IJLJ: Indonesian Journal of Law and Justice
Vol. 1, No. 2, November 2024, page: 51-55
E-ISSN: 3063-4350
51
Safira Evi et.al (Perbandingan Peran Penyidik dan....)
Perbandingan Peran Penyidik dan Penuntut Umum
dalam Sistem Hukum Acara Pidana Indonesia dan
Thailand: Studi Kasus tentang Penanganan Perkara
Korupsi
Safira Evi
a,1*
, Andrie Irawan
b,2
ab
Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Surakarta
1
safiraevi16@gmail.com;
2
andrie.ir@gmail.com
INFO ARTIKEL
ABSTRAK
Sejarah Artikel:
Diterima: 15 Agustus 2024
Direvisi: 5 September 2024
Disetujui: 20 Oktober 2024
Tersedia Daring: 1 November 2024
Penelitian ini membahas perbedaan definisi dan kewenangan penegak
hukum dalam pemberantasan korupsi di Indonesia dan Thailand. Di
Indonesia, korupsi didefinisikan dalam UU No. 20 Tahun 2001 sebagai
tindakan memperkaya diri sendiri atau orang lain secara tidak sah yang
merugikan keuangan negara atau ekonomi negara. Definisi ini lebih luas,
mencakup pihak swasta dan tindakan memperkaya diri tanpa harus
merugikan keuangan negara secara langsung. Sebaliknya, di Thailand,
Anti-Corruption Act B.E. 2546 (1999) fokus pada pejabat publik dan
tindakan yang merugikan negara. Dalam hal kewenangan penegak
hukum, terdapat persamaan antara kedua negara, seperti tugas penyidik
dan penuntut umum dalam menangani kasus korupsi. Namun,
perbedaannya mencakup aspek pengajuan penuntutan, di mana di
Thailand korban dapat ikut mengajukan tuntutan, serta perbedaan dalam
pemberian petunjuk dan penyelamatan aset negara, dengan Indonesia
mengandalkan penuntut umum dan Thailand menggunakan AMLO.
Kata Kunci:
Perbandingan
Hukum
Korupsi
ABSTRACT
Keywords:
Comparison
Law
Corruption
This study discusses the differences in the definition and authority of law
enforcement in the eradication of corruption in Indonesia and Thailand.
In Indonesia, corruption is defined in Law No. 20 of 2001 as an act of
illegally enriching oneself or others that harms the state's finances or the
country's economy. This definition is broader, covering the private sector
and the act of enriching oneself without having to directly harm the
state's finances. In contrast, in Thailand, the Anti-Corruption Act B.E.
2546 (1999) focuses on public officials and acts that harm the state. In
terms of law enforcement authority, there are similarities between the
two countries, such as the duties of investigators and public prosecutors
in handling corruption cases. However, the differences include aspects of
filing a prosecution, where in Thailand victims can participate in filing
claims, as well as differences in providing instructions and rescuing state
assets, with Indonesia relying on the public prosecutor and Thailand
using AMLO.
©2024, Safira Evi, Andrie Irawan
This is an open access article under CC BY-SA license
1. Pendahuluan
Di Indonesia, korupsi didefinisikan berdasarkan Undang-Undang Pemberantasan Tipikor
(sebagaimana didefinisikan dalam UU No.20/2001 tentang perubahan UU No.31/1999). Pasal
2 (Pelanggaran Undang-undang): Barangsiapa secara tidak sah memperkaya diri sendiri
dan/atau orang lain atau suatu perusahaan dengan cara yang merugikan keuangan Negara atau
perekonomian Negara (Rajagukguk, 2006).
IJLJ: Indonesian Journal of Law and Justice
Vol. 1, No. 2, November 2024, page: 51-55
E-ISSN: 3063-4350
52
Safira Evi et.al (Perbandingan Peran Penyidik dan....)
Istilah korupsi berasal dari bahasa latin yakni corruptio. Dalam bahasa Inggris adalah
corruption atau corrupt, dalam bahasa Perancis disebut corruption dan dalam bahasa Belanda
disebut dengan coruptie. Agaknya dari bahasa Belanda itulah lahir kata korupsi, dalam bahasa
Indonesia korup berarti busuk, buruk; suka menerima uang sogok (memakai kekuasaannya
untuk kepentingan sendiri dan sebagainya). Korupsi adalah perbuatan yang buruk (seperti
penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya (Napisa & Yustio, 2021).
Penyidikan adalah melaksanakan tugas dan wewenang selaku penyidik yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia, dengan
mempedomani Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana dan
Undang-UndangNomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (PTPK) untuk mencari serta mengumpulkan bukti-
bukti yang dangan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana korupsi yang terjadi dan
guna menemukan tersangkannya. Namun, dalam praktiknya, masih terdapat beberapa kendala
yang dihadapi oleh penyidik dan penuntut umum dalam menangani kasus korupsi. (Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Undang-Undang Nomor 8 Tahun1981
Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)).
Di Thailand, Anti-Corruption Act B.E. 2546 (1999) mengatur tentang hukuman bagi
siapa saja yang memberikan, menawarkan, atau berjanji untuk memberikan barang atau
keuntungan kepada pejabat publik dengan maksud untuk mempengaruhi orang tersebut agar
melakukan, tidak melakukan, atau menunda pelaksanaan tugasnya secara tidak benar.
Hukumannya bisa mencapai lima tahun penjara atau denda maksimal seratus ribu Baht, atau
keduanya. Selain itu, undang-undang ini juga mengharuskan orang yang memegang posisi
politik atau pejabat negara untuk menyatakan aset mereka ke Office of the National Anti-
Corruption Commission (NACC) dan memberi wewenang kepada NACC untuk menyelidiki
pejabat negara yang telah mengumpulkan kekayaan yang tidak biasa yang melanggar hukum
Thailand. (Sistem whistleblowing dan perkembangan regulasi anti korupsi di Thailand).
2. Metode
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur, yang
melibatkan pengumpulan dan analisis data dari berbagai sumber pustaka seperti buku, jurnal,
artikel, dan dokumen terkait. Data yang dikumpulkan dianalisis secara kualitatif untuk
memperoleh pemahaman mendalam mengenai topik yang diteliti. Melalui studi literatur,
penelitian ini meninjau teori, konsep, serta temuan dari penelitian-penelitian sebelumnya guna
memberikan landasan yang kuat dalam memahami isu yang diangkat (Aqil, 2020).
3. Hasil dan Pembahasan
A. Definisi korupsi dalam Undang-Undang Pemberantasan Tipikor di Indonesia (UU
No.20/2001) dengan Anti-Corruption Act B.E. 2546 (1999) di Thailand.
Dari segi hukum, pengertian korupsi diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan ketentuan tersebut, korupsi digolongkan
menjadi 30 bentuk/jenis tindak pidana korupsi.Pasal-pasal ini merinci tindakan korupsi apa
saja yang dapat diancam hukuman pidana 30 bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut pada
dasarnya dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Kerugian keuangan negara
b. Suap menyuap
c. Penggelapan dalam jabatan
IJLJ: Indonesian Journal of Law and Justice
Vol. 1, No. 2, November 2024, page: 51-55
E-ISSN: 3063-4350
53
Safira Evi et.al (Perbandingan Peran Penyidik dan....)
d. Pemerasan
e. Benturan kepentingan dalam pengadaan
f. Perbuatan curang
g. Gratifikasi.
Pengertian korupsi menurut para Ahli:
1. Juniadi Suwartojo
Korupsi didefinisikan sebagai pelanggaran terhadap norma-norma yang telah ditetapkan
oleh satu orang atau lebih dengan menggunakan atau menyalahgunakan kekuasaan atau
kesempatan dalam proses pengadaan, dalam menentukan jumlah pendapatan, atau dalam
penyediaan fasilitas atau layanan lain yang diperlukan untuk penyelewengan dana
tindakan atau perbuatan seseorang (Pratama & Sebyar, 2024). Aktivitas seperti
penyelewengan uang atau aset atau pemberian lisensi atau layanan lain untuk keuntungan
pribadi atau kolektif merugikan kepentingan perekonomian negara dan masyarakat baik
secara langsung maupun tidak langsung.
2. Mubrayanto
Korupsi didefinisikan, di mata generasi muda, elit terpelajar, dan pekerja biasa, sebagai
masalah politik dan bukan masalah ekonomi yang mempengaruhi legitimasi dan
legitimasi pemerintah (Syauki et al., 2022). Akibat dari korupsi ini adalah berkurangnya
dukungan terhadap pemerintah dari kelompok elit di tingkat negara bagian dan kabupaten.
Pasal 1 Anti-Corruption Act B.E. 2546 (1999) mendefinisikan korupsi sebagai tindak
pidana yang dilakukan oleh pejabat publik, termasuk:
a. Menyuap: Memberi, menawarkan, atau berjanji untuk memberikan barang atau
keuntungan kepada pejabat publik dengan maksud untuk mempengaruhi orang
tersebut agar melakukan, tidak melakukan, atau menunda pelaksanaan tugasnya secara
tidak benar (Pasal 2)
b. Menyalahgunakan kekuasaan: Menggunakan kekuasaan untuk keuntungan pribadi
atau untuk keuntungan orang lain (Pasal 3)
c. Melakukan pemerasan: Memaksa orang lain untuk memberikan barang atau
keuntungan dengan ancaman akan melakukan tindakan yang merugikan (Pasal 4)
d. Melakukan konflik kepentingan: Melakukan tindakan yang menguntungkan diri
sendiri atau orang lain yang berhubungan dengan jabatannya, dan tindakan tersebut
merugikan kepentingan publik (Pasal 5)
e. Melakukan pencucian uang: Melakukan tindakan untuk menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul uang yang diperoleh dari tindak pidana (Pasal 6)
f. Melakukan pelanggaran lainnya yang terkait dengan jabatannya: Melakukan tindakan
lain yang melanggar hukum dan dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan
keuntungan pribadi atau untuk keuntungan orang lain (Pasal 7).
Perbandingan dengan Definisi Korupsi di Indonesia: Definisi korupsi dalam Anti-
Corruption Act B.E. 2546 (1999) Thailand berbeda dengan definisi korupsi dalam Undang-
Undang Pemberantasan Tipikor di Indonesia (UU No.20/2001). UU Pemberantasan Tipikor
Indonesia lebih luas cakupannya. UU ini mencakup tidak hanya pejabat publik, tetapi juga
pihak swasta yang terkait dengan jabatannya. Selain itu, UU ini juga mencakup perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain yang berhubungan dengan jabatannya, meskipun tidak
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Yomnak et al., 2024).
B. Persamaan dan Perbedaan Kewenangan dan Tugas Penyidik dan Penuntut Umum
dalam Menangani Kasus Korupsi di Indonesia dan Thailand.
Baik di Indonesia maupun Thailand, penyidik dan penuntut umum memiliki peran krusial
dalam menangani kasus korupsi (Swandaru, 2024). Berikut adalah beberapa persamaan
kewenangan dan tugas mereka:
IJLJ: Indonesian Journal of Law and Justice
Vol. 1, No. 2, November 2024, page: 51-55
E-ISSN: 3063-4350
54
Safira Evi et.al (Perbandingan Peran Penyidik dan....)
Persamaan:
1. Penyidikan: Baik di Indonesia maupun Thailand, penyidik memiliki kewenangan
untuk melakukan penyidikan terhadap kasus korupsi. Hal ini meliputi:
a. Menerima dan menyelidiki laporan atau pengaduan tentang tindak pidana korupsi.
b. Melakukan penyelidikan untuk mengumpulkan alat bukti.
c. Melakukan penyitaan dan penahanan terhadap tersangka atau barang bukti.
d. Melakukan pemeriksaan terhadap tersangka, saksi, dan ahli.
e. Menyusun dan mengirimkan berkas perkara kepada penuntut umum.
2. Penuntutan: Baik di Indonesia maupun Thailand, penuntut umum memiliki
kewenangan melakukan penuntutan terhadap tersangka kasus korupsi meliputi:
a. Mempelajari berkas perkara yang diajukan oleh penyidik.
b. Melakukan pemeriksaan tambahan terhadap tersangka, saksi, dan ahli.
c. Menentukan apakah akan melakukan penuntutan atau tidak.
d. Menyusun surat dakwaan dan melimpahkan perkara ke pengadilan.
e. Mewakili negara di persidangan dan menuntut hukuman bagi terdakwa.
Perbedaan:
1. Pengajuan Penuntutan: Di Indonesia, hanya penuntut umum yang berwenang untuk
mengajukan penuntutan terhadap tersangka kasus korupsi. Di Thailand, selain
penuntut umum, korban tindak pidana korupsi juga berhak untuk mengajukan
penuntutan secara mandiri (private prosecution) atau bersama-sama dengan penuntut
umum (joint prosecution).
2. Pemberian Petunjuk: Di Indonesia, penuntut umum berwenang untuk memberikan
petunjuk kepada penyidik selama proses penyidikan. Di Thailand, penyidik tidak
tunduk pada petunjuk penuntut umum, dan mereka memiliki kewenangan penuh untuk
melakukan penyidikan secara independen.
3. Penyelamatan Aset Negara: Di Indonesia, penuntut umum berwenang untuk
melakukan upaya penyelamatan aset negara yang menjadi hasil tindak pidana korupsi.
Di Thailand, kewenangan ini dipegang oleh lembaga khusus yang bernama Anti-
Money Laundering Office (AMLO) (Anisya et al., 2021).
4. Kesimpulan
Definisi Korupsi: Di Indonesia: UU Pemberantasan Tipikor No. 20 Tahun 2001
cakupannya lebih luas, termasuk pihak swasta dan perbuatan memperkaya diri tanpa
merugikan keuangan negara. Sedangkan Thailand: Anti-Corruption Act B.E. 2546 (1999)
fokus pada pejabat publik dan perbuatan yang merugikan negara/ekonomi negara.
Kewenangan Penegak Hukum memiliki persamaan dan perbedaan diantaranya:
Persamaan:
1. Penyidik: Menerima laporan, menyelidiki, mengumpulkan alat bukti,
menyita/menahan tersangka, memeriksa tersangka/saksi/ahli, dan menyusun berkas
perkara.
2. Penuntut Umum: Mempelajari berkas perkara, memeriksa tambahan, menentukan
penuntutan, menyusun surat dakwaan, melimpahkan perkara, mewakili negara di
persidangan, dan menuntut hukuman.
Perbedaan:
1. Pengajuan Penuntutan: Indonesia: hanya penuntut umum. Thailand: penuntut umum
dan korban (private prosecution/joint prosecution).
2. Pemberian Petunjuk: Indonesia: penuntut umum berwenang memberi petunjuk kepada
penyidik. Thailand: penyidik tidak tunduk pada petunjuk penuntut umum.
3. Penyelamatan Aset Negara: Indonesia: penuntut umum. Thailand: AMLO.
IJLJ: Indonesian Journal of Law and Justice
Vol. 1, No. 2, November 2024, page: 51-55
E-ISSN: 3063-4350
55
Safira Evi et.al (Perbandingan Peran Penyidik dan....)
5. Daftar Pustaka
Anisya, A. F., Hafrida, H., & Erwin, E. (2021). Studi Perbandingan Penuntutan Perkara Pidana
dalam Perspektif Sistem Pembuktian Menurut Hukum Acara Pidana Indonesia dan
Thailand. PAMPAS: Journal of Criminal Law https://mail.online-
journal.unja.ac.id/Pampas/article/view/14876
Aqil, A. D. C. (2020). Studi Kepustakaan Mengenai Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan
Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit: Literature study of service quality towards patients
satisfaction In Hospitals Jurnal Ilmiah Pamenang.
https://jurnal.stikespamenang.ac.id/index.php/jip/article/view/58
Napisa, S., & Yustio, H. (2021). Korupsi di Indonesia (penyebab, bahaya, hambatan dan upaya
pemberantasan, serta regulasi) Kajian Literatur Manajemen Pendidikan dan Ilmu Sosial.
Jurnal Manajemen Pendidikan dan Ilmu Sosial.
https://dinastirev.org/JMPIS/article/view/595
Pratama, R. A., & Sebyar, M. H. (2024). Perlindungan Hukum terhadap Whistleblower dalam
Perkara Tindak Pidana Korupsi Oleh Pemerintah Kota Pangkalpinang. Aliansi: Jurnal
Hukum, Pendidikan dan Sosial Humaniora
https://journal.appihi.or.id/index.php/Aliansi/article/view/291
Rajagukguk, E. (2006). Pengertian keuangan negara dan kerugian negara. In Keuangan
Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi” . academia.edu.
https://www.academia.edu/download/53069695/Keuangan_Negara_Dan_Keruneg.pdf
Swandaru, A. (2024). Analisis Yuridis Peran Kejaksaan dalam Penuntutan Terdakwa Tindak
Pidana Korupsi yang Melarikan Diri ke Luar Negeri. Tadulako Master Law Journal.
http://jurnal.fakum.untad.ac.id/index.php/TMLJ/article/view/1093
Syauki, A., Fasa, M. I., & Suharto, S. (2022). Corruption: Not A Taboo For Indonesians.
Indonesian Journal of Accounting .
https://mail.ijab.ubb.ac.id/index.php/ijab/article/view/4
Yomnak, T., Chaiwat, T., Poopunpanich, S., & ... (2024). A Social Network Analysis of
Information Diffusion for Anti-Corruption Cooperation in Thailand. In Thailand and The
. so05.tci-thaijo.org. https://so05.tci-
thaijo.org/index.php/TER/article/download/270078/181213/1075114