I M E J
Innovations in Multidisciplinary Education Journal
Vol. 1, No. 2, November 2024, page: 80-86
E-ISSN: 3064-0180
80
Nur Amalia Zahra et.al (Penolakan Kebijakan Relokasi dan….)
Penolakan Kebijakan Relokasi dan Implikasinya
terhadap Hak Asasi Pedagang di Cisoka,
Kabupaten Tangerang
Nur Amalia Zahra
a,1
, Siti Mariyatul Koimah
b,2
, Abi Robian
c,3
a,b,c
Universitas Pamulang, Tangerang Selatan, Banten
1
araamalia21@gmail.com;
2
Mariyatulkoimah@gmail.com;
3
dosen00900@unpam.ac.id
INFO ARTIKEL
ABSTRAK
Sejarah Artikel:
Diterima: 2 September 2024
Direvisi: 23 September 2024
Disetujui: 27 Oktober 2024
Tersedia Daring: 1 November 2024
Penelitian ini menelaah penolakan kebijakan relokasi yang diatur dalam
PERBUP Kabupaten Tangerang No. 60 Tahun 2016 oleh pedagang di
Kecamatan Cisoka. Temuan menunjukkan mayoritas pedagang menolak
kebijakan tersebut karena larangan bagi pedagang kaki lima (PKL) di pasar
baru dan kebijakan pengenaan biaya bagi masyarakat yang ingin melintas.
Dampaknya signifikan terhadap pendapatan pedagang, yang berpotensi
menurunkan taraf hidup mereka. Penolakan ini mencerminkan masalah
hak asasi manusia (HAM), khususnya hak pedagang untuk berusaha dan
memperoleh penghidupan layak. Ketidakpuasan muncul akibat kebijakan
yang tidak mendukung serta pengenaan biaya untuk akses publik.
Penelitian ini menekankan pentingnya melibatkan pedagang dalam
perumusan kebijakan yang berkaitan dengan penghidupan mereka.
Pemerintah diharapkan meninjau kembali kebijakan relokasi agar lebih
inklusif dan memperhatikan aspirasi serta kebutuhan masyarakat. Secara
keseluruhan, penelitian ini memberikan wawasan tentang dampak negatif
kebijakan relokasi yang tidak mempertimbangkan kebutuhan dan hak
pedagang, serta pentingnya pendekatan yang lebih adil dan berkelanjutan
dalam penyusunan kebijakan untuk mendukung kesejahteraan
masyarakat secara keseluruhan.
Kata Kunci:
kebijakan relokasi
pedagang kaki lima (PKL)
hak asasi manusia (HAM)
pendapatan pedagang
kesejahteraan masyarakat
ABSTRACT
Keywords:
relocation policy
street vendors (PKL)
human rights (HAM)
traders' income
community welfare
This study examines the rejection of the relocation policy stipulated in
PERBUP Kabupaten Tangerang No. 60 of 2016 by traders in the Cisoka
District. Findings indicate that the majority of traders oppose the policy due
to the prohibition of street vendors (PKL) in the new market and the
imposition of fees for public access. This situation significantly impacts the
traders' income, potentially lowering their standard of living. The rejection
reflects human rights issues, specifically the traders' right to work and earn
a decent living. Dissatisfaction arises from a policy that lacks support and
imposes access fees on the public. The study emphasizes the importance of
involving traders in the formulation of policies affecting their livelihoods. The
government is urged to review the relocation policy to be more inclusive and
consider the aspirations and needs of the community. Overall, this research
provides insights into the negative impacts of relocation policies that do not
take into account the needs and rights of traders, highlighting the necessity
of a fairer and more sustainable approach in policy-making to support the
overall welfare of the community.
©2024, Nur Amalia Zahra, Siti Mariyatul Koimah, Abi Robian
This is an open access article under CC BY-SA license
I M E J
Innovations in Multidisciplinary Education Journal
Vol. 1, No. 2, November 2024, page: 80-86
E-ISSN: 3064-0180
81
Nur Amalia Zahra et.al (Penolakan Kebijakan Relokasi dan….)
1. Pendahuluan
Perkembangan kawasan memiliki dampak yang signifikan terhadap pola perdagangan
dan pengelolaan ruang publik (Putri et al., 2021). Di Kecamatan Cisoka, Kabupaten
Tangerang, misalnya, terdapat banyak pedagang yang beroperasi di lingkungan permukiman,
yang memberikan kemudahan akses bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
mereka. Namun, tantangan muncul seiring dengan kehadiran pedagang di area tersebut,
terutama terkait dengan ketertiban dan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.
Salah satu kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah adalah Peraturan Bupati (PERBUP) No.
60 Tahun 2016, yang bertujuan untuk mengatur keberadaan pedagang di ruang publik,
termasuk dalam konteks relokasi mereka ke pasar yang lebih terorganisir.
Meskipun kebijakan ini bertujuan menciptakan ketertiban dan meningkatkan kualitas
lingkungan, banyak pedagang merasa dirugikan. Setelah penerapan kebijakan relokasi, banyak
dari mereka mengalami penurunan omzet yang signifikan, mengakibatkan kesulitan ekonomi
dan ketidakpastian dalam kelangsungan usaha (Nabila, 2023). Situasi ini menimbulkan
pertanyaan mendalam mengenai seberapa besar kebijakan tersebut mempertimbangkan
kondisi dan kebutuhan pedagang, serta dampaknya terhadap kehidupan mereka.
Dalam konteks hak asasi manusia (HAM), relokasi pedagang yang tidak
mempertimbangkan hak mereka untuk berusaha dan memperoleh penghidupan yang layak
dapat berpotensi melanggar hak-hak tersebut. Setiap individu berhak untuk menjalankan usaha
sebagai bagian dari usaha mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup. (Muhammad Japar et
al., 2024). Oleh karena itu, sangat penting untuk melakukan kajian mendalam terhadap
perspektif pedagang mengenai kebijakan relokasi ini. Dengan memahami sudut pandang
mereka, kita dapat mengidentifikasi kesenjangan yang ada antara kebijakan yang diterapkan
oleh pihak berwenang dan realitas yang dihadapi oleh pedagang di lapangan. Hal ini mencakup
tantangan yang mereka alami, seperti kehilangan mata pencaharian, akses terhadap lokasi
usaha yang baru, serta dampak sosial dan ekonomi dari relokasi tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perspektif pedagang yang berjualan di
kawasan permukiman Cisoka terkait kebijakan relokasi yang diatur dalam PERBUP
Kabupaten Tangerang No. 60 Tahun 2016. Melalui pendekatan kualitatif yang melibatkan
wawancara dan observasi. Hal ini untuk menggali pengalaman, harapan, dan kekhawatiran
pedagang mengenai kebijakan tersebut. kemudian untuk menggali pandangan dan pengalaman
pedagang di kawasan Cisoka terkait dampak kebijakan relokasi berdasarkan PERBUP
Kabupaten Tangerang No. 60 Tahun 2016 (Ramdani, 2019). Fokusnya adalah pada perubahan
pendapatan dan keberlanjutan usaha mereka setelah relokasi. Temuan diharapkan memberikan
wawasan bagi pengambil kebijakan untuk merumuskan langkah-langkah yang lebih responsif
terhadap kebutuhan pedagang dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Selain itu dapat mengeksplorasi implikasi kebijakan relokasi terhadap hak asasi manusia,
dengan penekanan pada hak untuk berusaha. Fokus pada hak untuk berusaha ini penting untuk
memahami bagaimana kebijakan tersebut dapat memengaruhi akses pedagang terhadap mata
pencaharian mereka, serta dampaknya terhadap keberlanjutan ekonomi komunitas. Menurut
(Amanatin et al., 2023) wawasan mengenai bagaimana kebijakan publik dapat memengaruhi
kehidupan sehari-hari masyarakat, terutama bagi para pedagang di kawasan permukiman,
I M E J
Innovations in Multidisciplinary Education Journal
Vol. 1, No. 2, November 2024, page: 80-86
E-ISSN: 3064-0180
82
Nur Amalia Zahra et.al (Penolakan Kebijakan Relokasi dan….)
sangat penting untuk memahami dinamika sosial dan ekonomi yang terjadi. Kebijakan yang
diterapkan dapat berdampak langsung pada akses mereka terhadap sumber daya, peluang
usaha, dan keberlangsungan mata pencaharian. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan rekomendasi konstruktif bagi pembuat kebijakan agar strategi yang diterapkan
lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Dengan mempertimbangkan pandangan dan
pengalaman para pedagang, pembuat kebijakan dapat merumuskan langkah-langkah yang
lebih efektif dalam mendukung keberlanjutan usaha mereka.
Dengan mengkaji isu ini, diharapkan tercipta kesadaran akan pentingnya mendengarkan
suara pedagang dalam setiap proses pengambilan keputusan. Pendekatan partisipatif dalam
perumusan kebijakan akan memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan tidak hanya fokus
pada penciptaan ketertiban, tetapi juga mendukung keberlangsungan usaha dan kesejahteraan
masyarakat. Melalui dialog yang konstruktif antara pemerintah dan para pedagang, kebijakan
dapat dirumuskan dengan mempertimbangkan kebutuhan dan aspirasi mereka, sehingga
menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan ekonomi dan pengembangan
komunitas.
2. Metode
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk memahami perspektif pedagang
terkait kebijakan relokasi dalam PERBUP Kabupaten Tangerang No. 60 Tahun 2016 (Arifin,
n.d.). Peneliti dapat menggali secara mendalam pengalaman, pandangan, dan perasaan
pedagang mengenai kebijakan tersebut. Melalui wawancara, diskusi kelompok, dan observasi,
data yang diperoleh akan memberikan wawasan yang lebih komprehensif tentang dampak
kebijakan relokasi terhadap kehidupan dan usaha mereka.
Metode ini melibatkan wawancara mendalam dan observasi partisipatif untuk
mengumpulkan data primer dari pedagang yang terkena dampak kebijakan. Pendekatan ini
memungkinkan peneliti untuk menggali pandangan, pengalaman, dan perasaan pedagang
secara komprehensif (Johan Faladhin, 2024). Wawancara mendalam memberikan kesempatan
bagi pedagang untuk berbagi cerita dan perspektif mereka secara terbuka, sehingga peneliti
dapat memahami konteks dan nuansa yang mempengaruhi respon mereka terhadap kebijakan
relokasi. Sementara itu, observasi partisipatif memungkinkan peneliti untuk melihat langsung
interaksi dan dinamika yang terjadi di lapangan, serta bagaimana kebijakan tersebut diterapkan
dan dirasakan oleh pedagang.
Dengan menggabungkan kedua metode ini, penelitian dapat menghasilkan data yang
kaya dan mendalam, yang tidak hanya mencerminkan angka atau statistik, tetapi juga suara
dan pengalaman nyata dari pedagang. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan
gambaran yang lebih jelas tentang dampak kebijakan relokasi, serta memberikan rekomendasi
yang berbasis pada kebutuhan dan aspirasi pedagang.
3. Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pedagang di kawasan permukiman Kecamatan
Cisoka menolak kebijakan relokasi yang diatur dalam PERBUP Kabupaten Tangerang No. 60 Tahun
2016. Dari 20 pedagang yang diwawancarai, sekitar 80% menyatakan keberatan untuk dipindahkan ke
pasar baru. Penolakan ini disebabkan oleh beberapa faktor kritis. Pertama, larangan keberadaan
I M E J
Innovations in Multidisciplinary Education Journal
Vol. 1, No. 2, November 2024, page: 80-86
E-ISSN: 3064-0180
83
Nur Amalia Zahra et.al (Penolakan Kebijakan Relokasi dan….)
pedagang kaki lima (PKL) di lokasi baru berdampak langsung pada penurunan omzet penjualan
mereka. Para pedagang terbiasa berjualan di area yang ramai, sehingga relokasi ke lokasi yang sepi dan
kurang dikenal oleh pelanggan membuat mereka kesulitan menarik pembeli (Azizah & Faozan, 2023a).
Kebijakan pengenaan biaya bagi masyarakat yang melintas semakin memperburuk keadaan.
Banyak pelanggan merasa enggan untuk berbelanja di pasar yang mengharuskan mereka membayar
hanya untuk melewati area tersebut. Akibatnya, jumlah pelanggan mengalami penurunan yang
signifikan, yang berdampak pada pendapatan para pedagang (Tang et al., 2021). Relokasi juga
mengakibatkan hilangnya hubungan sosial yang telah terbangun dengan pelanggan di area
permukiman. Interaksi yang terjalin selama bertahun-tahun pun lenyap, sehingga pedagang merasa
kurang diperhatikan dan didukung oleh komunitas (Ramasimu et al., 2023).
Kondisi ini tidak hanya mengakibatkan kerugian ekonomi, tetapi juga menimbulkan perasaan
terasing di antara para pedagang. Banyak pedagang merasakan kehilangan hubungan sosial yang
sebelumnya terjalin dengan pelanggan di area permukiman. Kehilangan interaksi yang telah dibangun
selama bertahun-tahun ini mengakibatkan perasaan kurang diperhatikan dan didukung oleh komunitas.
Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa penolakan pedagang terhadap kebijakan relokasi
tidak hanya merupakan masalah ekonomi, melainkan juga terkait erat dengan isu hak asasi manusia
(HAM). Ketidakpuasan pedagang terhadap kebijakan yang tidak mendukung keberadaan mereka
menunjukkan adanya pelanggaran terhadap hak-hak dasar mereka sebagai individu yang berusaha
memenuhi kebutuhan hidup (Queralt, 2019). Kebijakan yang mengabaikan keberlangsungan usaha
mereka dapat dianggap sebagai bentuk ketidakadilan, karena mereka tidak hanya kehilangan sumber
penghasilan, tetapi juga diabaikan dalam proses pengambilan keputusan yang memengaruhi kehidupan
sehari-hari mereka. Hal ini menyoroti pentingnya mempertimbangkan aspek hak asasi manusia dalam
merumuskan kebijakan yang berdampak pada komunitas, agar pedagang dapat terus menjalankan usaha
mereka dengan layak dan mendapatkan dukungan yang seharusnya.
Dalam konteks ini, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak merupakan bagian integral
dari hak asasi manusia yang harus dihormati dan dilindungi. Ketika pemerintah mengambil kebijakan
yang berdampak negatif terhadap penghidupan pedagang, tindakan tersebut dapat dianggap sebagai
pelanggaran terhadap hak-hak mereka. Kebijakan yang tidak mempertimbangkan kebutuhan dan
kondisi pedagang dapat mengakibatkan hilangnya mata pencaharian mereka, yang pada gilirannya
berpotensi menimbulkan kemiskinan dan ketidakstabilan sosial. Hal ini dapat dianggap sebagai
pelanggaran terhadap hak mereka untuk berusaha dan mendapatkan kehidupan yang layak. Ketika
kebijakan pemerintah menghambat kemampuan pedagang untuk menjalankan usaha mereka, mereka
tidak hanya kehilangan sumber pendapatan, tetapi juga hak dasar untuk mengejar kehidupan yang lebih
baik (Azizah & Faozan, 2023).
Pengenaan biaya bagi masyarakat yang melintas di pasar baru dapat dipandang sebagai bentuk
diskriminasi yang bertentangan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia. Masyarakat seharusnya
memiliki hak untuk mengakses ruang publik tanpa harus membayar biaya tambahan. Kebijakan
semacam ini tidak hanya membatasi akses, tetapi juga menciptakan ketidakadilan, karena seharusnya
semua orang berhak menikmati fasilitas publik tanpa adanya beban finansial yang tidak perlu. Dengan
adanya plang yang mewajibkan masyarakat membayar untuk sekadar melewati area pasar, menciptakan
kesan bahwa pemerintah lebih mengutamakan keuntungan finansial daripada kesejahteraan
Masyarakat. Ini dapat mengarah pada ketidakpuasan sosial dan pengabaian terhadap kebutuhan dasar
masyarakat yang seharusnya dilindungi.
Dari hasil dan pembahasan ini, terlihat jelas bahwa kebijakan relokasi yang diterapkan tanpa
melibatkan pedagang serta tanpa mempertimbangkan hak-hak mereka berpotensi menimbulkan konflik
sosial. Ketika pedagang tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan yang berdampak
I M E J
Innovations in Multidisciplinary Education Journal
Vol. 1, No. 2, November 2024, page: 80-86
E-ISSN: 3064-0180
84
Nur Amalia Zahra et.al (Penolakan Kebijakan Relokasi dan….)
langsung pada kehidupan dan mata pencaharian mereka, hal ini dapat menciptakan rasa ketidakadilan
dan ketidakpuasan. Konflik sosial yang muncul akibat kebijakan yang tidak inklusif dapat mengganggu
stabilitas komunitas dan merusak hubungan antara pemerintah dan masyarakat. Oleh karena itu, penting
bagi pemerintah untuk melakukan evaluasi mendalam terhadap kebijakan yang ada dan melibatkan
pedagang dalam proses perumusan kebijakan. Dengan melibatkan pedagang, pemerintah dapat
memahami kebutuhan dan tantangan yang mereka hadapi, sehingga kebijakan yang dihasilkan dapat
lebih adil dan efektif.
Melalui dialog yang konstruktif dan inklusif, diharapkan tercipta kebijakan yang lebih adil dan
berpihak kepada semua pihak. Dengan pendekatan ini, hak asasi manusia dapat dijadikan landasan
dalam pengambilan keputusan, sehingga semua suara didengar dan dipertimbangkan. Hal ini tidak
hanya akan meningkatkan legitimasi kebijakan yang dihasilkan, tetapi juga memperkuat hubungan
antara pemerintah dan masyarakat, menciptakan rasa saling percaya, serta mendorong partisipasi aktif
dalam proses Pembangunan (Damanik et al., 2024).
Dengan demikian, hasil penelitian ini tidak hanya memberikan gambaran tentang dampak
ekonomi dari kebijakan relokasi, tetapi juga mengangkat isu-isu hak asasi manusia (HAM) yang perlu
menjadi perhatian pemerintah. Penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan relokasi yang tidak
mempertimbangkan hak-hak pedagang dan masyarakat dapat berpotensi menimbulkan pelanggaran
HAM, seperti kehilangan mata pencaharian, akses terhadap ruang publik, dan hak untuk terlibat dalam
pengambilan keputusan yang memengaruhi kehidupan mereka. Penghormatan terhadap hak-hak
pedagang dalam konteks kebijakan publik akan sangat menentukan keberhasilan suatu kebijakan dan
kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Ketika hak-hak pedagang diakui dan dilindungi, mereka
akan merasa dihargai dan termotivasi untuk berkontribusi secara positif terhadap ekonomi lokal.
Kebijakan yang memperhatikan kebutuhan dan aspirasi pedagang tidak hanya akan menciptakan
lingkungan usaha yang lebih kondusif, tetapi juga dapat mengurangi konflik dan meningkatkan
stabilitas sosial. Dengan demikian, integrasi hak-hak pedagang dalam perumusan kebijakan publik
menjadi krusial untuk mencapai tujuan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan (Rogerson,
2024).
4. Kesimpulan
Penelitian terhadap pedagang di Kecamatan Cisoka menemukan bahwa mayoritas pedagang
menolak kebijakan relokasi yang diatur dalam PERBUP Kabupaten Tangerang No. 60 Tahun 2016.
Penolakan ini disebabkan oleh larangan pedagang kaki lima (PKL) di pasar baru dan kebijakan
pengenaan biaya bagi masyarakat yang ingin melintas. Situasi ini berdampak signifikan pada
pendapatan penjualan mereka, yang dapat menurunkan taraf hidup pedagang.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa penolakan tersebut mencerminkan masalah hak asasi
manusia (HAM), di mana hak pedagang untuk berusaha dan memperoleh penghidupan layak
terabaikan. Kebijakan yang tidak mendukung serta pengenaan biaya untuk akses publik menimbulkan
ketidakpuasan di kalangan pedagang dan masyarakat. Hal ini menekankan pentingnya melibatkan
pedagang dalam perumusan kebijakan yang mempengaruhi penghidupan mereka. Oleh karena itu,
pemerintah perlu meninjau kembali kebijakan relokasi agar lebih inklusif dan memperhatikan aspirasi
serta kebutuhan masyarakat.
Penelitian ini memberikan wawasan penting tentang dampak negatif kebijakan relokasi yang
tidak memperhitungkan kebutuhan dan hak pedagang terhadap kehidupan ekonomi dan sosial mereka.
Ketidakadilan yang muncul akibat pengabaian hak-hak ini dapat mengakibatkan kerugian ekonomi,
kehilangan mata pencaharian, serta dampak sosial yang merugikan bagi komunitas. Oleh karena itu,
melibatkan pedagang dalam proses perumusan kebijakan sangatlah penting. Dengan partisipasi mereka,
I M E J
Innovations in Multidisciplinary Education Journal
Vol. 1, No. 2, November 2024, page: 80-86
E-ISSN: 3064-0180
85
Nur Amalia Zahra et.al (Penolakan Kebijakan Relokasi dan….)
diharapkan solusi yang lebih adil dan berkelanjutan dapat tercipta. Pendekatan ini tidak hanya akan
meningkatkan ketertiban, tetapi juga mendukung kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan,
menciptakan iklim yang lebih harmonis antara pemerintah dan masyarakat, serta memperkuat fondasi
ekonomi lokal.
5. Daftar Pustaka
Amanatin, E. L., Fedryansyah, M., & Nurwati, N. (2023). Implikasi Pembangunan Pedestrian di
Jalan Pancasila Kota Tegal: Kontroversi Pemanfaatan Trotoar Pejalan Kaki dan Pedagang
Kaki Lima. RESIPROKAL: Jurnal Riset Sosiologi Progresif Aktual, 5(2), 225240.
https://doi.org/10.29303/resiprokal.v5i2.434
Arifin, Z. (n.d.). METODOLOGI PENELITIAN PENDIDIKAN.
Azizah, N., & Faozan, A. (2023a). Sharia Economics on the Market Relocation Policy of Street
Vendors in Purbalingga Food Center: Socio-Economic Conditions as the Consideration.
Jurnal Ilmiah Manajemen Kesatuan, 11(3), 10871094.
https://doi.org/10.37641/jimkes.v11i3.2232
Azizah, N., & Faozan, A. (2023b). Sharia Economics on the Market Relocation Policy of Street
Vendors in Purbalingga Food Center: Socio-Economic Conditions as the Consideration.
Jurnal Ilmiah Manajemen Kesatuan, 11(3), 10871094.
https://doi.org/10.37641/jimkes.v11i3.2232
Damanik, F. H. S., Rerung, A., Lubis, M. D. A., Malik, D., & Ismiyatun, I. (2024). Community
Participation in the Public Decision Process: Realizing Better Governance in Public
Administration. Global International Journal of Innovative Research, 1(2), 8896.
https://doi.org/10.59613/global.v1i2.12
Johan Faladhin. (2024). Food Vlogger vs. e-WoM: Preferensi Kepercayaan Konsumen dalam
Memilih Tempat Makan di Pekanbaru. MUKASI: Jurnal Ilmu Komunikasi, 3(3), 205225.
https://doi.org/10.54259/mukasi.v3i3.2928
Muhammad Japar, Abdul Haris Semendawai, Muhammad Fahruddin, & Hermanto. (2024).
Hukum Kesehatan Ditinjau dari Perlindungan Hak Asasi Manusia. Jurnal Interpretasi
Hukum, 5(1), 952961. https://doi.org/10.22225/juinhum.5.1.9290.952-961
Nabila, F. E. (2023). DIALEKTIKA SPASIAL DAN PRODUKSI BEAUTIFIKASI RUANG
KOTA TERHADAP PELAKU AKTIVITAS EKONOMI INFORMAL. Jurnal Analisa
Sosiologi, 12(2). https://doi.org/10.20961/jas.v12i2.71253
Putri, P. S., Raharjo, W., & Susetyaningtyas, O. (2021). Pengaruh Keberadaan Fasilitas
Perdagangan dan JasaTerhadap Perubahan Fisik Kawasan di Sekitarnya.
Queralt, J. (2019). Protecting the entrepreneurial poor: A human rights approach. Politics,
Philosophy & Economics, 18(4), 336357. https://doi.org/10.1177/1470594X19860235
Ramasimu, M. A., Ramasimu, N. F., & Nenzhelele, T. E. (2023). Contributions and challenges
of informal traders in local economic development. Corporate Governance and
Organizational Behavior Review, 7(2, special issue), 236244.
https://doi.org/10.22495/cgobrv7i2sip3
Ramdani, T. (2019). PERSEPSI PEDAGANG KAKI LIMA ALUN-ALUN KOTA
PASURUAN TERHADAP KEBIJAKAN RELOKASI. Jurnal Sosiologi Reflektif, 14(1),
151186. https://doi.org/10.14421/jsr.v14i1.1671
I M E J
Innovations in Multidisciplinary Education Journal
Vol. 1, No. 2, November 2024, page: 80-86
E-ISSN: 3064-0180
86
Nur Amalia Zahra et.al (Penolakan Kebijakan Relokasi dan….)
Rogerson, M. (2024). Business and Human Rights in Russia: Emerging or Merging? Business
and Human Rights Journal, 9(1), 103128. https://doi.org/10.1017/bhj.2022.29
Tang, G., Wu, L., & Guo, L. (2021). The impact of e-commerce platform merchants’ reputation
on consumer decision making. E3S Web of Conferences, 292, 02023.
https://doi.org/10.1051/e3sconf/202129202023