IJLJ: Indonesian Journal of Law and Justice
Vol. 1, No. 2, November 2024, page: 111-121
E-ISSN: 3063-4350
111
Baren Sipayung (Analisis Yuridis Pembentukan dan.)
Analisis Yuridis Pembentukan dan Sinergitas Korps
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas
Tipikor) Polri dalam Upaya Pemberantasan Korupsi
di Indonesia
Baren Sipayung
Politeknik Bisnis Kaltara, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara
*
baren.sipayung@gmail.com
INFO ARTIKEL
ABSTRAK
Sejarah Artikel:
Diterima: 17 Agustus 2024
Direvisi: 6 September 2024
Disetujui: 21 Oktober 2024
Tersedia Daring: 1 November 2024
Korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang mengakar kuat dalam
struktur sosial dan politik di Indonesia. Pemberantasan korupsi menjadi
agenda penting yang menuntut strategi adaptif dan sinergis. Salah satu
langkah strategis adalah pembentukan Korps Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri, yang bertujuan untuk
mengoptimalkan pemberantasan korupsi melalui sinergi dan koordinasi
antar lembaga penegak hukum. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif dengan metode yuridis-normatif untuk mengkaji pembentukan
Kortas Tipikor Polri, menganalisis tugas dan fungsinya, serta menelaah
sinergitasnya dengan lembaga lain seperti KPK dan BPK. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pembentukan Kortas Tipikor Polri merupakan
langkah strategis yang dapat memperkuat upaya pemberantasan korupsi.
Selain itu, penelitian ini mengidentifikasi beberapa tantangan dalam
pembentukan Kortas Tipikor, seperti potensi tumpang tindih penanganan
kasus dan urgensi pengaturan yang jelas mengenai batasan tugas dan
wewenang antara Kortas Tipikor dengan lembaga penegak hukum
lainnya. Sinergitas antara Kortas Tipikor Polri, KPK, dan BPK, serta peran
serta masyarakat, menjadi kunci keberhasilan dalam memberantas
korupsi.
Kata Kunci:
Kortas Tipikor Polri
Pemberantasan Korupsi
KPK
BPK
KUHP Nasional
ABSTRACT
Keywords:
Supreme Audit Agency;
Corruption Eradication
Commission; Corruption Task
Force of the National Police;
Corruption Eradication;
Criminal Code Law
Corruption is an extraordinary crime deeply rooted in Indonesia's social
and political structures. Combating corruption is a critical agenda
requiring adaptive and synergistic strategies. One strategic step is the
establishment of the Corruption Eradication Task Force (Kortas Tipikor)
within the Indonesian National Police (Polri), aimed at optimizing anti-
corruption efforts through synergy and coordination among law
enforcement agencies. This research employs a qualitative approach using
a normative-juridical method to examine the formation of Kortas Tipikor
Polri, analyze its duties and functions, and assess its synergy with other
institutions such as the Corruption Eradication Commission (KPK) and the
Audit Board of Indonesia (BPK). The findings indicate that the formation of
Kortas Tipikor Polri is a strategic step that can strengthen anti-corruption
efforts. Additionally, the study identifies several challenges in establishing
Kortas Tipikor, such as the potential overlap in case handling and the need
for clear regulations regarding the division of duties and authority between
Kortas Tipikor and other law enforcement agencies. The synergy between
Kortas Tipikor Polri, KPK, BPK, and community involvement is key to
achieving success in eradicating corruption.
©2024, Baren Sipayung
This is an open access article under CC BY-SA license
IJLJ: Indonesian Journal of Law and Justice
Vol. 1, No. 2, November 2024, page: 111-121
E-ISSN: 3063-4350
112
Baren Sipayung (Analisis Yuridis Pembentukan dan.)
1. Pendahuluan
Korupsi merupakan ancaman laten yang menggerogoti sendi-sendi kehidupan berbangsa
dan bernegara di Indonesia, merusak tatanan ekonomi, sosial, dan politik, serta menghambat
kemajuan pembangunan nasional. Pemberantasan korupsi adalah aspek krusial dalam
pembangunan negara yang berkelanjutan dan adil (Nakesya Raihana Ismawan, 2013), karena
selain merugikan ekonomi, korupsi juga merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah
dan institusi negara. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memberantas korupsi, mulai dari
pembentukan lembaga khusus seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga
penguatan kerangka hukum melalui peraturan perundang-undangan. Namun, perjalanan
pemberantasan korupsi di Indonesia tidaklah mudah. Dinamika politik dan hukum, serta
kompleksitas modus operandi korupsi, menuntut strategi yang adaptif dan sinergis.
Salah satu langkah strategis yang diambil pemerintah dalam merespons tantangan
tersebut adalah pembentukan Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor)
Polri. Inisiasi pembentukan Kortas Tipikor ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan untuk
mengoptimalkan pemberantasan korupsi melalui sinergi dan koordinasi yang lebih baik antar
lembaga penegak hukum. Kortas Tipikor diharapkan dapat menjadi motor penggerak dalam
upaya pemberantasan korupsi, bersama-sama dengan KPK dan lembaga penegak hukum
lainnya. Hal ini diperkuat dengan keterangan dari Jubir KPK (Antara, 2024) bahwa
pembentukan Kortas Tipikor Polri tidak akan menimbulkan tumpang tindih kewenangan,
melainkan sinergi yang memperkuat pemberantasan korupsi di Indonesia, sejalan dengan
pandangan bahwa upaya pemberantasan korupsi memerlukan kolaborasi multi-instansi untuk
mencapai tujuan bersama. Hal tersebut juga diperkuat dengan gagasan dalam RUU Polri agar
menekankan urgensi pengawasan dan kontrol terhadap kepolisian untuk mencegah
penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran HAM, serta pentingnya transparansi dan
akuntabilitas dalam proses penegakan hukum, termasuk dalam pemberantasan korupsi
(Badan Keahlian DPR RI, 2024).
Padahal, akhir ini lembaga yang memiliki tugas dan fungsi sejenis seperti Kejaksaan
Agung mengalami penguatan secara internal sehingga mendapatkan dukungan masyarakat
yang cukup tinggi. Hal tersebut diperkuat dengan hasil survei Lembaga Survei Indonesia
(LSI) menunjukkan peningkatan kepercayaan publik terhadap Kejaksaan Agung sebesar 74
persen, yang dipicu oleh langkah tegas Kejaksaan dalam mengungkap kasus korupsi berskala
besar, seperti kasus di PT Timah dengan kerugian negara mencapai Rp271 triliun, serta
keterlibatan sejumlah figur publik, sehingga publik menilai keberanian dan keseriusan
Kejaksaan dalam menindak kasus-kasus penting (Hanan, 2024). Selain itu, terdapat instruksi
Jaksa Agung kepada seluruh jaksa (Tim Detikcom, 2021) untuk mengedepankan hati nurani
dan profesionalisme dalam tugasnya, selaras dengan asas oportunitas yang memberi jaksa
kewenangan untuk menuntut atau tidak menuntut suatu perkara berdasarkan kepentingan
umum, sesuai dengan Pasal 35 huruf c UU No. 16 Tahun 2004, serta Putusan MK No.
29/PUU-XIV/2016 yang menjamin keadilan dan perlakuan hukum yang sama; Angka 6 butir
(1) Pedoman Jaksa Agung 3/2019, jaksa juga dapat mengajukan tuntutan bebas jika
kesalahan terdakwa tidak terbukti, unsur tindak pidana tidak terpenuhi, atau bukti yang
diajukan tidak sah atau kurang kuat (AdminICJR, 2024; Munawaroh, 2024).
Tentu saja tidak sedikit yang meragukan urgensi pembentukan Kortas Tipikor di mata
publik. Misalnya, IM57+ Institute (Aslendra, 2024) meragukan efektivitas Kortas Tipikor
Polri dalam memberantas korupsi internal, mengingat lambannya penanganan kasus dugaan
pemerasan yang melibatkan mantan Ketua KPK, Firli Bahuri, dan minimnya hasil dari
penanganan kasus korupsi oleh Polri sebelumnya, sehingga menantang Kortas Tipikor untuk
membuktikan kinerjanya tanpa melemahkan KPK dan mengembalikan kepercayaan publik
terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia. Di sisi lain, terdapat dukungan JAN
IJLJ: Indonesian Journal of Law and Justice
Vol. 1, No. 2, November 2024, page: 111-121
E-ISSN: 3063-4350
113
Baren Sipayung (Analisis Yuridis Pembentukan dan.)
(Tondowatu, 2024) yang dilatarbelakangi oleh integrasi mantan pegawai KPK, Kortas
Tipikor Polri hadir dengan struktur yang lengkap untuk menjadi solusi pemberantasan
korupsi di Indonesia, namun tetap dihadapkan pada tantangan menjaga independensi dan
objektivitas, terutama dalam menangani kasus internal.
Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2024 menjadi payung hukum bagi pembentukan
Kortas Tipikor Polri. Peraturan ini mengamanatkan tugas dan fungsi Kortas Tipikor dalam
pemberantasan korupsi, mulai dari penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan tindak
pidana korupsi (Republik Indonesia, 2024). Selain itu, Kortas Tipikor juga memiliki peran
penting dalam upaya pencegahan korupsi melalui sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat.
Dalam konteks pemberantasan korupsi, sinergitas antara Kortas Tipikor Polri dengan
lembaga lain seperti KPK dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menjadi sangat krusial.
KPK, dengan pengalaman dan keahliannya dalam penanganan kasus korupsi, dapat menjadi
mitra strategis bagi Kortas Tipikor dalam meningkatkan kapasitas dan efektivitas kinerja.
Sementara itu, BPK memiliki peran penting dalam melakukan audit dan pemeriksaan
terhadap kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi, yang hasilnya dapat
menjadi alat bukti dalam proses penyidikan dan penuntutan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara mendalam pembentukan Kortas Tipikor
Polri, menganalisis tugas dan fungsinya dalam upaya pemberantasan korupsi, serta menelaah
sinergitasnya dengan lembaga lain seperti KPK dan BPK. Dengan menggunakan pendekatan
kualitatif dan metode yuridis-normatif, penelitian ini akan menganalisis peraturan
perundang-undangan, dokumen resmi, dan literatur yang relevan untuk memberikan
pemahaman yang komprehensif mengenai Kortas Tipikor Polri dan perannya dalam
pemberantasan korupsi di Indonesia.
2. Metode
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode yuridis-normatif yang
bertujuan mengkaji pembentukan Kortas Tipikor Polri serta menilai sinergitasnya dengan
lembaga lain dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Data yang dianalisis
merupakan data sekunder yang terdiri dari peraturan perundang-undangan, literatur,
dokumen resmi, dan sumber-sumber relevan lainnya. Proses pengumpulan data dilakukan
melalui studi dokumen dan literatur, sementara analisis data dilaksanakan dengan pendekatan
kualitatif melalui interpretasi dan argumentasi hukum. Hasil analisis kemudian disintesis
untuk merumuskan kesimpulan dan rekomendasi yang relevan terkait pembentukan Kortas
Tipikor Polri serta kontribusinya dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
3. Hasil dan Pembahasan
Korupsi di Indonesia telah menjadi fenomena kejahatan luar biasa yang mengakar kuat
dalam struktur sosial dan politik, merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Berbagai langkah telah diupayakan untuk memberantas praktik korupsi, mulai dari
pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga pengaturan melalui regulasi
yang bertujuan untuk mencegah dan menindak korupsi. Meskipun terdapat lembaga yang
khusus dibentuk untuk menangani isu ini, tantangan yang dihadapi tetap besar. Kasus-kasus
korupsi yang melibatkan pejabat publik, pengusaha, serta masyarakat umum terus
bermunculan, menunjukkan bahwa upaya pemberantasan yang ada belum sepenuhnya efektif
(Suyanto et al., 2023).
Pembentukan Kortas Tipikor di lingkungan Polri dilatarbelakangi oleh beberapa faktor
signifikan. Pertama, maraknya kasus korupsi yang melibatkan pejabat publik dan sektor
swasta mengindikasikan bahwa upaya yang ada belum mencapai hasil yang diharapkan.
Kedua, terdapat kebutuhan mendesak untuk meningkatkan sinergi dan koordinasi antara
lembaga penegak hukum dalam penanganan kasus korupsi. Ketiga, pembentukan Kortas
IJLJ: Indonesian Journal of Law and Justice
Vol. 1, No. 2, November 2024, page: 111-121
E-ISSN: 3063-4350
114
Baren Sipayung (Analisis Yuridis Pembentukan dan.)
Tipikor dimaksudkan sebagai wadah bagi mantan penyidik KPK yang kini berstatus
Aparatur Sipil Negara (ASN) di Polri, sehingga keahlian dan pengalaman mereka dalam
memberantas korupsi dapat dimanfaatkan secara maksimal (Manullang et al., 2023;
Sipayung & Wahyudi, 2024). Dengan langkah strategis ini, pemerintah berharap dapat
memperkuat kolaborasi antara Polri dan KPK, dengan tujuan utama meningkatkan efektivitas
pemberantasan korupsi di Indonesia.
Regulasi yang mendasari pembentukan Kortas Tipikor, yaitu Peraturan Presiden Nomor
122 Tahun 2024, mencerminkan komitmen pemerintah untuk memberantas korupsi secara
komprehensif. Peraturan ini diharapkan dapat memperkuat struktur organisasi Polri dalam
melaksanakan tugas pemberantasan korupsi. Dengan jelasnya tugas dan fungsi Kortas
Tipikor yang diatur dalam peraturan ini, seperti penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
tindak pidana korupsi, diharapkan proses penanganan kasus dapat dilakukan secara sistematis
dan terarah.
Dalam konteks pencegahan korupsi, Kortas Tipikor diharapkan aktif dalam melakukan
sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya korupsi serta pentingnya integritas
dalam kehidupan sehari-hari. Melalui kegiatan pencegahan ini, diharapkan kesadaran
masyarakat akan isu korupsi dapat meningkat, sehingga praktik-praktik korupsi dapat
diminimalisir sejak dini.
Selanjutnya, Kortas Tipikor diharapkan dapat menjalin kerjasama yang solid dengan
berbagai pihak, termasuk lembaga pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil. Kerjasama ini
penting untuk menciptakan sinergi dalam upaya pemberantasan korupsi secara komprehensif
dan terintegrasi. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, Kortas Tipikor harus mematuhi
prinsip-prinsip penegakan hukum yang adil dan transparan. Proses penyidikan dan
penuntutan perlu mengedepankan hak asasi manusia dan prinsip keadilan, sehingga Kortas
Tipikor tidak hanya berfungsi sebagai penegak hukum, tetapi juga sebagai pelindung hak-hak
masyarakat.
Sinergitas antara Kortas Tipikor dan KPK sangat penting dalam pemberantasan korupsi.
KPK sebagai lembaga berpengalaman memiliki berbagai keahlian dan sumber daya yang
dapat dimanfaatkan oleh Kortas Tipikor. Pertukaran informasi dan data terkait kasus korupsi
yang ditangani oleh kedua lembaga merupakan salah satu bentuk sinergi yang dapat
dilakukan. Selain itu, KPK dapat memberikan pelatihan dan bimbingan teknis kepada
anggota Kortas Tipikor, terutama mereka yang baru beralih dari KPK ke Polri. Pemanfaatan
pengalaman KPK diharapkan dapat mempercepat adaptasi anggota Kortas Tipikor dan
meningkatkan kapasitas mereka dalam menangani kasus korupsi.
Penting untuk memastikan pengaturan yang jelas mengenai batasan tugas dan wewenang
antara Kortas Tipikor dan KPK guna mencegah tumpang tindih dalam penanganan kasus.
Koordinasi yang baik diharapkan dapat menciptakan sinergi yang saling melengkapi dan
mendukung dalam upaya pemberantasan korupsi. Selain itu, BPK memiliki peran penting
dalam pengawasan keuangan negara. Kemudian, BPK berperan penting dalam pencegahan
dan pemberantasan korupsi dengan memberikan rekomendasi perbaikan sistem pengelolaan
keuangan negara, mengidentifikasi potensi celah korupsi melalui pemeriksaan, mengawasi
pelaksanaan rekomendasi, serta melakukan pemeriksaan investigasi untuk mengungkap fakta
dan kerugian negara yang dapat digunakan sebagai dasar tindakan hukum lebih lanjut
(Sipayung, Susmiyati, et al., 2024). Dalam melakukan pemeriksaan investigasi untuk
mengungkapkan dugaan tindak pidana korupsi (Nasir, 2024), BPK tidak hanya melihat dari
perspektif akuntansi tetapi juga dari perspektif hukum sehingga bukti-bukti yang didapatkan
oleh auditor dapat dikonversi menjadi alat bukti yang sah menurut KUHP dan membuat
aturan baru terkait mekanisme tuntutan perbendaharaan yang dapat secara efektif
mengembalikan kerugian Negara/ Daerah.
IJLJ: Indonesian Journal of Law and Justice
Vol. 1, No. 2, November 2024, page: 111-121
E-ISSN: 3063-4350
115
Baren Sipayung (Analisis Yuridis Pembentukan dan.)
Adapun sinergitas antara Kortas Tipikor dan BPK dapat memperkuat pemberantasan
korupsi, terutama dalam hal penghitungan kerugian keuangan negara. Kerjasama ini
mencakup audit dan pemeriksaan terhadap kasus korupsi yang berhubungan dengan kerugian
negara. Hal tersebut sejalan dengan Renstra BPK 20202024 yang mengadopsi Model
Kematangan Organisasi Akuntabilitas yang dikembangkan oleh US Government
Accountability Office dan diterapkan oleh INTOSAI untuk meningkatkan efektivitas
pengawasan keuangan, memperdalam wawasan kebijakan publik, serta mempersiapkan
tinjauan alternatif masa depan dalam upaya memberantas korupsi (Badan Pemeriksa
Keuangan, 2020b).
Dalam pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
(Sipayung, Nur, et al., 2024), BPK kerap menemukan indikasi kerugian negara yang nyata
dan terukur akibat perbuatan melawan hukum, baik disengaja maupun karena kelalaian,
dengan kewenangan mencakup penilaian dan penetapan kerugian (Pasal 10 ayat (1) dan (2)
UU BPK), pemantauan penyelesaiannya (Pasal 10 ayat (3) UU BPK), serta pemberian
pertimbangan terkait penyelesaian tersebut (Pasal 11 huruf b UU BPK). Berkaitan penentuan
adanya kerugian keuangan negara, BPK dapat menyediakan data dan informasi yang
diperlukan oleh Kortas Tipikor dalam proses penyidikan. Kerjasama yang erat ini diharapkan
mempercepat proses penghitungan kerugian keuangan negara dan menjadikan hasil audit
BPK sebagai alat bukti dalam proses penyidikan dan penuntutan kasus korupsi. Meskipun
BPK memiliki otoritas utama dalam hal ini, peran hakim di pengadilan juga penting, karena
hakim dapat mengevaluasi kerugian berdasarkan fakta persidangan dan menetapkan
jumlahnya, meskipun secara konstitusional, kewenangan tersebut tetap berada di BPK
(Mahkamah Agung, 2016). Hasil perhitungan kerugian negara oleh BPK yang sering
memakan waktu lama dapat menghambat proses penetapan tersangka, sedangkan pengaturan
dalam KUHP bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 31/PUU-X/2012
yang menegaskan bahwa penegak hukum, selain dapat berkoordinasi dengan BPK, juga
diperbolehkan bekerja sama dengan instansi lain atau bahkan membuktikan sendiri kerugian
negara di luar temuan lembaga negara tersebut (Fadhilah et al., 2024). Terdapat pula
pendapat (Pangihutan et al., 2024) bahwa kewenangan KPK untuk melakukan penyitaan
dan/atau perampasan aset dapat dilaksanakan berdasarkan penilaian atau penetapan BPK
melalui Keputusan BPK sesuai Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006
tentang BPK, meskipun dalam praktiknya terdapat kekosongan norma terkait penetapan
pengadilan pada putusan kasasi dalam kasus yang sedang berjalan.
Fleksibilitas dalam pemberian keterangan ahli oleh BPK menjadi nilai tambah, di mana
lembaga tersebut dapat menyampaikan pandangan ahli tanpa harus selalu bergantung pada
laporan hasil pemeriksaan (Badan Pemeriksa Keuangan, 2020a). Ketentuan ini
memungkinkan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk memperoleh informasi dari BPK,
meskipun laporan penghitungan kerugian belum tersedia, sehingga APH dapat
memanfaatkan keterangan tersebut sejak tahap awal penanganan kasus korupsi. Sinergi
antara Kortas Tipikor dan BPK dapat diwujudkan melalui strategi komunikasi yang efektif,
meliputi pembukaan jalur komunikasi yang rutin dan transparan di setiap tahap pemeriksaan.
Kolaborasi berkala antara Kortas Tipikor, KPK, dan BPK sangat penting untuk
membahas perkembangan, mengatasi hambatan, dan menyusun strategi dalam
pemberantasan korupsi. Joint investigation melalui pembentukan tim gabungan penyidik dan
auditor BPK diharapkan mampu mengoptimalkan pengumpulan serta analisis bukti. Di
samping itu, pelatihan bersama dapat meningkatkan keterampilan audit investigatif dan
teknik penyidikan, sekaligus memperkuat profesionalisme dan integritas personel. Akses
yang lebih terbuka bagi APH terhadap hasil pemeriksaan BPK juga diharapkan mempercepat
proses penyelesaian perkara korupsi.
IJLJ: Indonesian Journal of Law and Justice
Vol. 1, No. 2, November 2024, page: 111-121
E-ISSN: 3063-4350
116
Baren Sipayung (Analisis Yuridis Pembentukan dan.)
Sinergi yang erat antara APH dan BPK memiliki urgensi tinggi, namun masih
menghadapi kendala, terutama dalam ketiadaan mekanisme deklarasi hasil penghitungan
kerugian keuangan negara oleh APIP. Untuk menjawab tantangan ini, diperlukan pedoman
yang mengatur tahapan serta metodologi penghitungan, alokasi sumber daya pemeriksa, dan
sinergi kelembagaan antara BPK dan APH. Hal ini bertujuan agar proses deklarasi dapat
dilaksanakan secara efektif dan efisien, serta memperkuat akuntabilitas dalam pemberantasan
tindak pidana korupsi. Di sisi lain, pertanggungjawaban pengembalian kerugian Negara yang
disebabkan oleh Bendahara masih mengalami dualisme yaitu melalui penetapan uang
pengganti pada mekanisme peradilan dan penetapan Majelis Tuntutan Perbendaharaan BPK
di luar mekanisme peradilan (Prayudha & Sigalingging, 2024; Sipayung, Nur, et al., 2024).
Kepatuhan terhadap prinsip independensi masing-masing lembaga dalam sinergitas ini
harus selalu dijunjung tinggi. Kortas Tipikor perlu menjaga integritas dan profesionalisme
dalam menjalankan tugas, sementara BPK harus tetap berpegang pada prinsip audit yang
objektif. Kerjasama yang baik diharapkan dapat terjalin tanpa konflik kepentingan. Selain
itu, sosialisasi kepada masyarakat mengenai peran BPK dalam pemberantasan korupsi
sangatlah penting. Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang fungsi dan tugas BPK
akan mendorong masyarakat untuk lebih aktif berpartisipasi dalam pengawasan penggunaan
anggaran negara dan melaporkan praktik-praktik korupsi.
Salah satu tantangan utama dalam pembentukan Kortas Tipikor adalah menghindari
tumpang tindih penanganan kasus korupsi antara Kortas Tipikor, KPK, dan BPK. Pengaturan
yang jelas mengenai batasan tugas dan fungsi masing-masing lembaga perlu disusun melalui
regulasi rinci. Selain itu, perlu ada mekanisme koordinasi yang efektif antara ketiga lembaga,
termasuk pertemuan rutin dan pembentukan tim gabungan. Dengan koordinasi yang baik,
penanganan kasus korupsi diharapkan dapat dilakukan secara lebih terintegrasi. Evaluasi
berkala terhadap kinerja Kortas Tipikor, KPK, dan BPK juga penting untuk mengetahui
sejauh mana masing-masing lembaga menjalankan tugas dan mengidentifikasi potensi
tumpang tindih. Evaluasi ini menjadi dasar untuk perbaikan dan penguatan dalam upaya
pemberantasan korupsi di Indonesia.
Perubahan yang dibawa oleh Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) baru, khususnya terkait perluasan definisi kerugian keuangan negara, berpotensi
mengubah pendekatan dalam penanganan tindak pidana korupsi. Keberadaan Pasal 630
KUHP merupakan implementasi dari preferensi hukum Lex Generalis Derogate Legi
Specialis dan Lex Posteriori Derogate Legi Priori, ketika terdapat pengaturan ganda antara
Undang-Undang Korupsi dan KUHP, namun KUHP juga menerapkan asas In Dubio Pro
Reo, yang berarti bahwa ketika mempertimbangkan dua peraturan yang mengatur hal yang
sama, aturan yang lebih menguntungkan bagi tersangka atau terdakwa yang digunakan
(Suyanto et al., 2023).
Adapun Jaksa Agung (Martiar, 2023) mengusulkan definisi yang lebih jelas atas frasa
"merugikan perekonomian negara" dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk
memberikan kepastian hukum, baik dalam pembuktian langsung maupun melalui
perhitungan kerugian negara. Perekonomian negara, sebagaimana dijelaskan dalam
Penjelasan Umum UU Tipikor (Republik Indonesia, 2019), merujuk pada sistem ekonomi
yang disusun atas dasar asas kekeluargaan atau usaha mandiri masyarakat yang berlandaskan
kebijakan pemerintah di tingkat pusat maupun daerah, sesuai peraturan perundang-undangan,
guna mewujudkan manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Di sisi lain,
Yenti Garnasih (Martiar, 2023), pakar hukum pidana, berargumen bahwa definisi yang lebih
luas efektif dalam mencakup beragam bentuk kerugian, sehingga memudahkan proses
pembuktian di pengadilan tanpa membatasi cakupan hukum.
IJLJ: Indonesian Journal of Law and Justice
Vol. 1, No. 2, November 2024, page: 111-121
E-ISSN: 3063-4350
117
Baren Sipayung (Analisis Yuridis Pembentukan dan.)
Sementara, Muhdar (Muhdar, 2024) berpendapat bahwa tindak pidana korupsi tidak
hanya mencakup tindakan melawan hukum yang memperkaya individu atau pihak lain, tetapi
juga meliputi pemborosan keuangan negara yang secara administratif legal namun merugikan
kepentingan publik dan mengurangi aset negara. Pendekatan ini sejalan dengan pandangan
Jaksa Agung untuk memperjelas definisi dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
sehingga ruang lingkup kerugian ekonomi dapat mencakup bentuk penyalahgunaan dana
publik lainnya. Meskipun penghitungan kerugian perekonomian negara melibatkan berbagai
disiplin ilmu dan cukup kompleks (Ramadana & Said, 2024), penerapannya tetap
memungkinkan, sebagaimana dalam beberapa putusan pengadilan yang telah
mempertimbangkan dampak perbuatan korupsi terhadap kerugian perekonomian negara
sebagai yurisprudensi, termasuk dalam perkara importasi tekstil yang melibatkan Ahli
Perekonomian Negara dengan pendekatan economics losses dan penghitungan pengeluaran
yang hilang yang mencerminkan penurunan penyerapan tenaga kerja akibat korupsi.
Walaupun Penjelasan Pasal 603 KUHP baru tidak secara eksplisit menetapkan BPK
sebagai otoritas utama, namun hasil audit BPK tetap dapat dijadikan bukti pendukung dalam
penyidikan KPK sebagai lembaga negara yang berwenang melakukan audit keuangan
(Republik Indonesia, 2023). Perdebatan antara pendekatan Jaksa Agung dan Yenti Garnasih
muncul karena ketidakjelasan definisi “kerugian perekonomian negara” dalam hukum positif.
Jaksa Agung mengusulkan definisi yang spesifik untuk memperkuat kepastian hukum dan
instrumen pemidanaan. Namun, pendekatan ini dianggap dapat mengurangi fleksibilitas
aparat dalam pembuktian. Kasus tambang timah 271 T di Bangka Belitung (BBC News
Indonesia, 2024), misalnya, menunjukkan kompleksitas dalam menentukan kerugian
ekonomi tanpa panduan definisi yang jelas, terlebih ketika pro justitia menuntut audit oleh
lembaga seperti BPK atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Terlebih, BPKP memiliki tugas berat agar tidak tumpang tindih dengan fungsi Badan
Pengendalian Pembangunan dan Investigasi Khusus (BPPIK) yang baru terbentuk, yang
dibentuk untuk memantau dan mengawasi pelaksanaan anggaran serta investigasi khusus,
yang juga memiliki mandat serupa dalam memastikan optimalisasi anggaran dan efektivitas
program pembangunan pemerintah (Nugroho, 2024).
Yenti Garnasih berpendapat bahwa definisi luas memberikan ruang yang memadai untuk
mencakup berbagai bentuk kerugian ekonomi akibat korupsi, meskipun dapat menambah
tantangan dalam pembuktian (Martiar, 2023). Prinsip bahwa kerugian harus “nyata dan pasti”
menjadi kendala bagi BPK dalam menyatakan adanya kerugian ekonomi negara, terutama
mengingat belum adanya formulasi hukum yang spesifik dari pemerintah. Dalam hal
"kerugian keuangan negara" yang lebih konkret, lembaga audit seperti BPKP dapat bergerak
cepat. Namun, tanpa kejelasan mengenai “kerugian perekonomian negara” yang lebih
abstrak, aparat hukum mengalami dilema dalam memastikan keadilan yang pasti. Di sisi
sebaliknya, terdapat skeptisisme terhadap kemampuan lembaga penegak hukum dalam
menegakkan pasal-pasal KUHP nasional ini secara efektif, diperparah oleh kekhawatiran
terkait korupsi internal, sehingga beberapa pihak menggarisbawahi pentingnya reformasi
sistem peradilan dan lembaga penegak hukum guna menjamin efektivitas penerapan KUHP
tersebut (Siregar & Shafira, 2024).
Pemahaman komprehensif terkait definisi dan ruang lingkup kerugian keuangan negara
menjadi krusial untuk mencegah perbedaan interpretasi yang menghambat penegakan
hukum. Sosialisasi perubahan dalam KUHP baru perlu ditingkatkan kepada aparat penegak
hukum dan masyarakat guna meningkatkan pemahaman dan dukungan terhadap
pemberantasan korupsi. Evaluasi dampak dari penerapan UU KUHP baru secara berkala
sangat diperlukan untuk menilai efektivitasnya dalam pencegahan korupsi dan untuk menjadi
dasar penyempurnaan kebijakan. Partisipasi aktif masyarakat sebagai pengawas praktik
IJLJ: Indonesian Journal of Law and Justice
Vol. 1, No. 2, November 2024, page: 111-121
E-ISSN: 3063-4350
118
Baren Sipayung (Analisis Yuridis Pembentukan dan.)
korupsi diharapkan dapat memperkuat transparansi dan akuntabilitas publik, serta
mewujudkan integritas dalam sistem hukum yang efektif (Sipayung & Wahyudi, 2022).
4. Kesimpulan
Pembentukan Kortas Tipikor Polri merupakan langkah strategis dalam memperkuat
upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Kortas Tipikor memiliki peran krusial dalam
penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan tindak pidana korupsi, serta dalam upaya
pencegahan melalui sosialisasi dan edukasi antikorupsi. Sinergitas Kortas Tipikor dengan
KPK dan BPK menjadi kunci keberhasilan dalam memberantas korupsi, dengan tetap
memperhatikan independensi dan profesionalisme masing-masing lembaga. KPK, dengan
pengalaman dan keahliannya, dapat menjadi mitra strategis bagi Kortas Tipikor, sedangkan
BPK berperan penting dalam audit dan pemeriksaan kerugian keuangan negara.
Pembentukan Kortas Tipikor Polri menunjukkan penerapan teori criminal justice system
yang menekankan pentingnya koordinasi dan sinergi antar lembaga penegak hukum dalam
penanggulangan kejahatan. Selain itu, pembentukan Kortas Tipikor juga sejalan dengan teori
deterrence yang bertujuan untuk memberikan efek jera bagi pelaku korupsi melalui
penegakan hukum yang tegas dan efektif.
Dalam implementasinya, Kortas Tipikor Polri perlu mengembangkan strategi manajerial
yang efektif untuk mengoptimalkan kinerjanya. Hal ini meliputi pengembangan sistem
rekrutmen berbasis kompetensi yang transparan, peningkatan kapasitas anggota Kortas
Tipikor melalui pelatihan berkelanjutan, pemanfaatan teknologi informasi untuk efisiensi
penanganan kasus korupsi, serta pengawasan internal ketat untuk mencegah penyimpangan
menjadi langkah-langkah strategis dalam menjamin kualitas sumber daya manusia dan
efektivitas kerja.
Keberhasilan Kortas Tipikor Polri dalam memberantas korupsi tidak hanya bergantung
pada penegakan hukum yang tegas, tetapi juga pada upaya pencegahan yang komprehensif.
Partisipasi aktif masyarakat dalam pengawasan dan pelaporan praktik korupsi menjadi
faktor penting dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi.
5. Daftar Pustaka
AdminICJR. (2024). ICJR Apresiasi Jaksa Tuntut Bebas Kasus Landak Jawa, Hal yang Sama
Juga Penting di Kasus Lain. Icjr.or.Id. https://icjr.or.id/icjr-apresiasi-jaksa-tuntut-bebas-
kasus-landak-jawa-hal-yang-sama-juga-penting-di-kasus-lain/
Antara. (2024). KPK: Pemberantasan Korupsi Tidak Tumpang Tindih Dengan Kortas Tipikor.
Benuantakaltara. https://benuanta.co.id/index.php/2024/10/18/kpk-pemberantasan-
korupsi-tidak-tumpang-tindih-dengan-Kortas Tipikor/156656/18/11/42/
Aslendra, R. (2024). IM57+ Institute: Bongkar Dugaan Pemerasaan Firli Saja Lemah, Polri
Sok-sokan Bentuk Kortas Tipikor. Inilah.Com. https://www.inilah.com/im57-institute-
bongkar-dugaan-pemerasaan-firli-saja-lemah-polri-sok-sokan-bentuk-Kortas Tipikor
Badan Keahlian DPR RI. (2024). Naskah Akademik RUU tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. In
puupolhukham.dpr.go.id (pp. 1111). DPR RI. https://puupolhukham.dpr.go.id/simas-
puu/detail-ruu/id/14
Badan Pemeriksa Keuangan. (2020a). Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2020 tentang
Pemeriksaan Investigatif, Penghitungan Kerugian Negara/Daerah, dan Pemberian
Keterangan Ahli (pp. 123). https://peraturan.bpk.go.id/Details/136142/peraturan-bpk-no-
1-tahun-2020
IJLJ: Indonesian Journal of Law and Justice
Vol. 1, No. 2, November 2024, page: 111-121
E-ISSN: 3063-4350
119
Baren Sipayung (Analisis Yuridis Pembentukan dan.)
Badan Pemeriksa Keuangan. (2020b). Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2020 tentang Rencana
Strategis Badan Pemeriksa Keuangan Tahun 2020-2024. In LN.2020/No.246.
https://peraturan.bpk.go.id/Details/150481/peraturan-bpk-no-3-tahun-2020
BBC News Indonesia. (2024). Korupsi Tambang Timah Timbulkan Kerugian Negara Rp271
Triliun - Siapa Pemain Utama dan Bagaimana Dampaknya pada Lingkungan? BBC
Indonesia. https://www.bbc.com/indonesia/articles/cq5vvjj592qo
Fadhilah, M., Zulkarnain, I., Yulianto, H., & Satory, A. (2024). Sejarah Hukum Pidana
Material Indonesia: Urgensi Pembaharuan dan Permasalahan Pasca Pengesahan KUHP
Baru. Jurnal Prisma Hukum, 8(1), 1329.
https://jurnalhost.com/index.php/jph/article/view/633/869
Hanan, D. (2024). LSI: Kepercayaan Publik pada Kejaksaan Agung Meroket Hingga 74
Persen. Sikap Publik Terhadap Putusan KPU, Persidangan MK, Dan Isu Nasional.
https://www.antaranews.com/berita/4063764/lsi-kepercayaan-publik-pada-kejaksaan-
agung-meroket-hingga-74-persen
Mahkamah Agung. (2016). Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 tentang
Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016
Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan (pp. 120). Mahkamah Agung
Republik Indonesia.
Manullang, S. O., Kusumadewi, Y., Verawati, Siburian, H. K., Siburian, H., & Sipayung, B.
(2023). Problematika Hukum atas Pembentukan Perubahan Kedua atas UU KPK. Journal
on Education, 05(02), 48854897.
Martiar, N. A. D. (2023). Jaksa Agung Ingin Kerugian Perekonomian Negara Didefinisikan.
Kompas.Id. https://www.kompas.id/baca/polhuk/2023/11/28/jaksa-agung-wacanakan-
definisi-kerugian-perekonomian-negara
Muhdar, M. (2024). Perluasan Makna Tindak Pidana Korupsi terhadap Pemborosan
Keuangan Negara.
Munawaroh, N. (2024). Bolehkah Jaksa Menuntut Bebas Terdakwa? Hukumonline.Com.
https://doi.org/10.1088/1751-8113/44/8/085201
Nakesya Raihana Ismawan. (2013). Kasus Korupsi Bank Century: Kerugian Negara Kasus
Century Rp.689,39 M dan Rp.6,76 T. In academia.edu.
https://d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net/116241410/NAKESYA_R_I_UAS_PKN-
libre.pdf?1718985623=&response-content-
disposition=inline%3B+filename%3DKasus_Korupsi_Bank_Century_Kerugian_Nega.pdf
&Expires=1730731541&Signature=c~tCf~xAzILjLgVYgw4XncpnBSZVJFZMz6J0-
mixE
Nasir, C. (2024). Follow Up Report of Examination Result Of Supreme Audit Agency For
State Financial Management: Tindak Lanjut Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa
Keuangan. Al-Mahkamah: Jurnal Hukum, Politik Dan Pemerintahan, 01(01), 125.
https://journal.syamilahpublishing.com/index.php/mahkamah/article/view/246%0Ahttps://
journal.syamilahpublishing.com/index.php/mahkamah/article/download/246/75
Nugroho, N. P. (2024). Fungsi Badan Pengendalian Pembangunan dan Investigasi Khusus
yang Dibentuk Prabowo. Tempo.Co. https://nasional.tempo.co/read/1933144/fungsi-
badan-pengendalian-pembangunan-dan-investigasi-khusus-yang-dibentuk-prabowo
Pangihutan, T., Sibuea, H. P., & Sugeng. (2024). Kewenangan Penyidik dan Penuntut Umum
IJLJ: Indonesian Journal of Law and Justice
Vol. 1, No. 2, November 2024, page: 111-121
E-ISSN: 3063-4350
120
Baren Sipayung (Analisis Yuridis Pembentukan dan.)
KPK untuk Melakukan Perampasan Aset Terdakwa yang Belum Diputus oleh Pengadilan
dalam Kasus Tindak Pidana Korupsi. INNOVATIVE: Journal Of Social Science Research,
4(5), 8. https://j-innovative.org/index.php/Innovative/article/view/13113
Prayudha, A., & Sigalingging, B. (2024). Mekanisme Pengembalian Kerugian Keuangan
Negara Akibat Proyek Gagal. Hukum Inovatif: Jurnal Ilmu Hukum Sosial Dan
Humaniora, 1(4), 295308. https://journal.lpkd.or.id/index.php/Humif/article/view/867
Ramadana, Z., & Said, Y. M. (2024). Sulitnya Pembuktian Kerugian Perekonomian Negara
Pada Perkara Korupsi. Prestisius Hukum Brilliance.
https://journalpedia.com/1/index.php/phb/article/view/1453
Republik Indonesia. (2019). Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. In LN.2019/NO.197, TLN NO.6409. Kementerian Hukum dan HAM RI.
https://jurnalfisip.uinsby.ac.id/index.php/politique/article/view/182%0Ahttps://jurnalfisip.
uinsby.ac.id/index.php/politique/article/download/182/198
Republik Indonesia. (2023). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2023
Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. LN.2023/No.1, TLN No.6842;
Kementerian Hukum dan HAM RI. https://peraturan.bpk.go.id/Details/234935/uu-no-1-
tahun-2023
Republik Indonesia. (2024). Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2024 tentang Perubahan
Kelima atas Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan
Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia (pp. 111). Kementerian Hukum dan
HAM RI.
Sipayung, B., Nur, I. T., & Kurnia, M. P. (2024). Dualisme Kewenangan Penetapan Kerugian
Negara oleh BPK dengan Penetapan Uang Pengganti oleh Badan Peradilan dalam
Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah yang Dilakukan oleh Bendahara. JIIP - Jurnal
Ilmiah Ilmu Pendidikan, 7(5), 46484656.
https://doi.org/https://doi.org/10.54371/jiip.v7i5.4342
Sipayung, B., Susmiyati, H. R., & Nur, I. T. (2024). Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi:
Upaya BPK dalam Bingkai Hak Asasi Manusia. Aliansi: Jurnal Hukum, Pendidikan Dan
Sosial Humaniora, 1(2), 100114. https://doi.org/https://doi.org/10.62383/aliansi.v1i2.135
Sipayung, B., & Wahyudi, A. (2022). Penerapan Good Governance dalam Rangka
Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik yang Berintegritas di Lingkungan Badan
Pemeriksa Keuangan. Jurnal Pendidikan Tambusai, 6(2), 1232314334.
Sipayung, B., & Wahyudi, A. (2024). Pretrial Determination of Suspects in Corruption Cases:
A Critical Analysis of Judge Sarpin Rizaldis Decision and Its Implications for Combating
Corruption in Indonesia. Journal of Progressive Law and Legal Studies, 2(03), 225236.
https://doi.org/10.59653/jplls.v2i03.1084
Siregar, D. A., & Shafira, R. (2024). Analisis Pasal Kontroversial Pasal tentang Koruptor.
Suyanto, Siburian, H. K., Nugroho, E. S., Manullang, S. O., & Sipayung, B. (2023).
Comparative Analysis of Corruption Criminal Regulations Between the New Criminal
Law and the Corruption Act. Awang Long Law Review, 5(2), 535544.
https://doi.org/10.56301/awl.v5i2.753
IJLJ: Indonesian Journal of Law and Justice
Vol. 1, No. 2, November 2024, page: 111-121
E-ISSN: 3063-4350
121
Baren Sipayung (Analisis Yuridis Pembentukan dan.)
Tim Detikcom. (2021). Jaksa Agung soal Akhirnya Tuntut Bebas Valencya: Kedepankan
Nurani. DetikNews. https://news.detik.com/berita/d-5823841/jaksa-agung-soal-akhirnya-
tuntut-bebas-valencya-kedepankan-nurani
Tondowatu, A. (2024). JAN: Pembentukan Kortas Tipikor Bukan Sekadar Lembaga Tapi
Solusi Pemberantasan Korupsi. Detikdjakarta.Com. https://detikdjakarta.com/jan-
pembentukan-Kortas Tipikor-bukan-sekadar-lembaga-tapi-solusi-pemberantasan-korupsi/