1. Pendahuluan
Pendidikan tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk mentransfer pengetahuan, tetapi juga
sebagai sarana untuk menanamkan nilai-nilai budaya yang telah diwariskan oleh leluhur
(Noventue, Ginanjar, & Astutik, 2024). Dalam konteks masyarakat tradisional, pendidikan
berbasis budaya lokal sangat penting untuk menjaga identitas dan karakter masyarakat. Nilai-
nilai budaya yang ditanamkan melalui pendidikan etnopedagogik ini mencakup sikap
kebersamaan, solidaritas, dan kepedulian terhadap lingkungan, yang relevan untuk
menghadapi tantangan modern (Rosala, 2016). Budaya-budaya yang ada tersebut merupakan
aset bangsa yang harus dilestarikan serta dikembangkan demi meningkatkan citra dan identitas
bangsa Indonesia (Wijaya, 2020).
Indonesia memiliki sumber daya alam dan budaya yang melimpah dengan berbagai
karakteristik, termasuk Jawa Timur yang dikenal dengan kearifan lokalnya yang kaya
(Suryanti, Mariana, Yermiandhoko, & Widodo, 2020). Di Desa Sumberejo, Kecamatan
Gedangan, Kabupaten Malang terdapat sebuah tradisi unik yang dikenal dengan Arak Manten
Kucing atau Mantu Kucing. Tradisi Manten Kucing adalah sebuah ritual kuno masyarakat
Sumberejo yang sudah ada sejak jaman nenek moyang mereka menempati Desa Sumberejo.
Manten berarti pernikahan, yang artinya menikahkan dua ekor kucing jantan dan betina.
Tradisi ini dimaksudkan untuk meminta kepada Sang Pencipta agar diturunkan hujan. Tradisi
ini umumnya dilakukan oleh masyarakat agraris yang sangat bergantung pada keberlanjutan
sumber air, terutama di saat-saat musim kemarau panjang yang mengancam kesuburan lahan
dan sumber mata pencaharian mereka. Terdapat simbol-simbol dan tahapan yang mengajarkan
nilai-nilai kebersamaan, tanggung jawab sosial, serta penghormatan pada alam dan Sang
Pencipta (Elan, 2017). Sikap-sikap ini penting ditanamkan, terutama pada generasi muda, agar
mereka tetap memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan kearifan lokal yang diwariskan
dari nenek moyang (Saidah & Damariswara, 2020).
Tradisi Manten Kucing tidak diadakan setiap tahun, hanya diadakan bila terjadi pada
musim kemarau yang panjang (Astuti, Sari, & Witari, 2021). Biasanya tradisi ini digelar jika
hujan tidak mengguyur hingga akhir bulan Oktober sehingga membuat warga kesulitan
mendapatkan air. Selain sudah menjadi tradisi, arak manten kucing ini juga menjadi uri-uri
budaya agar tetap lestari. Kajian etnopedagogik pada tradisi ini memberikan wawasan yang
mendalam mengenai nilai-nilai kearifan lokal yang tercermin dalam setiap tahap upacara, di
mana setiap simbol, alat, dan peran masyarakat dalam ritual ini mengandung pelajaran yang
dapat dipetik oleh generasi penerus (Niman, 2019).
Melalui Kebudayaan Lokal, dapat menambah kekayaan berupa sumber belajar bagi dunia
pendidikan (Emda, 2023). Kebudayaan dapat mengembangkan kreativitas individu apabila
kebudayaan itu memberi kesempatan yang adil bagi pengembangan kreativitas potensial yang
dimiliki oleh anggota masyarakat. Dapat diketahui bahwa berkembangnya arus globalisasi
juga mengakibatkan pengetahuan masyarakat tentang kebudayaan lokal menjadi semakin
rendah (Mubah, 2011). Oleh karena itu, melalui penelitian ini diharapkan mampu menambah
pengetahuan masyarakat, khususnya di Desa Sumberejo dan umumnya di Kabupaten Malang,
serta dapat ikut berpatisipasi dalam melestarikan keberadaan Upacara Adat Mantu Kucing
sebagai aset Kebudayaan Malang.