3. Hasil dan Pembahasan
Hasil wawancara dengan lima informan menunjukkan bahwa kurangnya fasilitas dan
sarana prasarana merupakan tantangan utama dalam perkembangan pencak silat di Kota
Tangerang Selatan. Deni Asmara, seorang guru silat Tapak Suci, mengungkapkan bahwa
“banyak perguruan yang terpaksa berlatih di tempat yang tidak memadai, sehingga kualitas
pelatihan pun terpengaruh.” Temuan ini sejalan dengan penelitian oleh (Tambaip & Tjilen,
2023), yang menunjukkan bahwa infrastruktur yang buruk dapat menghambat perkembangan
atlet dan minat masyarakat untuk berlatih dalam berbagai cabang olahraga. Tambaip & Tjilen
juga menekankan bahwa fasilitas yang baik sangat penting untuk memberikan pengalaman
pelatihan yang positif bagi para atlet.
Ahmad Maulana, ketua Perguruan Silat Al Qoyyum, juga menyampaikan pendapat
yang sejalan dengan Deni. Ia menyatakan, “Siswa tidak mendapatkan cukup waktu untuk
belajar dan berlatih pencak silat, padahal olahraga ini sangat penting untuk membangun
karakter.” Pernyataan ini selaras dengan argumen yang dikemukakan oleh (Khairunnisa dkk.,
2024), yang menjelaskan bahwa pendidikan jasmani di sekolah seharusnya mengakomodasi
seni bela diri tradisional, termasuk pencak silat, untuk meningkatkan kesadaran siswa tentang
warisan budaya mereka. Khairunnisa menegaskan bahwa kurikulum yang mencakup pencak
silat dapat membantu generasi muda memahami dan menghargai budaya lokal, serta
membangun disiplin dan rasa percaya diri.
Fitrah Febri Salam, pelatih pencak silat di MS Jalan Enam Pengasinan, menyoroti
minimnya dukungan dari pemerintah. Ia menyatakan, “Minimnya dukungan dalam bentuk
fasilitas dan promosi pencak silat menjadi kendala besar bagi perkembangan kami.”
Pandangan ini sejalan dengan penelitian (Amali, t.t.), yang menyatakan bahwa dukungan
kebijakan pemerintah sangat penting dalam pengembangan olahraga tradisional.
Gufron, pengurus Pencak Silat Padjajaran Cimande, menekankan pentingnya kompetisi
untuk pengembangan atlet. Ia mengungkapkan, “Kegiatan kompetisi yang terbatas membuat
para atlet tidak memiliki kesempatan untuk mengasah kemampuan dan meraih pengalaman.”
Penelitian oleh (Elzas, 2022) mendukung temuan ini dengan menunjukkan bahwa frekuensi
kompetisi yang rendah dapat mempengaruhi motivasi dan kinerja atlet.
Delima Bungsu Andy, ketua IPSI Kota Tangerang Selatan, menambahkan bahwa
kolaborasi antara perguruan silat dan pemerintah sangat penting. Ia menyatakan, “Kami perlu
bekerja sama untuk mengatasi tantangan ini dan menciptakan lingkungan yang mendukung
bagi pencak silat di Kota Tangerang Selatan.” Pendapatnya mencerminkan pentingnya
kerjasama lintas sektor untuk meningkatkan fasilitas dan kesempatan berlatih bagi para atlet.
Secara keseluruhan, hasil penelitian menunjukkan bahwa tantangan yang dihadapi oleh
perguruan pencak silat di Kota Tangerang Selatan meliputi kurangnya fasilitas, minimnya
waktu pelajaran, dukungan dari pemerintah, dan terbatasnya kompetisi. Untuk mengatasi
masalah ini, diperlukan kolaborasi antara perguruan silat, pemerintah, dan masyarakat untuk
menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan pencak silat dan meningkatkan
partisipasi masyarakat.
4. Kesimpulan
Penelitian ini menemukan bahwa perkembangan pencak silat di Kota Tangerang
Selatan menghadapi beberapa tantangan utama, yaitu keterbatasan fasilitas sarana dan
prasarana serta minimnya jam pelajaran pencak silat di sekolah-sekolah. Informan dari
berbagai perguruan silat mengungkapkan bahwa kurangnya tempat latihan yang memadai
berdampak pada kualitas pelatihan, sementara integrasi pencak silat ke dalam kurikulum
pendidikan jasmani sangat diperlukan agar siswa dapat lebih mengenal dan berlatih olahraga
ini. Dukungan dari pemerintah, baik dalam penyediaan fasilitas maupun penyelenggaraan