TUMOUTOU SOCIAL SCIENCE JOURNAL (TSSJ)
Vol. 2, No. 2, July 2025, page: 116-123
E-ISSN: 3048-3093
116
Margareta Ambu Kaka et.al (Penggunaan Media Digital sebagai....)
Penggunaan Media Digital sebagai Alat untuk
Meningkatkan Literasi Kewarganegaraan dan Etika di
Kalangan Remaja
Margareta Ambu Kaka
a,1*
, Seruan Hati Zebua
b,2
, Yasinta Avni Bahagia
c,3
, Rachel Fetriana Lisa
d,4
,
Amanda Puja
e,5
a,b,c,d,e
Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Pamulang, Kota Tngerang Selatan, Banten, Indonesia.
Email:
1*
rachelfetriana@gmail.com;
2
amandapuja24@gmail.com;
3
marenggereta@gmail.com;
4
avnibahagi@gmail.com;
5
seruanhatizebua123@gmail.com
INFO ARTIKEL
ABSTRAK
Sejarah Artikel:
Diterima: 1 September 2025
Direvisi: 17 September 2025
Disetujui: 1 Oktober 2025
Tersedia Daring: 16 Oktober
2025
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji peran dan pemanfaatan media
digital dalam meningkatkan literasi kewarganegaraan dan etika sosial di
kalangan remaja. Pesatnya perkembangan teknologi informasi telah
menjadikan media digital sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan
sehari-hari, termasuk bagi remaja. Namun, pemanfaatan yang tidak bijak
dapat menimbulkan tantangan baru, seperti penyebaran berita bohong,
perundungan siber, dan hilangnya etika sosial. Melalui metode tinjauan
pustaka, artikel ini menganalisis berbagai penelitian terdahulu tentang
efektivitas media digital dalam mempromosikan nilai-nilai
kewarganegaraan, etika, dan partisipasi publik. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa literasi digital merupakan prasyarat utama agar
media digital dapat berfungsi optimal sebagai alat pendidikan. Dengan
pendekatan yang tepat, media digital dapat menjadi sarana yang efektif
untuk menumbuhkan kesadaran kewarganegaraan dan etika sosial yang
adaptif di era modern.
Kata Kunci:
Etika Sosial
Literasi Kewarganegaraan
Media Digital
Pendidikan
Remaja
ABSTRACT
Keywords:
Civic Literacy
Digital Media
Education
Social Ethics
Teenagers
This study aims to examine the role and use of digital media in improving
civic literacy and social ethics among adolescents. The rapid development
of information technology has made digital media an integral part of
everyday life, including for adolescents. However, unwise use can pose new
challenges, such as the spread of hoaxes, cyberbullying, and the loss of
social ethics. Through a literature review method, this article analyzes
various previous studies on the effectiveness of digital media in promoting
civic values, ethics, and public participation. The results of the study show
that digital literacy is a key prerequisite for digital media to function
optimally as an educational tool. With the right approach, digital media
can be an effective means of fostering civic awareness and adaptive social
ethics in the modern era.
©2025, Margareta Ambu Kaka, Seruan Hati Zebua,
Yasinta Avni Bahagia, Rachel Fetriana Lisa, Amanda Puja
This is an open access article under CC BY-SA license
TUMOUTOU SOCIAL SCIENCE JOURNAL (TSSJ)
Vol. 2, No. 2, July 2025, page: 116-123
E-ISSN: 3048-3093
117
Margareta Ambu Kaka et.al (Penggunaan Media Digital sebagai....)
1. Pendahuluan
Globalisasi dan kemajuan teknologi informasi telah mengubah lanskap sosial, budaya, dan
politik secara fundamental. Pergeseran ini sangat terasa di kalangan generasi Z, yang tumbuh dan
berinteraksi dalam ekosistem digital. Media digital, seperti media sosial, platform video, dan
forum daring, telah menjadi sumber informasi utama dan ruang sosialisasi bagi mereka. Di satu
sisi, media digital menawarkan peluang besar untuk mengakses informasi, emaja dapat mengakses
berita, materi pembelajaran, hingga literatur global dalam hitungan detik, berpartisipasi dalam
diskusi publik, media digital memungkinkan mereka berpartisipasi dalam diskusi sosial-politik,
mengemukakan pendapat, bahkan melakukan gerakan sosial, dan memperluas jaringan sosial,
ruang digital membantu memperluas jaringan lintas wilayah, budaya, bahkan negara, sehingga
menumbuhkan sikap terbuka dan kosmopolitan (Buckingham, 2007).
Namun, di sisi lain, penggunaan media digital yang tidak terkontrol juga memunculkan
tantangan serius. Masalah seperti penyebaran informasi palsu (hoaks) yang dapat menyesatkan
opini publik dan melemahkan kepercayaan pada institusi demokrasi, perundungan siber yang
berpotensi merusak kesehatan mental generasi muda, dan radikalisme menjadi isu-isu krusial yang
mengikis fondasi etika sosial dan kesadaran kewarganegaraan (Setiadi & Sari, 2020). Oleh karena
itu, penting untuk mengarahkan penggunaan media digital agar menjadi alat yang produktif, bukan
destruktif.
Untuk menjadikan media digital sebagai alat yang produktif, perlu adanya literasi
kewarganegaraan digital. Literasi ini tidak hanya berfokus pada kemampuan teknis menggunakan
perangkat, tetapi juga mencakup keterampilan kritis dalam memilah informasi, berperilaku etis,
serta bertanggung jawab sebagai warga negara digital (digital citizenship). Rheingold (2012)
menekankan bahwa keterampilan literasi digital harus dipadukan dengan tanggung jawab sosial
agar masyarakat mampu membangun ruang publik digital yang sehat.
Di Indonesia, kebutuhan akan literasi digital semakin mendesak mengingat tingginya angka
pengguna internet dari kalangan remaja. Oleh karena itu, pembentukan karakter kewarganegaraan
digital melalui pendidikan formal, lingkungan keluarga, serta dukungan regulasi pemerintah
merupakan langkah penting agar generasi muda tidak sekadar menjadi konsumen digital,
melainkan juga produsen konten positif yang beretika.
Artikel ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana media digital dapat dimanfaatkan
secara efektif untuk meningkatkan literasi kewarganegaraan dan etika di kalangan remaja. Selain
itu, artikel ini mengidentifikasi tantangan yang perlu diwaspadai dan peluang yang dapat
dimanfaatkan untuk memperkuat kesadaran kewarganegaraan digital. Dengan demikian, media
digital diharapkan menjadi ruang yang membangun, bukan merusak, dalam perkembangan
generasi Z.
2. Metode
Artikel ini disusun berdasarkan metode studi literatur (literature review), yaitu dengan
mengkaji, menganalisis, dan mensintesis berbagai penelitian, buku, dan artikel ilmiah yang
relevan dengan topik. Tahapan yang dilakukan meliputi:
1. Identifikasi Topik: Menentukan fokus penelitian pada hubungan antara media digital, literasi
kewarganegaraan, dan etika remaja.
2. Pencarian Sumber: Menggunakan basis data akademik seperti Google Scholar, ScienceDirect,
dan JSTOR dengan kata kunci media digital, literasi kewarganegaraan, etika sosial, dan
remaja.
3. Analisis Kritis: Membaca, mengevaluasi, dan membandingkan temuan-temuan dari berbagai
sumber untuk mengidentifikasi pola, kesenjangan, dan temuan kunci.
4. Sintesis: Menggabungkan temuan-temuan tersebut menjadi sebuah argumen yang koheren
dan logis untuk menjawab pertanyaan penelitian.
TUMOUTOU SOCIAL SCIENCE JOURNAL (TSSJ)
Vol. 2, No. 2, July 2025, page: 116-123
E-ISSN: 3048-3093
118
Margareta Ambu Kaka et.al (Penggunaan Media Digital sebagai....)
Pendekatan ini memungkinkan penulis untuk menyajikan gambaran komprehensif mengenai
kondisi terkini dan potensi masa depan penggunaan media digital dalam pendidikan
kewarganegaraan.
3. Hasil dan Pembahasan
Media Digital sebagai Ruang Pembelajaran Alternatif
Media digital adalah sarana penyampaian pesan yang menggunakan teknologi berbasis digital
(komputer, internet, smartphone, dan perangkat lainnya) sehingga informasi dapat diakses,
disimpan, diproduksi, dan disebarluaskan dengan cepat. Menurut Nasrullah (2018), media digital
tidak hanya sekadar teknologi, melainkan juga ruang sosial tempat berlangsungnya interaksi,
produksi budaya, dan pertukaran informasi. Khususnya media sosial, dapat berfungsi sebagai
ruang publik virtual yang memungkinkan remaja berinteraksi dengan isu-isu sosial dan politik.
Berbeda dengan metode pembelajaran konvensional yang seringkali bersifat satu arah, media
digital menawarkan kesempatan untuk diskusi interaktif dan partisipasi aktif. Misalnya, partisipasi
dalam kampanye sosial daring dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab kolektif (Suryadi, 2018).
Beberapa karakteristik media digital, menurut McQuail (2011) dan didukung oleh Nasrullah
(2016), yaitu:
a. Interaktivitas: memungkinkan komunikasi dua arah.
b. Keterhubungan (networked): informasi saling terhubung melalui jaringan internet.
c. Kecepatan distribusi: pesan dapat menyebar secara real-time.
d. Reproduksibilitas: konten mudah digandakan, dimodifikasi, dan disebarkan kembali.
e. Multimodality: memadukan teks, gambar, audio, dan video dalam satu platform.
Media digital memiliki berbagai fungsi utama yang berperan penting dalam kehidupan sehari-
hari. Pertama, sebagai sumber informasi, media digital memudahkan masyarakat untuk mengakses
berita, pengetahuan, dan data dari berbagai belahan dunia secara cepat dan praktis. Kedua, media
digital berfungsi sebagai sarana komunikasi yang mempercepat interaksi, baik secara personal
maupun massal, melalui platform seperti media sosial, aplikasi pesan instan, dan forum daring.
Selain itu, media digital juga berperan sebagai media hiburan, karena menyediakan konten audio-
visual yang interaktif, mulai dari film, musik, hingga permainan daring. Tidak kalah penting,
media digital kini digunakan sebagai media pembelajaran yang mendukung proses belajar
mengajar melalui e-learning, simulasi, dan multimedia interaktif, sehingga pendidikan menjadi
lebih fleksibel dan inovatif.
Terdapat beberapa teori yang relevan dalam memahami fungsi dan peran media digital. Teori
Konvergensi Media yang dikemukakan oleh Jenkins (2006) menjelaskan bahwa media digital
memungkinkan terjadinya integrasi berbagai bentuk media, seperti televisi, radio, internet, dan
media cetak, ke dalam satu ekosistem yang saling terhubung. Selanjutnya, Teori Uses and
Gratifications yang diperkenalkan oleh Katz, Blumler, dan Gurevitch (1974) menekankan bahwa
pengguna secara aktif memilih media digital sesuai dengan kebutuhan mereka, baik untuk hiburan,
informasi, interaksi sosial, maupun pembentukan identitas personal. Sementara itu, Teori Mediasi
Teknologi dari Verbeek (2011) menyatakan bahwa media digital tidak hanya berfungsi sebagai
alat, tetapi juga memengaruhi cara manusia berhubungan dengan dunia, termasuk membentuk
persepsi, interaksi, dan tindakan dalam kehidupan sosial.
Pemanfaatan media digital memberikan berbagai dampak, baik positif maupun negatif. Dari
sisi positif, media digital mampu mempercepat arus informasi, membuka peluang bagi
pengembangan bisnis digital, serta mendukung kemajuan di bidang pendidikan dengan
menyediakan akses belajar yang lebih terbuka. Namun, di sisi lain, media digital juga
menghadirkan tantangan, seperti meningkatnya risiko penyebaran informasi palsu atau hoaks,
kecenderungan ketergantungan pada gawai, pelanggaran privasi, hingga polarisasi sosial yang
dapat memengaruhi kohesi masyarakat.
TUMOUTOU SOCIAL SCIENCE JOURNAL (TSSJ)
Vol. 2, No. 2, July 2025, page: 116-123
E-ISSN: 3048-3093
119
Margareta Ambu Kaka et.al (Penggunaan Media Digital sebagai....)
Literasi Digital sebagai Fondasi Utama
Literasi digital merupakan kemampuan individu untuk memahami, menggunakan,
mengevaluasi, dan menciptakan informasi dengan memanfaatkan teknologi digital. Menurut
Gilster (1997), literasi digital tidak hanya berarti kemampuan menggunakan perangkat digital,
tetapi juga keterampilan berpikir kritis dalam mengakses dan memanfaatkan informasi di dunia
maya. Sejalan dengan itu, UNESCO (2011) mendefinisikan literasi digital sebagai seperangkat
keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang diperlukan untuk berfungsi secara efektif di
lingkungan digital.
Beberapa ahli membagi literasi digital ke dalam dimensi-dimensi penting. Belshaw (2012)
menyebut ada delapan elemen literasi digital, yakni: (1) kultural, (2) kognitif, (3) konstruktif, (4)
komunikatif, (5) kepercayaan diri, (6) kreatif, (7) kritis, dan (8) bertanggung jawab. Di Indonesia,
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melalui Gerakan Nasional Literasi Digital
menekankan empat pilar literasi digital, yaitu:
a. Etika digital: kemampuan beretika dalam berinteraksi di ruang digital.
b. Keamanan digital: kemampuan melindungi diri dan data pribadi di ruang digital.
c. Budaya digital: kemampuan memahami nilai, norma, dan budaya dalam bermedia digital.
d. Kecakapan digital: kemampuan teknis dalam memanfaatkan perangkat dan aplikasi digital
(Kominfo, 2020).
Dalam dunia pendidikan, literasi digital berfungsi sebagai keterampilan dasar abad ke-21
yang wajib dimiliki siswa, guru, maupun masyarakat. Menurut Ng (2012), literasi digital tidak
hanya membantu siswa mencari informasi, tetapi juga mengajarkan cara memilah, memverifikasi,
dan mengolah informasi menjadi pengetahuan yang bermanfaat. Literasi digital juga mendorong
siswa agar lebih kritis terhadap informasi yang beredar, terhindar dari hoaks, serta mampu
memanfaatkan teknologi secara produktif, misalnya melalui e-learning, kolaborasi daring, dan
pembuatan konten kreatif.
Dalam memahami literasi digital, terdapat beberapa teori yang dapat dijadikan landasan
konseptual. Pertama, Teori Kecakapan Abad 21 yang dikemukakan oleh Trilling dan Fadel (2009)
menekankan bahwa literasi digital termasuk ke dalam keterampilan learning and innovation skills.
Keterampilan ini sangat penting dalam menghadapi perkembangan teknologi dan globalisasi,
karena peserta didik dituntut untuk mampu berpikir kritis, kreatif, berkomunikasi, dan
berkolaborasi dengan memanfaatkan media digital. Kedua, Teori Konstruktivisme yang
dipelopori oleh Vygotsky (1978) menegaskan bahwa pembelajaran yang efektif terjadi ketika
peserta didik berperan aktif dalam membangun pengetahuan melalui pengalaman dan interaksi
sosial. Literasi digital mendukung hal ini dengan menyediakan ruang digital sebagai wadah
kolaborasi, diskusi, serta berbagi ide dan informasi, sehingga proses belajar tidak lagi bersifat satu
arah, melainkan lebih interaktif dan partisipatif. Ketiga, Teori Literasi Baru (New Literacies
Theory) yang dikembangkan oleh Lankshear dan Knobel (2015) memandang literasi digital
sebagai bentuk literasi baru yang muncul dari perkembangan teknologi. Literasi ini menekankan
keterampilan berpartisipasi dalam budaya online yang bersifat partisipatif, kolaboratif, dan kreatif.
Dengan demikian, literasi digital tidak sekadar kemampuan teknis menggunakan perangkat
digital, tetapi juga mencakup aspek sosial dan budaya dalam berinteraksi di dunia maya.
Meskipun literasi digital membawa banyak manfaat, tantangan yang dihadapi tidaklah kecil.
Salah satu tantangan utama adalah rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya
keamanan digital, terutama dalam melindungi data pribadi. Selain itu, fenomena maraknya
penyebaran hoaks dan cyberbullying menjadi ancaman serius yang dapat merusak ekosistem
digital yang sehat. Masalah lain yang juga mencuat adalah adanya kesenjangan digital (digital
divide), yakni perbedaan akses dan kemampuan dalam memanfaatkan teknologi digital antara
individu maupun kelompok masyarakat. Kondisi ini dapat memperlebar jurang ketidaksetaraan,
terutama dalam bidang pendidikan. Di samping itu, masih banyak peserta didik yang kurang
TUMOUTOU SOCIAL SCIENCE JOURNAL (TSSJ)
Vol. 2, No. 2, July 2025, page: 116-123
E-ISSN: 3048-3093
120
Margareta Ambu Kaka et.al (Penggunaan Media Digital sebagai....)
terbiasa berpikir kritis dalam memilah dan memfilter informasi, sehingga rentan menerima begitu
saja konten yang belum terverifikasi kebenarannya.\
Oleh karena itu, pendidikan literasi digital perlu diintegrasikan secara lebih sistematis dalam
kurikulum formal maupun nonformal. Langkah ini penting untuk membekali generasi muda
dengan keterampilan digital yang komprehensif, sehingga mereka tidak hanya mampu
menggunakan teknologi, tetapi juga bijak, kritis, dan bertanggung jawab dalam memanfaatkannya.
Keberhasilan pemanfaatan media digital bergantung pada tingkat literasi digital remaja. Literasi
digital tidak hanya sekadar kemampuan teknis, tetapi juga mencakup kemampuan untuk
mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan informasi secara bijak (Gilster, 1997).
Tanpa literasi digital yang memadai, remaja rentan menjadi korban atau pelaku perundungan siber,
penyebaran hoaks, atau paparan konten radikal (Setiadi & Sari, 2020).
Tantangan dan Peluang
Perkembangan teknologi digital menghadirkan ruang baru bagi proses pembelajaran, namun
juga menghadirkan tantangan yang tidak kecil. Tantangan utama yang sering muncul adalah
kurangnya filter dan pengawasan terhadap informasi yang beredar di media digital. Informasi yang
berlimpah tidak selalu bermakna, karena di dalamnya terdapat risiko berita bohong (hoaks), ujaran
kebencian, hingga konten yang berpotensi menurunkan kualitas pembelajaran. Selain itu,
algoritma media sosial cenderung menciptakan fenomena echo chamber, yaitu kondisi di mana
pengguna hanya terekspos pada informasi atau pandangan yang sejalan dengan keyakinannya. Hal
ini memperkuat bias, membatasi pemahaman terhadap perspektif yang berbeda, dan dalam jangka
panjang dapat mengikis toleransi sosial (Sunstein, 2018).
Di sisi lain, media digital juga menawarkan peluang besar untuk inovasi pendidikan. Guru
dan orang tua dapat berperan aktif dengan memanfaatkan media digital untuk mengembangkan
metode pembelajaran membuat konten edukatif yang yang lebih menarik dan partisipatif.
Misalnya, seperti video pembelajaran, podcast, maupun infografis interaktif, siswa lebih mudah
memahami materi pelajaran yang abstrak. Selanjutnya, media digital dapat digunakan untuk
mengorganisasi diskusi daring tentang isu-isu kewarganegaraan, yang memungkinkan siswa
mengasah keterampilan berpikir kritis sekaligus memperkuat wawasan kebangsaan. Tidak hanya
itu, media digital juga dapat menjadi wadah bagi remaja untuk menciptakan konten positif yang
mendorong nilai etika, sopan santun, dan toleransi di dunia maya.
Pemanfaatan peluang ini sejalan dengan gagasan literasi digital abad ke-21, di mana peserta
didik tidak hanya dituntut untuk memahami teknologi secara teknis, tetapi juga untuk mampu
berpikir kritis, kreatif, komunikatif, dan kolaboratif (Trilling & Fadel, 2009). Lebih jauh, dengan
dukungan dari guru dan orang tua, media digital dapat diarahkan sebagai sarana yang memperkuat
pembelajaran berbasis nilai, sehingga generasi muda tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi
juga memiliki karakter yang kuat untuk menghadapi era digital. Dengan demikian, tantangan yang
muncul dari media digital tidak bisa dihindari, namun dapat diminimalisasi melalui literasi digital
yang baik, pendidikan karakter, serta kolaborasi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Sebaliknya, peluang yang dimiliki perlu dimanfaatkan secara maksimal untuk menciptakan ruang
pembelajaran alternatif yang inovatif, inklusif, dan membangun toleransi.
Pentingnya Kolaborasi Peningkatan literasi kewarganegaraan dan etika melalui media
digital memerlukan kolaborasi antara sekolah, keluarga, dan pemerintah.
Peningkatan literasi kewarganegaraan dan etika di era digital tidak dapat dilakukan oleh satu
pihak saja, melainkan memerlukan kolaborasi antara sekolah, keluarga, dan pemerintah. Media
digital, di satu sisi, membuka peluang besar bagi masyarakat untuk memperoleh informasi secara
cepat dan luas, tetapi di sisi lain juga berpotensi membawa dampak negatif seperti hoaks, ujaran
kebencian, polarisasi sosial, hingga perilaku menyimpang di ruang maya. Oleh karena itu,
kolaborasi yang solid menjadi kunci untuk memaksimalkan manfaat media digital sekaligus
meminimalkan risikonya.
TUMOUTOU SOCIAL SCIENCE JOURNAL (TSSJ)
Vol. 2, No. 2, July 2025, page: 116-123
E-ISSN: 3048-3093
121
Margareta Ambu Kaka et.al (Penggunaan Media Digital sebagai....)
Peran Sekolah
Sekolah memiliki posisi strategis sebagai institusi formal yang dapat mengintegrasikan
literasi digital ke dalam kurikulum pembelajaran. Guru tidak hanya bertugas menyampaikan
materi pelajaran, tetapi juga mendidik siswa agar mampu berpikir kritis, memilah informasi, serta
menggunakan media digital dengan etika yang benar. Program pembelajaran berbasis project-
based learning dan diskusi daring, misalnya, dapat menjadi sarana untuk menanamkan nilai
toleransi, tanggung jawab, dan partisipasi aktif dalam kehidupan kewarganegaraan (Lankshear &
Knobel, 2015).
Peran Keluarga
Keluarga berperan sebagai filter awal dalam membentuk karakter anak. Orang tua harus
menjadi pendamping yang aktif, bukan sekadar pengawas, dalam penggunaan media digital oleh
anak-anaknya. Menurut Livingstone dan Helsper (2008), keterlibatan orang tua dalam aktivitas
digital anak dapat mengurangi risiko paparan konten negatif dan meningkatkan kualitas
pengalaman belajar digital. Melalui komunikasi terbuka, pendampingan penggunaan gawai, serta
penanaman nilai etika, keluarga menjadi fondasi penting dalam membangun literasi
kewarganegaraan di era digital.
Peran Pemerintah
Pemerintah memiliki tanggung jawab dalam menyediakan regulasi dan kebijakan yang
mendukung ekosistem literasi digital yang sehat. Program nasional seperti Gerakan Nasional
Literasi Digital Siberkreasi yang dicanangkan Kementerian Komunikasi dan Informatika
(Kominfo) adalah contoh nyata bagaimana pemerintah dapat mendorong masyarakat untuk lebih
cakap, etis, dan bertanggung jawab dalam bermedia digital (Kominfo, 2020). Selain itu,
pemerintah juga dapat memberikan pelatihan literasi digital, mengembangkan infrastruktur
internet yang merata, serta membuat kebijakan untuk menekan penyebaran konten negatif di ruang
maya.
Sinergi dan Kolaborasi Lintas Sektor
Keberhasilan peningkatan literasi kewarganegaraan dan etika melalui media digital
bergantung pada sinergi lintas sektor. Kolaborasi sekolah, keluarga, dan pemerintah perlu berjalan
harmonis. Sekolah menjadi penggerak utama pembelajaran formal, keluarga menjadi penguat nilai
di rumah, dan pemerintah menjadi penyedia regulasi serta fasilitator program. Dengan kolaborasi
yang terstruktur, generasi muda tidak hanya melek digital secara teknis, tetapi juga memiliki
kecakapan sosial dan etika yang tinggi. Hal ini sangat penting untuk menciptakan masyarakat
digital yang demokratis, inklusif, dan toleran (Suryadi, 2018).
4. Kesimpulan
Media digital telah menjadi bagian penting dalam kehidupan generasi muda, khususnya
remaja, sebagai ruang belajar, komunikasi, hiburan, dan partisipasi publik. Di satu sisi, media
digital membuka peluang besar untuk memperluas akses informasi, meningkatkan literasi
kewarganegaraan, serta memperkuat nilai-nilai etika sosial melalui interaksi yang inklusif dan
kreatif. Namun, di sisi lain, pemanfaatannya yang tidak bijak juga menghadirkan tantangan serius,
seperti penyebaran hoaks, perundungan siber, polarisasi sosial, dan lemahnya kesadaran etika
dalam berinteraksi di ruang digital. Hasil kajian menunjukkan bahwa literasi digital menjadi
fondasi utama agar media digital dapat berfungsi optimal sebagai sarana pendidikan
kewarganegaraan. Literasi ini mencakup keterampilan teknis, berpikir kritis, etika digital,
keamanan data, serta pemahaman budaya digital.
Keberhasilan meningkatkan literasi kewarganegaraan dan etika remaja di era digital
membutuhkan kolaborasi antara sekolah, keluarga, dan pemerintah. Sekolah berperan
mengintegrasikan literasi digital ke dalam kurikulum, keluarga mendampingi dan menanamkan
nilai etika, sementara pemerintah menyediakan regulasi, infrastruktur, dan program literasi digital
nasional. Dengan pendekatan kolaboratif tersebut, media digital dapat diarahkan sebagai ruang
TUMOUTOU SOCIAL SCIENCE JOURNAL (TSSJ)
Vol. 2, No. 2, July 2025, page: 116-123
E-ISSN: 3048-3093
122
Margareta Ambu Kaka et.al (Penggunaan Media Digital sebagai....)
pembelajaran alternatif yang produktif, inovatif, dan berkarakter. Generasi muda diharapkan tidak
hanya melek teknologi, tetapi juga memiliki kesadaran kewarganegaraan digital yang tinggi, etika
sosial yang kuat, serta mampu menjadi produsen konten positif yang berkontribusi bagi
masyarakat.
5. Daftar Pustaka
Buckingham, D. (2007). Beyond technology: Children's learning in the age of digital culture. Polity
Press.
Gilster, P. (1997). Digital literacy. John Wiley & Sons.
Setiadi, A., & Sari, I. (2020). Peran Media Sosial dalam Pembentukan Karakter Generasi Z. Jurnal
Pendidikan Sosiologi dan Humaniora, 11(2), 1-12.
Suryadi, A. (2018). Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Era Digital: Tantangan dan Inovasi.
Jurnal Inovasi Pendidikan, 9(1), 45-58.
Katz, E., Blumler, J. G., & Gurevitch, M. (1974). Uses and Gratifications Research. The Public Opinion
Quarterly, 37(4), 509523.
McQuail, D. (2011). McQuail's Mass Communication Theory. London: Sage Publications.
Nasrullah, R. (2016). Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi. Bandung:
Simbiosa Rekatama Media.
Nasrullah, R. (2018). Teori dan Riset Media Siber (Cybermedia). Jakarta: Kencana.
Verbeek, P. P. (2011). Moralizing Technology: Understanding and Designing the Morality of Things.
University of Chicago Press.
Jenkins, H. (2006). Convergence culture: Where old and new media collide. New York University Press.
Moore, M. G. (1993). Theory of transactional distance. In D. Keegan (Ed.), Theoretical principles of
distance education (pp. 2238). Routledge.
Moore, M. G., & Kearsley, G. (2012). Distance education: A systems view of online learning (3rd ed.).
Wadsworth Cengage Learning.
Nasrullah, R. (2016). Media sosial: Perspektif komunikasi, budaya, dan sosioteknologi. Simbiosa
Rekatama Media.
Siagian, T. H. (2021). Pemanfaatan media digital dalam pembelajaran daring. Jurnal Pendidikan dan
Teknologi, 1(2), 4555.
Belshaw, D. (2012). The essential elements of digital literacies. EdTech.
Gilster, P. (1997). Digital literacy. Wiley.
Kominfo. (2020). Modul literasi digital: Gerakan nasional literasi digital Siberkreasi. Kementerian
Komunikasi dan Informatika RI.
Lankshear, C., & Knobel, M. (2015). New literacies: Everyday practices and social learning (3rd ed.).
McGraw-Hill Education.
Ng, W. (2012). Can we teach digital natives digital literacy? Computers & Education, 59(3), 10651078.
https://doi.org/10.1016/j.compedu.2012.04.016
Trilling, B., & Fadel, C. (2009). 21st century skills: Learning for life in our times. Jossey-Bass.
UNESCO. (2011). Digital literacy in education. UNESCO Institute for Information Technologies in
Education.
Vygotsky, L. S. (1978). Mind in society: The development of higher psychological processes. Harvard
University Press.
TUMOUTOU SOCIAL SCIENCE JOURNAL (TSSJ)
Vol. 2, No. 2, July 2025, page: 116-123
E-ISSN: 3048-3093
123
Margareta Ambu Kaka et.al (Penggunaan Media Digital sebagai....)
Livingstone, S., & Helsper, E. J. (2008). Parental mediation of children’s internet use. Journal of
Broadcasting & Electronic Media, 52(4), 581599. https://doi.org/10.1080/08838150802437396
Suryadi, D. (2018). Literasi digital dan pendidikan karakter di era milenial. Jurnal Pendidikan Karakter,
8(2), 123135. https://doi.org/10.21831/jpk.v8i2.21345
Rheingold, H. (2012). Net smart: How to thrive online. MIT Press.
Setiadi, A., & Sari, R. (2020). Tantangan literasi digital pada generasi milenial dan Z di era disrupsi.
Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan, 4(3), 3545. https://doi.org/10.36312/jisip.v4i3.1524