug, N. (2021). Social Cohesion and Identity. Dalam N. Holtug, The Politics of Social
Cohesion (1 ed., hlm. 4579). Oxford University PressOxford.
https://doi.org/10.1093/oso/9780198797043.003.0003
Irhandayaningsih, A. (2018). Pelestarian Kesenian Tradisional sebagai Upaya dalam
Menumbuhkan Kecintaan Budaya Lokal di Masyarakat Jurang Blimbing Tembalang.
Anuva, 2(1), 19. https://doi.org/10.14710/anuva.2.1.19-27
Kemendikbud. (2019, Desember 15). UNESCO Tetapkan Pencak Silat Sebagai Warisan
Budaya Takbenda. Kementerian Pendidikan Dasar Dan Menengah.
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/12/unesco-tetapkan-pencak-silat-sebagai-
warisan-budaya-takbenda
Mardotillah, M., & Zein, D. M. (2016). SILAT: IDENTITAS BUDAYA, PENDIDIKAN, SENI
BELA DIRI, DAN PEMELIHARAAN KESEHATAN. 18.
Mazid, N., & Budhi, S. (2024). Realita Seni Bela Diri Kuntau Banjar di Era Modernisasi.
Huma: Jurnal Sosiologi, 3(2), 191201. https://doi.org/10.20527/h-js.v3i2.211
Milosevic, I., & Erin Bass, A. (2014). Revisiting Weber’s charismatic leadership: Learning
from the past and looking to the future. Journal of Management History, 20(2), 224240.
https://doi.org/10.1108/JMH-11-2012-0073
Muliadi, E., & Asyari, A. (2024). Menggali Kearifan Lokal: Pendidikan Nilai Dalam
Permainan Tradisional Suku Sasak. Jurnal Ilmiah Profesi Pendidikan, 9(1), 129140.
https://doi.org/10.29303/jipp.v9i1.1922
Munandar, A. I., & Lubis, M. Z. N. (2019). Integrity in Leadership Style Context: A Review:
Proceedings of the 1st International Conference on Anti-Corruption and Integrity, 62
69. https://doi.org/10.5220/0009399800620069
Nichols, R., Charbonneau, M., Chellappoo, A., Davis, T., Haidle, M., Kimbrough, E. O., Moll,
H., Moore, R., Scott-Phillips, T., Purzycki, B. G., & Segovia-Martin, J. (2024). Cultural
evolution: A review of theoretical challenges. Evolutionary Human Sciences, 6, e12.
https://doi.org/10.1017/ehs.2024.2
Pedrini, L., & Jennings, G. (2021). Cultivating Health in Martial Arts and Combat Sports
Pedagogies: A Theoretical Framework on the Care of the Self. Frontiers in Sociology, 6,
601058. https://doi.org/10.3389/fsoc.2021.601058
Pujiono, A. R., Anshori, M. H., Ardhana, P. P., & Rohman, W. N. (2024). Pencak Silat
Sebagai Warisan Budaya Nusantara dalam Bidang Pendidikan.
Purwanto, S. A., & Saputra, A. R. (2020). Authenticity and creativity: The development of
pencak silat in Sumedang. ETNOSIA: Jurnal Etnografi Indonesia, 5(1), 1532.
https://doi.org/10.31947/etnosia.v5i1.9641
JISBI: Jurnal Ilmu Sosial dan Budaya Indonesia
Vol. 2, No. 2, November 2024, page: 94-104
E-ISSN: 3031-2957
104
Citra Ashri Rahmawati et.al (Sejarah dan Perkembangan Perguruan Pencak.)
Santoso, G., Karim, A. A., Maftuh, B., & Murod, M. (2023). Kajian Wawasan Nusantara
melalui Local Wisdom NRI yang Mendunia dan Terampil dalam Lagu Nasional dan
Daerah Abad 2. 02(01).
sociology.institute. (2022, Oktober 14). Clifford Geertz: Religion as a System of Symbols and
Meanings Sociology Notes by Sociology.Institute. https://sociology.institute/sociology-
of-religion/clifford-geertz-religion-symbols-meanings/
Suwandi, & Putri, R. (2024). Tantangan Perkembangan Pencak Silat di Kota Tangerang
Selatan: Analisis Keterbatasan Fasilitas dan Pendidikan. Innovations in Multidisciplinary
Education Journal, 1(2), 6871. https://doi.org/10.61476/w3mj5k70
Suwandi, Putri, R., Putri, M. F. J. L., & Tajudin. (2024). Peran Perguruan Pencak Silat MS
Jalan Enam Pengasinan dalam Pembentukan Karakter. Jurnal Ilmu Sosial dan Budaya
Indonesia, 2(2), 5157. https://doi.org/10.61476/amghvq97
Wandy Idoy (Direktur). (2023, Mei 12). Sejarah Singkat Perguruan Pencak Silat MS Jalan
Enam Pengasinan [Video recording]. https://www.youtube.com/watch?v=v49DzFyvL0s