PANUNTUN (Jurnal Budaya, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif)
Vol. 1, No. 3, September 2024, page: 147-156
E-ISSN: 3047-2288
147
Fara Nurlita et.al (Pengembangan Pendidikan Multikultural di...)
Pengembangan Pendidikan Multikultural di Indonesia
Melalui Lensa Filsafat Islam
Fara Nurlita
a,1
, Hikmal Maulana
b,2
, Eitna Lyana Miskiyya
c,3
, Kevinna Lyora Latassha
d,4
a,b,c,d
Universitas Islam Negeri Walisongo, Jl. Perumahan Bank Niaga No.c7, Tambakaji, Kec. Ngaliyan, Kota
Semarang, Jawa Tengah 50185
1
faranurlita7@gmail.com;
2
devaroa27@gmail.com;
3
lyanadirana@gmail.com;
4
kevinnalyora08@gmail.com
*
faranurlita7@gmail.com
INFO ARTIKEL
ABSTRAK
Sejarah Artikel:
Diterima: 13 Agustus 2024
Direvisi: 17 Agustus 2024
Disetujui: 24 Agustus 2024
Tersedia Daring: 3 September 2024
Pendidikan multikultural merupakan pendekatan yang menghargai
keragaman budaya dan memberikan kesempatan yang sama bagi semua
individu tanpa memandang latar belakang budaya, etnis, atau agama.
Konsep ini bertujuan menciptakan kesadaran akan pentingnya toleransi,
penghormatan terhadap perbedaan, dan harmoni sosial di tengah
keberagaman. Dalam konteks filsafat pendidikan Islam, pendidikan
multikultural berakar pada prinsip-prinsip keadilan, persaudaraan, dan
kesetaraan, yang menekankan pengembangan potensi manusia secara
holistik, baik intelektual, moral, maupun spiritual. Di Indonesia,
pendidikan multikultural sangat relevan untuk memperkuat
nasionalisme, mengurangi konflik antarkelompok, dan membangun
identitas nasional yang inklusif. Implementasinya telah dilakukan melalui
integrasi nilai-nilai multikulturalisme dalam kurikulum, kegiatan lintas
budaya, dan program ekstrakurikuler, meskipun masih menghadapi
tantangan, seperti resistensi kelompok tertentu dan kesenjangan
pendidikan di berbagai daerah. Untuk mengatasi tantangan tersebut,
diperlukan pelatihan pendidik, dukungan kebijakan, serta kerjasama
antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat. Dari perspektif
filsafat Islam, pendidikan multikultural mencerminkan pengakuan
terhadap keberagaman manusia sebagai wujud harmoni dan kesetaraan,
yang menjadi landasan penting dalam membangun masyarakat yang
inklusif dan toleran.
Kata Kunci:
Pendidikan
Multikultural
Filsafat islam
ABSTRACT
Keywords:
Education
Multicultural
Islamic philosophy
Multicultural education is an approach that values cultural diversity and
provides equal opportunities for all individuals regardless of cultural,
ethnic, or religious background. This concept aims to create awareness of
the importance of tolerance, respect for differences, and social harmony
amidst diversity. In the context of Islamic educational philosophy,
multicultural education is rooted in the principles of justice, brotherhood,
and equality, which emphasize the holistic development of human potential,
both intellectually, morally, and spiritually. In Indonesia, multicultural
education is very relevant to strengthen nationalism, reduce intergroup
conflict, and build an inclusive national identity. Its implementation has
been carried out through the integration of multicultural values in the
curriculum, cross-cultural activities, and extracurricular programs,
although it still faces challenges, such as resistance from certain groups and
educational disparities in various regions. To overcome these challenges,
educator training, policy support, and cooperation between the
government, educational institutions, and the community are needed. From
the perspective of Islamic philosophy, multicultural education reflects the
recognition of human diversity as a form of harmony and equality, which is
an important foundation in building an inclusive and tolerant society.
PANUNTUN (Jurnal Budaya, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif)
Vol. 1, No. 3, September 2024, page: 147-156
E-ISSN: 3047-2288
148
Fara Nurlita et.al (Pengembangan Pendidikan Multikultural di...)
©2024, Fara Nurlita, Hikmal Maulana, Eitna Lyana Miskiyya,
Kevinna Lyora Latassha
This is an open access article under CC BY-SA license
1. Pendahuluan
Filsafat pada intinya berupaya menjelaskan inti, hakikat atau hikmah mengenai sesuatu
yang berada dibalik objek formalnya. Sedangkan dalam Islam, istilah filsafat biasanya disebut
sebagai falsafah dan hikmah. Definisi dari falsafah adalah pengetahuan tentang realitas wujud
dengan segala kemungkinannya, karena tujuan akhir dari seorang filsuf dalam pengetahuan
teoritisnya adalah untuk mendapatkan kebenaran dan dalam pengetahuan praktisnya adalah
untuk berperilaku sesuai dengan kebenaran tersebut. Dan pengertian dari hikmah memiliki
makna mendalam, dan terdapat berbagai macam dimensi di dalamnya, yang diwahukan
kepada seluruh umat manusia pada level dasar yaitu Al-Islam, Al-Iman, dan Al-Ihsan.
Dalam sejarah Islam, filsafat merupakan sesuatu yang baru dalam dunia ilmu
pengetahuan, karena pada awalnya, filsafat hanya dipelajari oleh orangorang barat, munculnya
filsafat Islam jika dilihat dari sejarahnya, maka ditemukan faktor pendukung, yaitu faktor
internal dari petunjuk yang dijelaskan di dalam Al Qur’an, yang memerintahkan manusia
untuk berpikir. Dan faktor eksternal, dengan adanya penterjemahan buku-buku bahasa Yunani
ke dalam bahasa Arab (Ardenan Dkk, “Urgensi Filsafat Islam DI Era Modern,” Jurnal
Pendidikan Dan Konseling 5, no. 1 (2023): 4082). Adapun pendidikan Islam berasal dari
beberapa macam kata, pertama, ta’lim yang bermakna pengajaran atau menyampaikan
pengetahuan. Kedua, tarbiyah yang berarti mengasuh dan juga mendidik, kata ini diambil dari
kata “rabba”, dan yang ketiga adalah ta’dib, masdar dari “addaba”, yang diartikan pada proses
yang bersandar pada kebiasaan dan juga budi pekerti.
Filsafat pendidikan Islam mencakup pandangan mendalam tentang pendidikan yang
berlandaskan ajaran Islam, termasuk tujuan, metode, dan lingkungan pendidikan. Secara
linguistik, filsafat berasal dari bahasa Yunani, philo (cinta) dan sophia (kebijaksanaan), yang
bermakna "cinta akan kebijaksanaan." Al-Syaibani menyatakan bahwa filsafat pendidikan
adalah penerapan prinsip filsafat dalam bidang pendidikan untuk memahami dan
menyelesaikan masalah pendidikan secara mendalam, sistematis, dan logis. Tujuannya adalah
menciptakan individu yang memiliki kepribadian Islami melalui bimbingan jasmani dan
rohani berdasarkan hukum agama (Al-Syaibani, dalam Jurnal Pilar 14, no. 2 (2023): 167-169).
Filsafat pendidikan Islam juga mencakup pendekatan holistik terhadap perkembangan
peserta didik, mencakup pengembangan moral, intelektual, dan spiritual. Menurut Al-Farabi,
filsafat adalah "pengetahuan tentang hakikat," yang diintegrasikan dalam pendidikan untuk
mengarahkan manusia menuju kesempurnaan sesuai nilai-nilai Islam (Arifin, H.M., Filsafat
Pendidikan Islam, 2017). Pengertian multikultural, jika dilihat dari segi etimologi adalah
keberagaman budaya atau kultur, yaitumencangkup adat, pengetahuan, moral, seni, hukum,
kebiasaan, atau kemampuan yang dimiliki oleh suatu masyarakat. Dan arti multikultural dalam
aspek terminologi adalah kemampuan dalam menerima kelompok lain sebagai kesatuan, tanpa
memandang perbedaan budaya, gender, etnik, agama ataupun Bahasa (Nurasmawi Dkk,
Pendidikan Multikultural (Riau: CV. Asa Riau, 2021), 1).
Multikulturalisme merupakan sebuah kearifan untuk melihat adanya keanekaragaman
budaya dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini dapat terealisasi, jika seseorang membuka diri
dalam menjalani kehidupan bersama. Dan yang perlu diperhatikan dalam multikultural ini
adalah keadilan sosial, hak asasi manusia, demokrasi, mengurangi prasangka yang muncul,
khususnya dari ranah keberagaman kultur pendidikan kesetaraan manusia, dan segala macam
elemen yang ada. Pendidikan multikultural adalah pendekatan pendidikan yang menekankan
penghargaan terhadap keberagaman budaya, etnik, agama, dan bahasa dalam masyarakat. Hal
ini bertujuan untuk menciptakan kesetaraan sosial, mengurangi stereotip, dan membangun
pemahaman lintas budaya. Dalam konteks Indonesia, pendidikan multikultural diperlukan
PANUNTUN (Jurnal Budaya, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif)
Vol. 1, No. 3, September 2024, page: 147-156
E-ISSN: 3047-2288
149
Fara Nurlita et.al (Pengembangan Pendidikan Multikultural di...)
untuk mengelola keberagaman bangsa guna mencegah konflik sosial dan memperkuat
persatuan nasional (Nurasmawi dkk., Pendidikan Multikultural, 2021, 1-3).
Pendidikan multikultural juga dapat diartikan sebagai Pendidikan multibudaya. Yang
memiliki pengaruh dalam hal pembelajaran, dengan tujuan untuk membantu para peserta didik
dalam memahami, mengerti dan menghargai orang lain yang memiliki perbedaan suku,
budaya, dan kepribadian. Multikulturalisme mencakup dua aspek penting: kognitif, untuk
memahami keberagaman, dan afektif, untuk menanamkan sikap toleransi. Pendidikan ini tidak
hanya berfungsi sebagai alat transfer pengetahuan tetapi juga sebagai medium pembentukan
karakter bangsa yang humanis dan inklusif (Banks, J.A., "Transforming the Mainstream
Curriculum," Journal of Multicultural Education 5, no. 3 (2020): 34-45).
2. Metode
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yang bertujuan untuk
memahami secara mendalam fenomena pendidikan multikultural di Indonesia melalui lensa
filsafat Islam. Pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk mengeksplorasi pandangan,
pengalaman, dan persepsi individu terkait penerapan pendidikan multikultural dalam konteks
sosial dan budaya yang beragam. Dengan desain penelitian yang dirancang dengan
menggunakan studi kasus sebagai metode utama. Studi kasus akan fokus pada beberapa
institusi pendidikan yang telah menerapkan pendidikan multikultural, baik di tingkat dasar
maupun menengah.
Melalui studi kasus ini, peneliti dapat mengamati secara langsung praktik-praktik
pendidikan yang berorientasi pada nilai-nilai multikulturalisme. Dengan metodologi ini,
diharapkan penelitian dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pemahaman tentang
penerapan pendidikan multikultural di Indonesia serta tantangan dan peluang yang dihadapi
dalam konteks keberagaman budaya. Secara keseluruhan, metodologi ini bertujuan untuk
menggali kedalaman dan kompleksitas dari fenomena pendidikan multikultural, dengan
harapan dapat menghasilkan wawasan yang bermanfaat bagi pengembangan kebijakan
pendidikan dan praktik di Indonesia.
3. Hasil dan Pembahasan
a. Urgensi Pendidikan Multikultural dalam Pengembangan Nasionalisme di Indonesia
Lebih dari 1.300 suku bangsa, agama, bahasa lokal, dan budaya hidup bersama di
Indonesia, menciptakan negara yang kaya akan keberagaman. Meskipun keragaman ini
merupakan kekayaan bangsa yang luar biasa, ia juga dapat menghasilkan konflik jika tidak
diurus dengan baik. Pendidikan multikultural sangat penting untuk mengatasi tantangan
tersebut karena dapat memperkuat nasionalisme dan mendorong integrasi sosial di tengah
keberagaman. Pendidikan multikultural menawarkan metode yang menanamkan rasa
hormat, toleransi, dan penghargaan terhadap perbedaan. Pendidikan ini dapat membantu
mengembangkan nasionalisme:
1) Pentingnya Pendidikan Multikultural untuk Integrasi Nasional
Pendidikan multikultural menjadi krusial untuk membangun nasionalisme di
Indonesia yang terdiri dari berbagai etnis, budaya, dan agama. Tanpa pendekatan
multikultural, keberagaman ini dapat memicu konflik yang mengancam integrasi
nasional. Pendidikan yang menekankan nilai toleransi, menghargai perbedaan, dan
persatuan berperan sebagai jembatan untuk memperkuat nasionalisme. Melalui
pendidikan multikultural, masyarakat belajar untuk saling menghormati dan mengakui
perbedaan budaya sebagai bagian dari identitas nasional (Fitriani dan Mukti,
“Pendidikan Multikultural dan Nasionalisme,” Jurnal Kebangsaan dan Pendidikan 7,
no. 2 (2022): 255).
PANUNTUN (Jurnal Budaya, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif)
Vol. 1, No. 3, September 2024, page: 147-156
E-ISSN: 3047-2288
150
Fara Nurlita et.al (Pengembangan Pendidikan Multikultural di...)
Pendidikan multikultural membantu mengatasi konflik sosial yang disebabkan
oleh stereotip, diskriminasi, dan ketegangan antaretnis. Dengan memperkenalkan
konsep keadilan sosial dan pluralisme, pendidikan ini menciptakan generasi yang lebih
peka terhadap perbedaan dan lebih siap berkolaborasi (Ilyas Rifa’i, "Tantangan
Pendidikan Multikultural di Era Globalisasi," Islamica: Jurnal Ilmu-Ilmu Agama Islam
3, no. 1 (2015): 74).
2) Pendidikan Multikultural sebagai Upaya Penguatan Nasionalisme di Tengah Arus
Globalisasi
Dalam era globalisasi, pendidikan multikultural membantu memperkuat rasa
kebangsaan dengan cara mengenalkan generasi muda pada pentingnya
mempertahankan nilai-nilai nasional di tengah pengaruh budaya asing. Pendidikan
multikultural tidak hanya mengajarkan toleransi tetapi juga memperkuat identitas
bangsa Indonesia yang beragam. Hal ini dianggap penting untuk mencegah budaya
lokal tergerus oleh budaya asing dan menjaga stabilitas nasional (Yusuf dan
Wicaksono, “Globalisasi dan Pendidikan Multikultural di Indonesia,” Jurnal Pendidikan
Global 5, no. 1 (2021): 34).
Di Indonesia, pendidikan multikultural mendukung semangat Bhineka Tunggal
Ika. Nilai-nilai multikulturalisme selaras dengan prinsip "unity in diversity" yang
membentuk dasar dari persatuan nasional. Pendidikan ini membantu masyarakat
melihat keberagaman sebagai kekayaan, bukan sebagai ancaman (Hanum dan
Rahmadonna, dalam Habitus: Jurnal Pendidikan, Sosiologi dan Antropologi 2, no. 1
(2018): 109).
3) Pendidikan Multikultural dan Resolusi Konflik Sosial
Pendidikan multikultural juga berperan dalam mengurangi konflik berbasis suku,
agama, ras, dan antar golongan (SARA). Melalui pendidikan ini, masyarakat diajarkan
untuk mengatasi stereotip dan prasangka, yang sering menjadi pemicu konflik.
Pendidikan multikultural membantu menumbuhkan rasa persaudaraan dalam
keberagaman, yang merupakan dasar dari nasionalisme Indonesia yang inklusif dan
demokratis (Aulia, “Peran Pendidikan Multikultural dalam Menangani Konflik Sosial,”
Jurnal Harmoni Sosial 3, no. 4 (2020): 401).
Pendidikan multikultural mempersiapkan individu untuk menghadapi tantangan
global, seperti migrasi, degradasi lingkungan, dan ketimpangan sosial. Pendekatan ini
membantu siswa memahami perspektif global, termasuk isu-isu HAM, politik, dan
budaya, yang semakin penting di era globalisasi (Rochiati W., dalam Jamas Banks,
sebagaimana dikutip di Islamica, 2015).
4) Pendidikan Multikultural sebagai Pilar Pancasila dalam Memperkuat Nasionalisme
Sebagai negara yang berdasarkan Pancasila, pendidikan multikultural di Indonesia
selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan dan persatuan yang terdapat dalam ideologi
tersebut. Pendidikan ini mendukung visi kebangsaan yang menghormati keberagaman,
memperkuat identitas nasional, dan menciptakan kohesi sosial. Dengan begitu,
pendidikan multikultural menjadi instrumen penting untuk membentuk karakter bangsa
yang kokoh dalam keberagaman (Rahman, “Pancasila dan Pendidikan Multikultural di
Indonesia,” Jurnal Kajian Ideologi 8, no. 3 (2022): 198).
b. Penerapan Pendidikan Multikultural di Indonesia
Penerapan pendidikan multikultural di Indonesia berfokus pada pembentukan sikap
toleransi, penghargaan terhadap perbedaan budaya, dan pengetahuan mengenai keragaman
di masyarakat. Konsep ini penting mengingat keberagaman etnis, agama, dan budaya di
Indonesia yang berpotensi menimbulkan konflik sosial bila tidak dikelola dengan baik.
Pendidikan multikultural diterapkan melalui pendekatan yang tidak hanya terintegrasi
dalam kurikulum formal tetapi juga melalui pembelajaran langsung di dalam dan luar
PANUNTUN (Jurnal Budaya, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif)
Vol. 1, No. 3, September 2024, page: 147-156
E-ISSN: 3047-2288
151
Fara Nurlita et.al (Pengembangan Pendidikan Multikultural di...)
kelas, dengan guru yang berperan aktif sebagai fasilitator dan contoh nilai-nilai
inklusivitas dan toleransi (Nurhadi, Achmad. “Pendidikan Multikultural di Indonesia:
Tantangan dan Implementasi.” Jurnal Pendidikan Sosial dan Budaya 3, no. 2 (2021): 134-
140).
Ditingkat praktis, pendidikan multikultural diterapkan melalui kurikulum yang
mencakup materi tentang kesetaraan, pemahaman lintas budaya, serta kemampuan untuk
menghargai dan bekerja sama dengan orang dari berbagai latar belakang. Guru diharapkan
memberikan pembelajaran yang melibatkan siswa dalam diskusi lintas budaya,
menghormati perbedaan, dan menghindari stereotip yang dapat memicu diskriminasi
(Fitriani, Sri, dan Ardian Prakoso. “Peran Guru dalam Pendidikan Multikultural untuk
Mencegah Konflik Sosial.” Jurnal Studi Sosial 6, no. 1 (2020): 45-52).
Pendidikan multikultural memiliki peran strategis dalam mempersiapkan individu
untuk menghadapi tantangan global yang semakin kompleks. Tantangan ini mencakup
migrasi, degradasi lingkungan, dan ketimpangan sosial, yang kerap menjadi pemicu
konflik dan ketidakstabilan sosial. Dengan pendekatan multikultural, siswa diajak untuk
memahami isu-isu global seperti hak asasi manusia (HAM), politik, dan budaya dari
perspektif yang inklusif dan universal. Berikut penjabaran dari aspek-aspek yang relevan:
1) Migrasi dan Keberagaman Budaya
Globalisasi telah meningkatkan arus migrasi antarnegara, yang membawa
keberagaman budaya di komunitas baru. Pendidikan multikultural membantu siswa
memahami nilai-nilai toleransi, pluralisme, dan pentingnya penerimaan terhadap
perbedaan. Melalui kurikulum yang terintegrasi dengan pengetahuan lintas budaya,
siswa dapat belajar menghargai kontribusi dari berbagai etnis dan kelompok sosial,
sekaligus mengurangi prasangka yang sering kali muncul dalam masyarakat
multikultural (Banks, "Transforming the Mainstream Curriculum," Journal of
Multicultural Education 5, no. 3 (2020): 34-45).
2) Degradasi Lingkungan
Masalah lingkungan seperti perubahan iklim dan kerusakan ekosistem merupakan
isu global yang membutuhkan kolaborasi lintas budaya dan generasi. Pendidikan
multikultural memperkenalkan siswa pada pentingnya keberlanjutan lingkungan dengan
cara menghormati kearifan lokal dari berbagai budaya. Misalnya, nilai-nilai konservasi
yang diterapkan dalam budaya tertentu dapat menjadi inspirasi dalam menciptakan
solusi berbasis komunitas untuk tantangan ekologis (Tilaar, Pendidikan Multikultural di
Indonesia, 2018).
3) Ketimpangan Sosial
Ketimpangan sosial akibat kesenjangan ekonomi sering kali diperburuk oleh
diskriminasi berbasis etnis, gender, atau agama. Pendidikan multikultural membekali
siswa dengan pemahaman tentang keadilan sosial dan pentingnya inklusi dalam
kebijakan publik. Dengan pendekatan ini, siswa didorong untuk menjadi agen
perubahan yang memperjuangkan kesetaraan dan hak asasi manusia, baik di tingkat
lokal maupun global (Gorski, dalam Budianta, Pendidikan Multikultural, 2003).
4) Penguatan Perspektif Global
Pendidikan multikultural tidak hanya berfokus pada keberagaman di tingkat lokal,
tetapi juga mendorong pemahaman tentang isu-isu global. Melalui pembelajaran yang
mengintegrasikan dimensi global-seperti hubungan antarbangsa, konflik internasional,
dan perdamaian dunia-siswa diajarkan untuk berpikir kritis dan bertindak sebagai warga
dunia yang bertanggung jawab (Rochiati W., dalam Jamas Banks, sebagaimana dikutip
di Islamica, 2015).
PANUNTUN (Jurnal Budaya, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif)
Vol. 1, No. 3, September 2024, page: 147-156
E-ISSN: 3047-2288
152
Fara Nurlita et.al (Pengembangan Pendidikan Multikultural di...)
c. Tantangan dan Solusi Terkait Pengembangan Pendidikan Multikultural di Indonesia
1) Tantangan Kebijakan dan Kurikulum yang Kurang Mendukung
Salah satu tantangan besar dalam penerapan pendidikan multikultural di Indonesia
adalah keterbatasan dukungan kebijakan dan kurangnya integrasi konsep
multikulturalisme dalam kurikulum pendidikan formal. Kurikulum sering kali lebih
menitikberatkan pada aspek akademis daripada pada pembelajaran tentang
keberagaman budaya, yang membuat siswa kurang memiliki pemahaman mendalam
tentang budaya dan nilai-nilai bangsa yang majemuk.
Solusi: Solusi untuk tantangan ini melibatkan pengembangan kurikulum yang
lebih inklusif terhadap keberagaman budaya, agama, dan etnis. Integrasi nilai-nilai
multikultural bisa dilakukan dengan melibatkan berbagai perspektif budaya dan sosial
dalam materi pembelajaran serta melalui pelatihan khusus bagi guru agar lebih peka
terhadap nilai-nilai keberagaman (Rahmawati, Dian, dan Zainul Muttaqin. “Kebijakan
Pendidikan Multikultural di Indonesia: Tantangan dan Solusi.” Jurnal Kebijakan
Pendidikan 4, no. 3 (2020): 215-222).
2) Peran Guru yang Masih Kurang Maksimal
Guru memiliki peran utama dalam memfasilitasi pendidikan multikultural, namun
banyak guru di Indonesia yang belum mendapatkan pelatihan khusus terkait pengajaran
multikultural. Hal ini menyebabkan kurangnya pemahaman guru tentang cara
menerapkan pendidikan yang inklusif dan mendorong penghargaan terhadap
keragaman.
Solusi: Memberikan pelatihan profesional bagi para guru mengenai strategi
pembelajaran multikultural dan inklusif. Guru perlu dibekali dengan keterampilan
untuk menanamkan nilai-nilai toleransi dan keberagaman melalui pendekatan yang
efektif di kelas (Siregar, Hamidah. “Peran Guru dalam Implementasi Pendidikan
Multikultural di Sekolah.” Jurnal Ilmu Pendidikan 9, no. 1 (2021): 77-83).
3) Tantangan Diskriminasi dan Stereotip dalam Sekolah
Lingkungan sekolah di Indonesia masih sering menunjukkan praktik diskriminasi
dan stereotip di kalangan siswa, baik berdasarkan perbedaan agama, suku, maupun latar
belakang sosial-ekonomi. Hal ini menghambat terbentuknya lingkungan belajar yang
harmonis dan multikultural.
Solusi: Mendorong budaya sekolah yang bebas dari diskriminasi melalui
pengenalan program anti-diskriminasi serta kegiatan yang mendukung interaksi positif
antarbudaya. Ini bisa diwujudkan dengan kegiatan sekolah yang melibatkan keragaman
budaya dan menjadikan sekolah sebagai miniatur masyarakat multikultural yang saling
menghargai. (Fauziah, Yuni, dan Bambang Prasetyo. “Pengaruh Stereotip dalam
Pendidikan Multikultural: Tantangan bagi Pendidikan Dasar.” Jurnal Pendidikan
Karakter 8, no. 2 (2020): 134-140).
4) Kurangnya Partisipasi Keluarga dan Masyarakat
Tantangan lain adalah kurangnya partisipasi aktif dari keluarga dan masyarakat
dalam mendukung pendidikan multikultural. Pendidikan multikultural idealnya dimulai
dari rumah dan diperkuat oleh lingkungan masyarakat, namun kesadaran ini belum
merata.
Solusi: Melibatkan keluarga dan masyarakat dalam kegiatan sekolah, seperti
lokakarya dan seminar, yang mengedukasi tentang pentingnya pendidikan
multikultural. Dengan keterlibatan yang lebih kuat dari berbagai pihak, siswa dapat
merasakan dan mempraktikkan nilai-nilai multikultural di berbagai lingkungan (Hasan,
Abdullah, dan Ridwan Setiawan. “Sinergi Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat dalam
Pengembangan Pendidikan Multikultural. Jurnal Pendidikan Sosial dan Budaya 7, no.
3 (2019): 189-195).
PANUNTUN (Jurnal Budaya, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif)
Vol. 1, No. 3, September 2024, page: 147-156
E-ISSN: 3047-2288
153
Fara Nurlita et.al (Pengembangan Pendidikan Multikultural di...)
d. Pandangan Filsafat tentang Multikulturalisme
Multikulturalisme dalam pandangan filsafat adalah kerangka etis dan epistemologis
yang menekankan pentingnya pengakuan, penghormatan, dan harmoni di tengah
keragaman budaya, agama, dan identitas lainnya. Filsafat multikulturalisme sering berakar
pada konsep nilai universal, pluralisme, dan hak asasi manusia, serta mencari cara untuk
menyeimbangkan keunikan individu dan kolektif dengan persatuan sosial.
1) John Rawls dan Teori Keadilan
Rawls dalam A Theory of Justice menekankan bahwa keadilan sebagai fairness
harus menjamin setiap individu dalam masyarakat plural memiliki hak dan kebebasan
dasar yang setara. Multikulturalisme dapat dimaknai sebagai usaha untuk menciptakan
struktur sosial di mana keberagaman diterima sebagai bagian dari kesetaraan dalam
perlakuan hukum dan sosial (Rawls, John. A Theory of Justice. Cambridge: Harvard
University Press, 1971).
2) Charles Taylor dan Pengakuan Identitas
Charles Taylor dalam esainya The Politics of Recognition menekankan
pentingnya pengakuan terhadap identitas budaya individu dan kelompok. Menurut
Taylor, multikulturalisme lahir dari kebutuhan manusia untuk diakui secara budaya, dan
hal ini esensial untuk pengembangan diri dan martabat manusia (Taylor, Charles. “The
Politics of Recognition.” Philosophical Arguments 4, no. 2 (1994): 25-73).
3) Will Kymlicka dan Hak Minoritas
Kymlicka dalam Multicultural Citizenship membahas bagaimana kelompok
minoritas memiliki hak-hak khusus yang perlu dilindungi dalam masyarakat
multikultural. Dia menekankan bahwa kebijakan multikulturalisme harus
mengakomodasi hak-hak kolektif untuk menjaga keberlanjutan budaya (Kymlicka,
Will. Multicultural Citizenship: A Liberal Theory of Minority Rights. Oxford: Oxford
University Press, 1995).
4) Jürgen Habermas dan Diskursus Publik
Habermas mengaitkan multikulturalisme dengan pentingnya diskursus demokratis
di ruang publik. Dalam The Inclusion of the Other, dia menekankan bahwa
keberagaman dapat dikelola melalui dialog yang setara, di mana semua kelompok
memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam membentuk nilai-nilai sosial
(Habermas, Jürgen. The Inclusion of the Other: Studies in Political Theory. Cambridge:
MIT Press, 1998).
5) Amartya Sen dan Pembangunan Identitas
Sen berpendapat bahwa identitas manusia bersifat berlapis-lapis dan fleksibel,
bukan sesuatu yang tetap atau tunggal. Dalam konteks multikulturalisme, dia
mengingatkan bahaya reduksi identitas yang sering digunakan untuk menghakimi
kelompok lain (Sen, Amartya. Identity and Violence: The Illusion of Destiny. New
York: W.W. Norton & Company, 2006).
e. Tujuan Pendidikan Multikultural di Indonesia
Pendidikan multikultural di Indonesia bertujuan untuk membangun masyarakat yang
inklusif, toleran, dan menghormati keberagaman budaya, agama, suku, dan ras. Dengan
konteks Indonesia sebagai negara multikultural, tujuan ini difokuskan pada aspek berikut:
1) Meningkatkan Kesadaran dan Penghargaan terhadap Keberagaman
Pendidikan multikultural bertujuan untuk menanamkan pemahaman tentang
pentingnya keberagaman sebagai kekayaan bangsa. Siswa diajarkan untuk menghargai
budaya dan tradisi yang berbeda-beda (Zamroni, “Pendidikan Demokrasi pada
Masyarakat Multikultural,” Jurnal Pendidikan Demokrasi 4, no. 2 (2018): 120-128).
PANUNTUN (Jurnal Budaya, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif)
Vol. 1, No. 3, September 2024, page: 147-156
E-ISSN: 3047-2288
154
Fara Nurlita et.al (Pengembangan Pendidikan Multikultural di...)
2) Membangun Sikap Toleransi dan Anti-Diskriminasi
Tujuan ini berupaya menciptakan generasi muda yang memiliki sikap terbuka,
toleran, dan mampu menjalin hubungan baik dengan orang dari latar belakang yang
berbeda. Pendidikan ini juga bertujuan untuk mengurangi stereotip dan diskriminasi
(Mahfud, Choirul. “Pendidikan Multikultural dalam Menjaga Persatuan Bangsa.” Jurnal
Multikulturalisme 3, no. 1 (2019): 45-55).
3) Mengembangkan Kemampuan Hidup dalam Masyarakat Plural
Pendidikan multikultural memberikan siswa keterampilan untuk berinteraksi
secara efektif dalam masyarakat plural, termasuk kemampuan komunikasi lintas budaya
dan penyelesaian konflik secara damai (Haryati, Tri Astutik. “Islam dan Pendidikan
Multikultural.” Jurnal Tadris 4, no. 2 (2017): 185-195).
4) Meningkatkan Rasa Keadilan Sosial
Pendidikan multikultural bertujuan untuk menciptakan kesetaraan dalam
pendidikan dan kesempatan sosial. Siswa diharapkan memahami nilai-nilai keadilan
dan pentingnya memperjuangkan hak-hak semua individu (Banks, James A.,
“Transforming the Mainstream Curriculum,” Journal of Multicultural Education 5, no.
3 (2020): 34-45).
5) Membentuk Karakter Bangsa yang Humanis dan Demokratis
Pendidikan ini bertujuan untuk melahirkan generasi yang menghormati hak asasi
manusia, menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi, dan mampu berkontribusi positif
terhadap kehidupan bermasyarakat (Prasetyo, Bambang, dan Yuni Fauziah.
“Pendidikan Multikultural dan Karakter Bangsa.” Jurnal Pendidikan Karakter 8, no. 2
(2021): 112-119).
4. Kesimpulan
Pendidikan multikultural di Indonesia merupakan pendekatan penting untuk menghargai
keberagaman budaya, etnis, agama, dan bahasa. Pendekatan ini bertujuan membangun
harmoni sosial melalui toleransi, keadilan, dan penghormatan terhadap perbedaan. Dalam
konteks filsafat Islam, pendidikan multikultural diorientasikan pada pengembangan moral,
intelektual, dan spiritual individu. Meskipun telah diterapkan melalui kurikulum dan program
lintas budaya, pendidikan multikultural di Indonesia menghadapi tantangan seperti resistensi
budaya, diskriminasi, dan kurangnya pelatihan guru. Untuk mengatasinya, diperlukan
kolaborasi erat antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat, disertai kebijakan
yang mendukung dan pelatihan yang memadai bagi pendidik. Multikulturalisme, sebagai
bagian dari filsafat pendidikan, menekankan pentingnya pengakuan terhadap keberagaman
manusia sebagai landasan dalam membangun persatuan nasional.
5. Daftar Pustaka
Ardenan Dkk.Urgensi Filsafat Islam DI Era Modern. Jurnal Pendidikan Dan Konseling 5,
no. 1 (2023): 4082.
Al-Syaibani. Dalam Jurnal Pilar 14, no. 2 (2023): 167-169.
Arifin, H.M., Filsafat Pendidikan Islam.2017.
Nurasmawi Dkk. Pendidikan Multikultural. (Riau: CV. Asa Riau, 2021), 1.
Nurasmawi dkk., Pendidikan Multikultural.2021, 1-3.
Banks, J.A. Transforming the Mainstream Curriculum.Journal of Multicultural Education 5,
no. 3 (2020): 34-45.
PANUNTUN (Jurnal Budaya, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif)
Vol. 1, No. 3, September 2024, page: 147-156
E-ISSN: 3047-2288
155
Fara Nurlita et.al (Pengembangan Pendidikan Multikultural di...)
Fitriani dan Mukti, “Pendidikan Multikultural dan Nasionalisme,” Jurnal Kebangsaan dan
Pendidikan 7, no. 2 (2022): 255.
Ilyas Rifa’i, "Tantangan Pendidikan Multikultural di Era Globalisasi," Islamica: Jurnal Ilmu-
Ilmu Agama Islam 3, no. 1 (2015): 74.
Yusuf dan Wicaksono.Globalisasi dan Pendidikan Multikultural di Indonesia.Jurnal
Pendidikan Global 5, no. 1 (2021): 34.
Hanum dan Rahmadonna.Dalam Habitus: Jurnal Pendidikan, Sosiologi dan Antropologi 2,
no. 1 (2018): 109.
Aulia.Peran Pendidikan Multikultural dalam Menangani Konflik Sosial.Jurnal Harmoni
Sosial 3, no. 4 (2020): 401.
Rochiati W., dalam Jamas Banks, sebagaimana dikutip di Islamica, 2015.
Rahman.Pancasila dan Pendidikan Multikultural di Indonesia.Jurnal Kajian Ideologi 8, no. 3
(2022): 198.
Nurhadi, Achmad.Pendidikan Multikultural di Indonesia: Tantangan dan
Implementasi.Jurnal
Pendidikan Sosial dan Budaya 3, no. 2 (2021): 134-140.
Fitriani, Sri, dan Ardian Prakoso.Peran Guru dalam Pendidikan Multikultural untuk
Mencegah Konflik Sosial.Jurnal Studi Sosial 6, no. 1 (2020): 45-52.
Banks.Transforming the Mainstream Curriculum.Journal of Multicultural Education 5, no. 3
(2020): 34-45.
Tilaar. Pendidikan Multikultural di Indonesia.2018.
Gorski, dalam Budianta. Pendidikan Multikultural.2003.
Rochiati W., dalam Jamas Banks, sebagaimana dikutip di Islamica. 2015.
Rahmawati, Dian, dan Zainul Muttaqin.Kebijakan Pendidikan Multikultural di Indonesia:
Tantangan dan Solusi.Jurnal Kebijakan Pendidikan 4, no. 3 (2020): 215-222.
Siregar, Hamidah.Peran Guru dalam Implementasi Pendidikan Multikultural di
Sekolah.Jurnal Ilmu Pendidikan 9, no. 1 (2021): 77-83.
Fauziah, Yuni, dan Bambang Prasetyo.Pengaruh Stereotip dalam Pendidikan Multikultural:
Tantangan bagi Pendidikan Dasar.Jurnal Pendidikan Karakter 8, no. 2 (2020): 134-140
Hasan, Abdullah, dan Ridwan Setiawan.Sinergi Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat dalam
Pengembangan Pendidikan Multikultural.Jurnal Pendidikan Sosial dan Budaya 7, no. 3
(2019): 189-195.
Rawls, John. A Theory of Justice. Cambridge: Harvard University Press, 1971.
Taylor, Charles.The Politics of Recognition.Philosophical Arguments 4, no. 2 (1994): 25-73.
Kymlicka, Will. Multicultural Citizenship: A Liberal Theory of Minority Rights. Oxford:
Oxford University Press, 1995.
Habermas, Jürgen. The Inclusion of the Other: Studies in Political Theory. Cambridge: MIT
Press, 1998.
Sen, Amartya. Identity and Violence: The Illusion of Destiny. New York: W.W. Norton &
Company, 2006.
PANUNTUN (Jurnal Budaya, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif)
Vol. 1, No. 3, September 2024, page: 147-156
E-ISSN: 3047-2288
156
Fara Nurlita et.al (Pengembangan Pendidikan Multikultural di...)
Zamroni.Pendidikan Demokrasi pada Masyarakat Multikultural.Jurnal Pendidikan
Demokrasi 4, no. 2 (2018): 120-128.
Mahfud, Choirul.Pendidikan Multikultural dalam Menjaga Persatuan Bangsa.Jurnal
Multikulturalisme 3, no. 1 (2019): 45-55.
Banks, James A. Transforming the Mainstream Curriculum.Journal of Multicultural
Education 5, no. 3 (2020): 34-45.
Prasetyo, Bambang, dan Yuni Fauziah.Pendidikan Multikultural dan Karakter Bangsa.Jurnal
Pendidikan Karakter 8, no. 2 (2021): 112-119.