merupakan upaya untuk menyembunyikan dana hasil kejahatan. Oleh karena itu, tindakan
pencucian uang perlu dilihat sebagai tindak kejahatan yang harus ditindaklanjuti secara
hukum.
Menurut (Reksodiputro, 1993), sebagian masyarakat Indonesia mengartikan kejahatan
sebagai pelanggaran atas hukum pidana, baik dalam undang-undang pidana maupun dalam
perundang-undangan administrasi yang bersanksi pidana. Dengan persepsi yang demikian,
berarti kejahatan mendahului hukum (tulisan miring, pen). Maksudnya, suatu perbuatan yang
dianggap sangat merugikan masyarakat kemudian muncul hukum pidana yang bertujuan
melindungi kepentingan masyarakat. Selain itu, lanjut Reksodiputro, ada pula yang
mengartikan suatu perbuatan tertentu sebagai kejahatan karena hukum yang menyatakan
demikian. Di sini, hukum yang mendahului kejahatan (tulisan miring, pen), Maksudnya, belum
tentu hukum pidana melindungi kepentingan masyarakat secara keseluruhan karena, dapat
saja, hukum pidana hanya melindungi kepentingan sebagian kelompok masyarakat tertentu.
Dalam konteks tersebut, kelompok masyarakat tertentu itu oleh Reksodiputro disebut sebagai
kelompok yang kuat dalam masyarakat.
Munculnya berbagai bentuk kejahatan dalam dimensi baru, akhir-akhir ini, menunjukkan
bahwa kejahatan telah berkembang, termasuk kejahatan pencucian uang. Pencucian uang
sebagai salah satu jenis kejahatan ekonomi yang menjadikan bank atau non bank, sebagai
sarana untuk melakukan kejahatan pencucian uang (Nasution, 2011). Bahkan dalam
perkembangannya, Lembaga Politik seperti dalam Pemilihan Umum Langsung telah
digunakan juga sebagai sarana untuk kegiatan pencucian uang. Sebagai kejahatan yang
mendunia, kejahatan pencucian uang telah masuk dalam kelompok kegiatan organisasi-
organisasi kejahatan transnasional (Activities of Transnational Criminal Organizations) yang
meliputi the drug trafficking industry, smuggling of illegal migrants, arms trafficking,
trafficking in nuclear material, transnational criminal organizations and terrorism, trafficking
in women and children, trafficking in body parts, theft and smuggling of vehicles, money
laundering, dan jenis-jenis kegiatan lainnya.
Adanya keprihatinan tersebut tentunya sangat beralasan, sebab apabila dikaitkan dengan
ancaman atau akibat yang ditimbulkannya sangat dahsyat (insidious). Kejahatan tersebut dapat
mengancam berbagai segi atau bidang, baik keamanan, stabilitas nasional maupun
internasional, dan merupakan ancaman utama (frontal attack) terhadap kekuasaan politik dan
legislatif, dan ancaman bagi kewibawaan negara. Di samping itu, kejahatan tersebut juga
mengganggu dan mengacaukan lembaga-lembaga sosial dan ekonomi, menyebabkan
longgarnya penegakan proses demokrasi, merusak pembangunan dan menyelewengkan hasil-
hasil yang sudah dicapai, mengorbankan penduduk, mempergunakan kesempatan atas
kelengahan manusia sebagai sasarannya, memperangkap dan bahkan memperbudak golongan-
golongan masyarakat, khususnya wanita dan anak-anak dalam melakukan pekerjaan ilegal di
berbagai bidang, terutama prostitusi. Untuk itu, ada baiknya jika dilakukan identifikasi atas
ancaman yang dapat ditimbulkan oleh organisasi kejahatan transnasional dalam berbagai
bidang dan manifestasinya, yang meliputi: the threat to sovereignty; the threat to societies; the
threat to individuals; the threat to national stability and state control; the threat to democratic
values and public institutions; the threat to national economies; the threat to financial
institutions; the threat to democratization and privatization; the threat to development; and
the threat to global regimes and codes of conduct.
Adapun tujuan utama dilakukannya jenis kejahatan ini adalah untuk menghasilkan
keuntungan, baik bagi individu maupun kelompok yang melakukan kejahatan tersebut.
Menurut suatu perkiraan baru-baru ini, hasil dari kegiatan money laundering di seluruh dunia,
dalam perhitungan secara kasar, berjumlah satu triliun dolar setiap tahun (Amrullah, 2013).
Dana-dana gelap tersebut akan digunakan oleh pelaku untuk membiayai kegiatan kejahatan