daripada proses pemahaman, menyebabkan pencapaian perkembangan kognitif yang belum
optimal. (Heti, 2021). Akibatnya, siswa tidak memahami makna teori yang mereka hafal. Hal ini
mengakibatkan rendahnya kemampuan kognitif anak yang membuat ilmu yang didapatkannya
di sekolah semata sebagai bentuk formalitas tanpa memberikan implikasi yang besar bagi peserta
didik.
Perubahan dalam bidang pendidikan secara terus-menerus menuntut adaptasi kebijakan
dan penyempurnaan kurikulum pada semua tingkatan pendidikan, dengan tujuan meningkatkan
kualitas pendidikan di Indonesia, dimulai dari tingkat pendidikan dini. Sebagai respons terhadap
tuntutan tersebut, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
(Kemendikbudristek) mengeluarkan Kurikulum Merdeka dengan inovasi berupa Projek
Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) pada tahun 2021. Tujuan dari kurikulum nasional ini
adalah menghasilkan lulusan yang berkualitas dengan kompetensi yang lebih baik, terutama
dalam pengembangan keterampilan abad ke-21, dengan fokus pada aspek kognitif peserta didik.
Sebelumnya penelitian mengenai kemampuan kognitif anak telah banyak diteliti oleh
peneliti diantaranya penelitian yang diteliti oleh Yuberti (2015). Pada aspek kognitif kemampuan
yang dimiliki terdiri atas cara berpikir yang diterima oleh akal dan proses memperoleh informasi
serta ilmu pengetahuan. Aspek kognitif meliputi enam tingkatan berdasarkan revisi taksonomi
Bloom yaitu mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4),
mengevaluasi (C5), dan membuat atau mencipta (C6). (Mery et al., 2022). Syah (2015)
menjelaskan istilah kognitif dari asal kata cognition yang sama dengan knowing (mengetahui).
Dalam perjalanannya, aspek kogntif merupakan domain psikis manusia yang timbul atas kinerja
mental yang berkaitan dengan proses memahami, menganalisis, mengolah, dan memecahkan
masalah. (Teguh et al., 2018). Jadi aspek kognitif terletak pada otak yang mengontrol bagian
kejiwaan sehingga ranah afektif dan ranah psikomotor dapat berjalan. Hardianti (2018) dalam
(Nabilah et al., 2020) menjelaskan bahwa untuk melihat hasil capaian belajar dan level
kemampun setiap siswa, penting bagi guru menilai dari segi kognitif mereka. Ini berguna bagi
guru untuk mengerti seberapa jauh tingkat kognitif siswa dan mencapai potensi maksimal
mereka, serta membangun paradigma siswa dalam menciptakan ide-ide yang baru. Diharapkan,
penilaian ini dapat meningkatkan kualitas pendidikan.
Dengan demikian penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kognitif siswa kelas
VII-1 SMPN 3 Mataram berdasarkan revisi taksonomi Bloom dalam pembelajaran Proyek
Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) yang diketahui bahwa menurut observasi yang kami
lakukan, SMPN 3 Mataram telah menerapkan kurikulum merdeka belajar yang menempatkan
P5 sebagai mata pelajaran berbasis praktik projek. Meskipun P5 ini masih baru diterapkan, tetapi
tenaga pengajar konsisten memberikan pembelajaran P5 kepada peserta didik yang bertujuan
mengembangkan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik yang memberikan kesempatan untuk
belajar dengan fleksibel dan terlibat langsung dengan lingkungan sekitar. Proyek Penguatan
Profil Pancasila merupakan program inovatif mandiri yang bertujuan untuk memberikan
pengalaman nyata dalam penerapan nilai-nilai luhur Pancasila melalui kegiatan proyek di
sekolah. Integrasi P5 ke dalam pendidikan diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang siap
menghadapi tantangan masa depan, memiliki pengetahuan praktis, berakhlak mulia, dan dapat
berperan penting dalam pembangunan negara. (Mursidawati, 2023). Kegiatan P5 disusun
berbasis proyek untuk menguatkan pencapaian kompentensi terutama kognitif anak dan karakter