2. Metode
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan arkeologi hukum, yaitu
pendekatan yang menelusuri lapisan-lapisan wacana hukum dalam sejarah untuk memahami
bagaimana sistem hukum pada berbagai periode di Pulau Jawa berkontribusi terhadap
melemahnya struktur negara hingga terjadinya kegagalan negara. Penelitian ini juga
menggunakan metode studi literatur, yaitu pengumpulan dan analisis data melalui berbagai
sumber tertulis, baik primer maupun sekunder. Sumber primer yang dikaji meliputi prasasti
hukum, naskah-naskah hukum tradisional Jawa, dokumen kolonial, piagam kerajaan, dan karya
filologis yang telah diterbitkan. Sementara itu, sumber sekunder mencakup buku-buku sejarah
politik Jawa, kajian arkeologi dan epigrafi, literatur hukum adat, serta teori-teori terkait
arkeologi pengetahuan, hukum kritis, dan konsep negara gagal.
3. Hasil dan Pembahasan
Entitas Negara Kerajaan Majapahit
Entitas politik Negara kerajaan Majapahit yang waktu itu, membentang dari yang kini
merupakan wilayah propinsi Jawa Timur membentang sampai :
a. Sumatera meliputi: Jambi, Palembang, Dharmasaraya, Kandis, Kahwas, Siak , Rokan
Mandailing, Panai, Kampe, Haru , Tamiang, Perlak, Samudra, Lamuri, Barus, Batan,
Lampung.
b. Kalimantan meliputi: Kapuas, Katingan, Sampit, Kota Lingga, Kota Waringin, Sambas,
Lawai, Kandngan, Singkawang, Tirem, Landa, Sedu, Barune, Sukadana, Seludung,
Selot, Pasir, Barito, Sawaku, Tabalung, Tanjung Kutei, Malano.
c. Semenanjung tanah melayu meliputi: Pahang, Langkasuka, Kelantan, Saiwang, Nagor,
Paka, Muar, Dungun, Tumasik, Kelang, Kedah, Jerai
d. Daerah Sebelah Timur pulau Jawa meliputi: Bali, Badahulu, Lo Gajah, Gurun, Sukun
Taliwung, Dompo, Sapi, Gunung Api, Seram, hutan Kadali, Sasak, Bantayan, Luwuk,
Makasar, Buton, Banggawi,Kunir, Galian, Salayar, Sumba, Muar ( Saparua), Solor,
Bima, Wandan (Banda), Ambon, atau Maluku, Wanin, Seran, Timor .
Wilayah itu lebih luas dari negara Republik Indonesia sekarang ini, menyiratkan
pengalaman masalah yang lebih besar dari negara masa silam, pada sisi skala wilayah dan sikap
pengelola negaranya, yang melibatkan kerusakan adalah sistem hukum yang dibuatnya.
Kerusakan tragis dari sistem hukum merupakan akibat tragis yang tidak terduga dan tidak
disengaja dari upaya-upaya pengelolaan pemerintahan terbaik mereka, sulit bagi para elite
menahan diri dalam memanen sumber kekuasaan bersama, yang menjadi tragedi perebutan
kekuasaan terhadap Negara, bukan karena bodoh dan primitive, masyarakat yang menjadi
penduduk di Negara itu. Tergolong masyarakat yang paling kreatif paling maju dan berhasil
pada jamannya misalnya seperti Kerajaan Majapahit bisa mencapai tujuan kemakmuran, yang
gemah ripah loh jinawai
Ibukota negeri yang luar biasa, membuat inovasi, efisiensi dan ketrampilan arsitektur
menunjukan kemampuan intelektual pada jamannya, membawa sensasi yang masih dirasakan
oleh para wisatawan yang terpikat pada reruntuhan bangunan istana itu. Namun sekarang ini
hanya dihuni oleh petani yang tidak berpengalaman mengolah pertanian, di tengah hiruk pikuk
kota modern (Setiawan, 2022). Saya sebagai peneliti, bertanya-tanya, datang dari mana para
petani yang menghuni areal ini, dan kemana para bangsawan dan satria itu pergi dan apa yang
menyebabkan konstruksi bangunan dan istana negara itu hancur beserta seluruh arsitektur,
seni lukis patung itu musnah, padahal dahulu pernah memperindah kehidupan ibu kota
Majapahit dan telah menjadi model kota kerajaan di Jawa. Namun sekarang ini, saat saya
berdiri disini keindahan itu hanyalah romatika masa lalu, dan hanyalah belantara tanah-tanah