nasabah yang ditagih hutangnya tersebut. Saat ini begitu banyak kasus yang terjadi
di masyarakat tentang perbuatan debt collector yang melawan hukum, seperti
mengintimidasi, melakukan penekanan, pengancaman, dan teror. Sehingga
membuat profesi debt collector ini menjadi pokok pembicaraan masyarakat,
sejumlah seluk beluk profesi ini terus dibahas, mulai dari kewenangan, kuasa, serta
perilaku menurut kode etiknya.
2) Perlindungan Data Pribadi
Selama ini, pertanggungjawaban dari perusahaan Peer to Peer Lending justru
dilakuakan dengan menyalahgunakan data-data pribadi pengguna layanan. Modus
penyalahgunaan dilakukan dengan mengakses data-data pribadi, seperti nomor
telepon, gambar dan lain-lain yang terdapat dalam akun pengguna layanan.
Perusahaan biasanya akan mengintimidasi data-data tersebut kepada debitur
(penerima pinjaman) yang gagal bayar untuk segera melakukan pembayaran.
Bentuk pelanggaran yang dilakukan fintech itu adalah pemanfaatan data pribadi
pengguna yang tidak sesuai peruntukan dan tupoksinya. Salah satunya adalah
nomor telepon konsumen. Data ini kemudian dilakuakn untuk penagihan, kemudian
ditelepon kerabat-kerabat terdekat (peminjam). Itu sudah mengambil data di luar
tujuan yang disepakati di awal.
Pola semacam ini di satu sisi mungkin akan mendorong debitur untuk
membayar angsuran, namun di sisi lain, perusahaan justru merugikan debitur
dikarenakan mengeksploitasi data pribadinya untuk kepentingan perusahaan
sebagai pelaksanaan atas tanggungjawabnya sendiri.
Data pribadi dibagi menjadi dua kategori, yaitu data pribadi nonsensitif dan
data pribadi sensitif. Perbedaan data non-sensitif dan data sensitif terletak pada
tingkat kebahayaan yang akan dirasakan kepada individu jika terjadi pengolahan
data tanpa persetujuan. Data sensitif biasanya mendapatkan perlindungan hukum
yang lebih besar. Data tersebut di antaranya informasi yang menyangkut etnisitas,
pendapat politik, agama dan kepercayaan, keanggotaan dari organisasi
perdagangan, data yang berhubungan dengan kesehatan dan kehidupan seks
seseorang.
Mengenai pencantuman identitas untuk melakukan perjanjian, tentunya harus
dilakukan sesuai hukum, hal ini erat kaitannya dengan data pribadi yang diatur
dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016
tentang Perlindungan Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik.
Data Pribadi adalah data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan
dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya. Data perseorangan tertentu
adalah setiap keterangan yang benar dan nyata yang melekat dan dapat
diidentifikasi, baik langsung maupun tidak langsung, pada masing-masing individu
yang pemanfaatannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Sehingga
dapat dikatakan bahwa identitas dalam melakukan perjanjian pinjaman dalam
fintech tersebut termasuk dalam data pribadi, yang dimiliki oleh pemilik data
pribadi, yaitu individu yang padanya melekat data perseorangan tertentu. Pada pasal
26 huruf a menyatakan bahwa pemilik data pribadi berhak atas kerahasiaan data
pribadinya. Dalam Pasal 2 ayat (2) Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem
Elektronik mencakup perlindungan terhadap perolehan, pengumpulan, pengolahan,
penganalisisan, penyimpanan, penampilan, pengumuman, pengiriman,
penyebarluasa, dan pemusnahan Data Pribadi.