Kurnia Mengabdi: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat
Vol. 2, No. 2, August 2025, page: 46-55
E-ISSN: 3047-2474
Naskah dikirim: 21/03/2025 Selesai revisi: 13/05/2025 Disetujui: 22/07/2025 Diterbitkan: 1/08/2025
46
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 CC BY-SA International License.
Sosialisasi Dan Pendampingan Hukum Pendirian Koperasi Desa
Merah Putih Di Kecamatan Mojogedang Dan Kecamatan Karanganyar
Kabupaten Karanganyar
Karmila Sari Sukarno
1*
, Reky Nurviana
2
, Nimas Buana
3
, Safira Evi
4
1,2,3,4
Fakultas Hukum, Universitas Surakarta, Jl. Raya Palur, Surakarta, Jawa Tengah
Kode Pos 57731, Indonesia
e-mail: karmila.fhunsa@gmail.com
Abstrak
Program Koperasi Desa Merah Putih merupakan inisiatif pemerintah untuk
memperkuat ekonomi pedesaan melalui pembentukan koperasi di setiap
desa/kelurahan. Penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat pemahaman
masyarakat terhadap aspek hukum pendirian koperasi serta merumuskan strategi
sosialisasi dan pendampingan yang efektif di Kecamatan Mojogedang dan
Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Karanganyar. Metode yang digunakan adalah
pengabdian masyarakat melalui sosialisasi langsung dan diskusi dua arah dengan
masyarakat pada tanggal 2-3 Juni 2025. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pemahaman masyarakat terhadap aspek hukum pendirian koperasi masih rendah,
dimana sebagian besar warga hanya memahami koperasi sebagai wadah simpan
pinjam sederhana tanpa menguasai aspek teknis seperti persyaratan legal, akta
pendirian, dan pengesahan badan hukum. Kendala utama yang diidentifikasi
meliputi literasi hukum terbatas, hambatan administratif, kapasitas SDM yang
minim, kendala sosial-ekonomi, dan minimnya pendampingan. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut, diperlukan strategi sosialisasi berbasis komunitas,
penyederhanaan materi hukum, pendampingan langsung oleh tenaga ahli, pelatihan
manajemen koperasi, serta monitoring dan evaluasi berkelanjutan. Implementasi
program sosialisasi dan pendampingan ini diharapkan dapat meningkatkan
pemahaman masyarakat dan mendukung terbentuknya Koperasi Desa Merah Putih
yang tidak hanya sah secara hukum tetapi juga berkelanjutan dalam mendorong
perekonomian desa.
Kata Kunci: Koperasi Merah Putih, Pembangunan Desa, Pendampingan Hukum
Abstract
The Merah Putih Village Cooperative Program is a government initiative to strengthen the rural
economy through the establishment of cooperatives in each village/sub-district. This study aims to
analyze the level of public understanding of the legal aspects of cooperative establishment and
formulate effective socialization and mentoring strategies in Mojogedang and Karanganyar Districts,
Karanganyar Regency. The method used is community service through direct socialization and two-
way discussions with the community on June 2-3, 2025. The results of the study show that the
Kurnia Mengabdi: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat
Vol. 2, No. 2, August 2025, page: 46-55
E-ISSN: 3047-2474 (online) 47
https://kurniajurnal.com/index.php/kurnia-mengabdi
public's understanding of the legal aspects of the establishment of cooperatives is still low, where most
residents only understand cooperatives as a simple savings and loan container without mastering
technical aspects such as legal requirements, deeds of establishment, and legalization of legal entities.
The main obstacles identified include limited legal literacy, administrative barriers, minimal human
resource capacity, socio-economic constraints, and lack of mentoring. To overcome these problems, a
community-based socialization strategy, simplification of legal materials, direct assistance by experts,
cooperative management training, and continuous monitoring and evaluation are needed. The
implementation of this socialization and mentoring program is expected to increase community
understanding and support the formation of the MePutih Village Cooperative which is not only
legally legal but also sustainable in encouraging the village economy.
Keywords: Merah Putih Cooperative, Village Development, Legal Assistance
Pendahuluan
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar, memiliki 84.048 desa yang tersebar di 38
Provinsi (Statistik, 2024). Besarnya jumlah desa tersebut menghadapi tantangan yang
kompleks dalam hal pembangunan yang merata dan berkelanjutan. Disparitas ekonomi
antara wilayah perkotaan dan pedesaan masih menjadi masalah struktural yang
membutuhkan solusi nyata dan komprehensif. Data persentase penduduk miskin pada
trimester pertama di tahun 2025 menunjukkan angka 11,03%, jauh lebih tinggi dari
penduduk miskin di perkotaan dengan angka 6,73% (Statistik, 2024). Kondisi tersebut
menunjukkan bahwa kemiskinan lebih terkonsetrasi di desa yang mengindikasikan adanya
disparitas atau ketimpangan kesejahteraan antara penduduk desa dengan penduduk kota.
Pembangunan ekonomi selama ini lebih sering menekankan pada pertumbuhan
ekonomi secara nasional, dan kurang merepesentasikan kebutihan pembangunan
ekonomi masyarakat desa secara nyata. Permasalahan yang dihadapi masyarakat
pedesaan untuk memutus rantai kemiskinan cukup beragam. Keterbatasan akses
terhadap modal usaha adalah salah satu kendala bagi pengembangan aktivitas
ekonomi produktif. Sistem perbankan formal masih belum mampu menjangkau
seluruh lapisan masyarakat desa yang tidak memiliki agunan memadai karena
prinsip pendanaan yang harus juga menguntungkan bagi perbankan selaku sektor
swasta. Aktivitas ekonomi pedesaan yang masih cenderung bersifat individualistik
dan ketiadaan wadah atau organisasi ekonomi yang kuat menyulitkan masyarakat
desa untuk menghadapi fluktuasi pasar, monopoli pasar, ataupun resiko ekonomi
lainnya.
Tantangan pembangunan desa lainnya adalah bagaimana menjaga koordinasi antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam membuat dan menjalankan
kebijakan desa. Jika menilik bentuk koordinasi pemerintah daerah dengan pusat di
eropa, koordinasi dilakukan melalui kerja sama di berbagai level yang melibatkan
aktor negara maupun non-negara. Proses tersebut mendorong pengambilan
keputusan yang lebih terdesentralisasi namun tetap berorientasi pada hubungan
pusat dan daerah. Dalam hal ini, pemerintah tetap berperan penting dalam
memberikan investasi bagi pengembangan desa, namun kebijakan pedesaan juga
memerlukan kerja sama horizontal dengan masyarakat desa itu sendiri. Pemerintah
menetapkan kebijakan umum sebagai arah pembangunan, tetapi pelaksanaannya
disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat desa. Dengan demikian, pembangunan
Kurnia Mengabdi: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat
Vol. 2, No. 2, August 2025, page: 46-55
E-ISSN: 3047-2474 (online) 48
https://kurniajurnal.com/index.php/kurnia-mengabdi
berjalan sesuai dengan kondisi sosial, budaya, dan kebiasaan setempat, tidak
merusak lingkungan, serta mampu menciptakan lapangan kerja untuk
meningkatkan pendapatan warga (Nasfi, 2020).
Konsep tersebut diwujudkan pemerintah melalui kebijakan Koperasi Desa Merah
Putih. Pemahaman dasar yang digunakan adalah bahwa koperasi, sebagai salah satu
pilar perekonomian nasional yang berasaskan kekeluargaan dan gotong royong,
dipandang memiliki potensi besar dalam mendorong kemandirian ekonomi
masyarakat desa. Hal ini sejalan dengan amanat Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 yang
menegaskan bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan
asas kekeluargaan.” Landasan hukum koperasi di Indonesia tertuang dalam
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 yang menegaskan koperasi sebagai badan
usaha beranggotakan perorangan maupun badan hukum koperasi, berasaskan
prinsip kebersamaan serta menjadi gerakan ekonomi rakyat. Selanjutnya, Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2012 menyebut koperasi sebagai badan hukum dengan
pemisahan kekayaan anggota sebagai modal usaha demi memenuhi kebutuhan
bersama secara ekonomi, sosial, dan budaya. Penekanan pada koperasi sebagai
“badan hukum” dalam regulasi ini memunculkan kecenderungan korporatisasi,
yang memungkinkan masuknya modal penyertaan dari luar anggota. Hal ini
membuka ruang bagi pemerintah maupun pemilik modal besar untuk menanamkan
investasi pada koperasi (Windi Arista, dkk 2021). Demi merespon perkembangan
zaman, pemerintah mengeluarkan suatu program lanjutan dari koperasi
konvensional yang sudah pernah ada, yakni Koperasi Desa Merah Putih.
Perbankan mendapatkan mandat untuk menyalurkan modal bagi Koperasi Merah
Putih yang saat ini berjumlah 47.207 (per Juni 2025). Setiap koperasi dapat meminjam
permodalan dari perbankan sebesar Rp3 miliar per koperasi dengan jangka waktu
selama enam tahun harus dikembalikan dengan bunga pinjaman sebesar 3 persen
per tahun. Future value menggunakan asumsi faktor diskonto tingkat suku bunga
surat berharga negara (SBN) sebesar 7,10 persen berdasarkan asumsi di Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Ada opportunity cost sebesar Rp 76
triliun yang ditanggung oleh perbankan himbara karena memilih mendanai koperasi
merah putih alih-alih menempatkan dana di SBN. Pembentukan Koperasi Merah
Putih memiliki dasar hukum yang kuat karena berlandaskan berbagai regulasi
nasional. Landasan utamanya adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992
tentang Perkoperasian yang terakhir mengalami perubahan melalui Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2023 mengenai penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022
tentang Cipta Kerja menjadi menjadi undang-undang. Selain itu, keberadaan
koperasi ini juga ditopang oleh Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 yang
mengatur kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi serta UMKM.
Dukungan kelembagaan diperjelas melalui Peraturan Presiden Nomor 197 Tahun
2024 tentang Kementerian Koperasi, serta diperkuat dengan Peraturan Menteri
Koperasi dan UKM Nomor 9 Tahun 2018 mengenai penyelenggaraan dan
pembinaan perkoperasian, dan Peraturan Menteri Koperasi Nomor 1 Tahun 2024
tentang organisasi serta tata kerja kementerian. Lebih lanjut, penyusunan petunjuk
pelaksanaannya dilakukan dengan merujuk pada Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun
Kurnia Mengabdi: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat
Vol. 2, No. 2, August 2025, page: 46-55
E-ISSN: 3047-2474 (online) 49
https://kurniajurnal.com/index.php/kurnia-mengabdi
2025 yang menekankan percepatan pembentukan Koperasi Desa atau Kelurahan
Merah Putih.
Koperasi Desa dan Kelurahan Merah Putih (KDMP/KKMP) pertama kali diresmikan
dan diluncurkan pada tanggal 21 Juni 2025 dengan 80.081 KDMP/KKMP yang
diluncurkan (Kemenkeu, 2025). Sedangkan sejumlah 177 KDMP/KKMP di
Kabupaten Karanganyar resmi diluncurkan pada tanggal 26 Juli 2025, jumlah
tersebut merupakan total 100 % dari jatah KMP (Puskapik, 2025). Namun dalam
pelaksanaannya tentu diperlukan adanya sosialisasi dan pendampingan hukum bagi
warga masyarakat yang akan berpartisipasi dalam progam Koperasi Merah Putih.
Meski telah diatur sedemikian rupa, secara umum terdapat kemungkinan penyebab
kegagalan dan tantangan program koperasi desa merah putih sebagai berikut;
pertama, rendahnya kapasitas manajerial di kalangan pengurus dan anggota
koperasi, dimana mayoritas dari mereka tidak memiliki keterampilan manajemen
yang memadai dalam aspek-aspek krusial seperti perencanaan strategis jangka
panjang, sistem pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel, serta
implementasi tata kelola organisasi yang efektif dan profesional, sehingga
berdampak langsung pada suboptimalnya kinerja operasional koperasi secara
keseluruhan.
Selain itu, tingkat literasi keuangan yang rendah di kalangan anggota koperasi
menjadi kendala struktural yang sangat signifikan dalam pengembangan koperasi
desa. Keterbatasan pengetahuan dasar mengenai prinsip-prinsip keuangan ini
mengakibatkan seringnya terjadi pengambilan keputusan yang tidak tepat dan tidak
berbasis analisis yang matang, terutama dalam hal-hal strategis seperti penentuan
skema investasi, kebijakan perkreditan, dan mekanisme pengelolaan dana koperasi
yang berkelanjutan. Kondisi ini diperburuk dengan adanya tumpang tindih
kelembagaan yang terjadi akibat keberadaan institusi-institusi ekonomi lainnya
seperti Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang beroperasi dalam wilayah dan
segmen yang sama, sehingga menimbulkan kebingungan dalam pembagian peran
dan fungsi masing-masing lembaga, sekaligus menciptakan kompetisi yang tidak
sehat yang pada akhirnya mengurangi efektivitas dan daya saing koperasi itu sendiri
(Arzewiniga & Zulkarnain, 2025).
Metode
Untuk menjawab permasalahan dan mencapai tujuan program Sosialisasi Dan
Pendampingan Hukum Pendirian Koperasi Desa Merah Putih Di Kecamatan
Mojogedang Dan Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar, disusun
metodologi pengabdian masyarakat yang optimal dan efektif. Adapun penjelasan
mengenai pendekatan yang diimplementasikan sebagai berikut:
1. Sosialisasi
a. Penyampaian materi mengenai aspek hukum pendirian koperasi
b. Penjelasan prosedur administratif dan persyaratan legal
c. Presentasi tahapan pembentukan Koperasi Desa Merah Putih
2. Diskusi Interaktif Dua Arah
a. Dialog terbuka antara pemateri dan peserta
b. Pembahasan kendala dan tantangan yang dihadapi masyarakat
Kurnia Mengabdi: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat
Vol. 2, No. 2, August 2025, page: 46-55
E-ISSN: 3047-2474 (online) 50
https://kurniajurnal.com/index.php/kurnia-mengabdi
c. Sesi tanya jawab untuk mengklarifikasi pemahaman
3. Sesi Brainstorming
a. Curah pendapat mengenai permasalahan pendirian koperasi
b. Identifikasi hambatan-hambatan spesifik di tingkat lokal
c. Pencarian solusi bersama dalam suasana santai dan terbuka
Hasil dan Pembahasan
Sosialisasi dan pendampingan hukum pendirian Koperasi Desa Merah Putih di
Kantor Kecamatan Mojogedang dilaksanakan pada hari Senin, 2 Juni 2025 sedangkan
pada Kecamatan Karanganyar dilaksanakan pada hari Selasa, 3 Juni 2025 bertempat
di kantor kecamatan masing-masing, berikut adalah dokumentasi dari kegiatan
tersebut:
Kurnia Mengabdi: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat
Vol. 2, No. 2, August 2025, page: 46-55
E-ISSN: 3047-2474 (online) 51
https://kurniajurnal.com/index.php/kurnia-mengabdi
Proses sosialisasi pendirian Koperasi Merah Putih berpedoman pada Petunjuk
Pelaksanaan Menteri Koperasi Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025 yang
mengatur ketentuan teknis pembentukan koperasi. Pendirian Koperasi Desa atau
Kelurahan Merah Putih dilaksanakan melalui mekanisme pembentukan koperasi
baru di wilayah desa atau kelurahan dengan tahapan menghimpun anggota,
menyediakan modal awal, serta merintis unit usaha yang disesuaikan dengan
potensi lokal. Model ini menekankan pembangunan koperasi dari dasar sehingga
mampu menumbuhkan partisipasi masyarakat sejak awal sekaligus
mengembangkan kegiatan ekonomi produktif yang relevan dengan kebutuhan desa,
tahapan krusial yang dibutuhkan dalam pembentukan ini, yakni:
A. Pendirian
a. Tahap awal pendirian Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih dilakukan
melalui musyawarah khusus yang melibatkan calon pendiri, pemerintah
desa/kelurahan, Badan Permusyawaratan Desa atau Lembaga Musyawarah
Kelurahan, serta unsur masyarakat seperti tokoh, pemuda, perempuan, dan
kelompok marginal. Dalam kesempatan yang sama, Kementerian atau Dinas
terkait di tingkat kabupaten/kota dapat menyelenggarakan penyuluhan
mengenai perkoperasian untuk memperkuat pemahaman masyarakat
terhadap tujuan dan mekanisme pendirian koperasi baru.
b. Dalam Musyawarah Desa atau Musyawarah Kelurahan khusus, agenda
pembahasan difokuskan pada penyusunan rancangan usaha yang akan
dijalankan oleh Koperasi Desa atau Kelurahan Merah Putih. Rancangan
tersebut mencakup jenis usaha yang dikembangkan, model bisnis yang
diterapkan, strategi mitigasi risiko, prospektus usaha, serta kebutuhan modal
yang diperlukan untuk mendukung keberlangsungan koperasi.
c. Rancangan usaha yang disusun dalam musyawarah tidak hanya berfungsi
sebagai pedoman pengelolaan koperasi, tetapi juga memiliki peran strategis.
Dokumen ini digunakan untuk menentukan klasifikasi baku lapangan usaha
Indonesia (KBLI) yang relevan, menjadi dasar pengurusan berbagai perizinan
yang diperlukan sebelum koperasi mulai beroperasi, serta merumuskan
besaran partisipasi modal dari setiap anggota. Dengan demikian, kewajiban
modal dalam bentuk simpanan pokok dan simpanan wajib ditetapkan
berdasarkan prospektus usaha yang telah disusun secara rasional, bukan
semata-mata karena pertimbangan nominal yang paling mudah dijangkau
oleh anggota.
d. Musyawarah Desa atau Musyawarah Kelurahan khusus yang
diselenggarakan untuk pembentukan Koperasi Merah Putih dengan model
pendirian koperasi baru memiliki tujuan utama membahas rancangan
Anggaran Dasar koperasi. Pokok-pokok yang dirumuskan dalam forum ini
antara lain mencakup penetapan nama koperasi, daftar pendiri, alamat atau
tempat kedudukan, jangka waktu berdiri, maksud dan tujuan, serta ketentuan
mengenai keanggotaan. Selain itu, dibahas pula struktur organisasi, sumber
dan besaran modal, jumlah setoran simpanan pokok dan simpanan wajib,
bidang serta jenis usaha yang akan dijalankan, mekanisme rapat anggota, pola
pembagian sisa hasil usaha, prosedur perubahan Anggaran Dasar, aturan
Kurnia Mengabdi: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat
Vol. 2, No. 2, August 2025, page: 46-55
E-ISSN: 3047-2474 (online) 52
https://kurniajurnal.com/index.php/kurnia-mengabdi
mengenai pembubaran koperasi berikut penyelesaiannya, penghapusan status
badan hukum, hingga ketentuan sanksi.
e. Keputusan yang dihasilkan dalam Musyawarah Desa Khusus atau
Musyawarah Kelurahan Khusus terkait pendirian Koperasi Desa/Kelurahan
Merah Putih dituangkan dalam bentuk notulen atau berita acara rapat.
Dokumen tersebut selanjutnya menjadi dasar penyusunan rancangan
Anggaran Dasar koperasi. Adapun format berita acara pendirian koperasi
telah diatur dan dicantumkan dalam Lampiran Nomor 1, yang merupakan
bagian integral dari Petunjuk Pelaksanaan ini.
f. Notulen maupun berita acara rapat pendirian koperasi wajib dilengkapi
dengan sejumlah dokumen pendukung. Dokumen tersebut mencakup: (1)
daftar hadir peserta rapat pendirian, (2) salinan kartu tanda penduduk dari
para pendiri yang tercatat dalam daftar hadir, serta (3) surat rekomendasi
resmi dari kantor Desa atau Kelurahan setempat.
g. Dalam pelaksanaan Musyawarah Desa Khusus atau Musyawarah Kelurahan
Khusus terkait rapat pendirian Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih,
keberadaan Notaris Pembuat Akta Koperasi (NPAK) dimungkinkan.
Kehadiran NPAK dalam rapat tersebut berperan penting untuk mencatat serta
mengesahkan kesepakatan hasil musyawarah mengenai pokok-pokok
pembahasan, yang selanjutnya dirumuskan ke dalam Akta Pendirian
Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.
h. Keputusan yang dihasilkan dalam Musyawarah Desa Khusus atau
Musyawarah Kelurahan Khusus juga mencakup penetapan Kuasa Pendiri
yang bertugas mengajukan proses pengesahan terhadap Akta Pendirian
Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, sehingga keberadaan koperasi
memperoleh landasan hukum yang sah.
i. Kuasa Pendiri berkewajiban menghadap NPAK guna mengajukan
permohonan pembuatan sekaligus pengesahan Akta Pendirian Koperasi
Desa/Kelurahan Merah Putih, sebagai dasar legalitas berdirinya koperasi
tersebut.
B. Mekanisme Pengesahan Akta Pendirian Koperasi
a. Pengajuan Nama Koperasi
NPAK mengajukan nama koperasi melalui SABH sesuai ketentuan penamaan
agar tidak terjadi duplikasi.
b. Pengecekan Modal Awal
NPAK memverifikasi ketersediaan modal awal yang mencakup simpanan
pokok, simpanan wajib, dan hibah.
c. Pengajuan Permohonan Pengesahan
NPAK mengajukan permohonan pengesahan Akta Pendirian ke Ditjen AHU
Kemenkumham melalui SABH.
d. Penyimpanan Dokumen Pendirian
NPAK menyimpan minuta akta, berita acara rapat, bukti setoran modal, serta
rencana kerja koperasi.
e. Pengurusan NPWP
Koperasi mengurus NPWP di KPP sebagai identitas resmi perpajakan.
Kurnia Mengabdi: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat
Vol. 2, No. 2, August 2025, page: 46-55
E-ISSN: 3047-2474 (online) 53
https://kurniajurnal.com/index.php/kurnia-mengabdi
f. Pembukaan Rekening Bank
Koperasi membuka rekening atas nama badan hukum untuk pengelolaan
dana secara resmi dan transparan.
g. Pendaftaran Hak Akses online single submission (OSS)
Koperasi mendaftar OSS untuk memperoleh NIB dan mengajukan izin usaha
sesuai KBLI.
h. Kewajiban Izin Usaha
Koperasi wajib memiliki izin usaha resmi sebelum beroperasi secara penuh.
Selain sosialisasi aturan hukum terkait tatacara pendirian koperasi, masyarakat juga
diajak untuk berdiskusi dua arah dengan sesi brainstorming. Dimana diskusi dan
segala kesulitan masyarakat terkait pendirian koperasi merah putih didengar dengan
suasana yang santai. Berikut adalah hasil sosiaslisasi dan pendampingan hukum
masyarakat Kecamatan Mojogedang dan Kecamatan Karanganyar:
C. Tingkat Pemahaman Masyarakat dan Kendala Pendirian Koperasi Desa Merah
Putih
Hasil identifikasi menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat di Kecamatan
Mojogedang dan Kecamatan Karanganyar terkait aspek hukum serta prosedur
pendirian koperasi masih tergolong rendah. Sebagian besar warga hanya memahami
koperasi sebagai wadah simpan pinjam sederhana, namun belum menguasai hal-hal
teknis seperti syarat minimal jumlah anggota, akta pendirian oleh notaris,
pengesahan badan hukum koperasi melalui Kementerian Koperasi dan UKM,
maupun kewajiban penyusunan AD/ART.
Kendala utama yang dihadapi masyarakat dalam pembentukan Koperasi Desa
Merah Putih antara lain:
a. Literasi hukum yang terbatas, sehingga proses legalitas koperasi masih
dianggap rumit dan membingungkan.
b. Kendala administratif, terutama terkait kelengkapan dokumen, biaya notaris,
serta prosedur birokrasi yang berlapis.
c. Kapasitas sumber daya manusia, khususnya dalam hal manajemen koperasi,
akuntabilitas keuangan, dan tata kelola organisasi.
d. Kendala sosial-ekonomi, seperti keterbatasan modal awal dan perbedaan
tingkat ekonomi anggota masyarakat.
e. Minimnya pendampingan, sehingga masyarakat cenderung pasif dan mudah
kehilangan motivasi ketika menghadapi hambatan teknis.
Dengan demikian, tingkat pemahaman masyarakat masih perlu diperkuat melalui
edukasi hukum dan pendampingan yang lebih intensif agar proses pendirian
koperasi berjalan lancar.
Bentuk sosialisasi dan pendampingan hukum yang efektif harus mampu
menjembatani kesenjangan pengetahuan masyarakat dengan tuntutan regulasi
formal. Beberapa strategi yang relevan antara lain:
a. Sosialisasi berbasis komunitas, melalui pertemuan desa, forum warga, dan
kelompok tani agar informasi hukum lebih mudah dipahami dan diterima
secara kolektif.
b. Penyederhanaan materi hukum, misalnya dengan menggunakan media
visual, modul praktis, serta simulasi proses pendirian koperasi.
Kurnia Mengabdi: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat
Vol. 2, No. 2, August 2025, page: 46-55
E-ISSN: 3047-2474 (online) 54
https://kurniajurnal.com/index.php/kurnia-mengabdi
c. Pendampingan langsung oleh tenaga ahli (notaris, akademisi, praktisi
hukum), sehingga masyarakat tidak hanya menerima teori tetapi juga
didampingi dalam pengisian dokumen dan pengurusan legalitas.
d. Pelatihan manajemen koperasi, mencakup tata kelola organisasi, laporan
keuangan, dan prinsip akuntabilitas, agar koperasi tidak hanya berdiri secara
hukum tetapi juga beroperasi secara sehat.
e. Monitoring dan evaluasi berkelanjutan, melalui kerja sama antara Pemda serta
institusi pendidikan, dan instansi terkait, sehingga koperasi yang terbentuk
tidak berhenti pada tahap pendirian, tetapi terus berkembang dan bermanfaat
bagi masyarakat desa.
Dengan model sosialisasi dan pendampingan tersebut, diharapkan masyarakat
Mojogedang dan Karanganyar mampu mendirikan Koperasi Desa Merah Putih yang
tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga berdaya guna bagi kesejahteraan anggota
dan penguatan ekonomi desa.
Simpulan dan Rekomendasi
Simpulan
Berdasarkan hasil kegiatan sosialisasi dan pendampingan hukum pendirian
Koperasi Desa Merah Putih di Kecamatan Mojogedang dan Kecamatan Karanganyar,
dapat disimpulkan beberapa hal seperti identifikasi rendahnya tingkat pemahaman
masyarakat terhadap aspek hukum dan prosedur pendirian koperasi. Hambatan
utama yang ditemui meliputi keterbatasan literasi hukum, kendala administratif,
rendahnya kapasitas manajerial, serta kondisi sosial-ekonomi yang beragam.
Kegiatan sosialisasi dan pendampingan ini mampu memberikan pemahaman yang
lebih komprehensif bagi masyarakat mengenai mekanisme pendirian koperasi,
pentingnya akta pendirian, AD/ART, serta tata kelola organisasi koperasi. Dengan
pendampingan yang tepat, masyarakat menjadi lebih siap untuk mendirikan
koperasi yang sah secara hukum sekaligus berkelanjutan secara ekonomi.
Saran
1. Pemerintah daerah bersama perguruan tinggi dan praktisi hukum perlu
melaksanakan program pendampingan hukum yang berkesinambungan agar
koperasi dapat berdiri dan berkembang secara sehat.
2. Materi sosialisasi hukum hendaknya disajikan dalam format sederhana, praktis,
dan kontekstual, sehingga mudah dipahami oleh masyarakat desa.
3. Perlu dilakukan pelatihan manajemen koperasi secara rutin bagi pengurus dan
anggota, agar koperasi tidak hanya berdiri secara legal tetapi juga mampu
bersaing dalam pengelolaan usaha.
4. Monitoring dan evaluasi pasca-pendirian koperasi sangat penting untuk
memastikan keberlanjutan serta mencegah terjadinya stagnasi kelembagaan.
5. Sinergi antara koperasi desa, BUMDes, dan lembaga ekonomi lokal lainnya harus
diarahkan pada kolaborasi, bukan kompetisi, guna memperkuat ekonomi desa
secara kolektif.
Kurnia Mengabdi: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat
Vol. 2, No. 2, August 2025, page: 46-55
E-ISSN: 3047-2474 (online) 55
https://kurniajurnal.com/index.php/kurnia-mengabdi
Daftar Pustaka
Arzewiniga, F., & Zulkarnain. (2025). TANTANGAN DAN PELUANG
KELEMBAGAAN KOPERASI DESA MERAH PUTIH. Jurnal Manajemen dan
Inovasi, 220-230.
dkk, W. A. (2021). Hukum Koperasi. Sumatera Barat: Yayasan Pendidikan Cendekia
Muslim Press.
Indonesia, K. K. (2025, Juli). Retrieved from
https://www.kemenkeu.go.id/informasi-publik/publikasi/berita-utama/kop-
merah-putih-luncur
Nasfi. (2020). PENGEMBANGAN EKONOMI PEDESAAN DALAM RANGKA
MENGENTAS KEMISKINAN DI PEDESAAN. Jurnal EL-RIYASAH, 11(1), 54-
66. doi:https://doi.org/10.24014/jel.v11i1.8818
Puskapik. (2025, Juli). Retrieved from
https://www.puskapik.com/43528/jateng/gubernur-ahmad-luthfi-koperasi-
merah-putih-jadi-sarana-menuju-kemakmuran-rakyat/
Statistik, B. P. (2024). Retrieved from https://www.bps.go.id/id/statistics-
table/3/YkVWWFUyNTJTVTloVGpCeFdFVTNaMk5wUzFaUFFUMDkjMw==
/jumlah-desa-sup-1--sup--kelurahan-menurut-provinsi--2024.html?year=2024
Statistik, B. P. (2024). Retrieved from https://www.bps.go.id/id/statistics-
table/2/MTg0IzI=/persentase-penduduk-miskin--p0--menurut-daerah.html