1. Pendahuluan
Pendidikan merupakan proses penting dalam pewarisan nilai, norma, dan budaya dari
generasi ke generasi, sehingga mampu memperkuat identitas dan karakter bangsa. Dalam konteks
ini, pendekatan pendidikan berbasis budaya lokal menjadi relevan, karena dapat memperkuat
pengalaman belajar sekaligus melestarikan warisan budaya. Menurut Santosa (2021), pendidikan
yang berlandaskan budaya lokal mampu meningkatkan pemahaman siswa terhadap makna nilai-
nilai budaya serta membentuk sikap positif yang berkelanjutan. Etnopedagogi, sebagai salah satu
pendekatan yang menekankan belajar melalui pengalaman budaya, sangat cocok digunakan untuk
membangun kemampuan dan sikap positif peserta didik terhadap budaya sendiri.
Meskipun potensi budaya Nyadran sebagai sumber belajar etnopedagogi cukup besar dan
relevan, penerapannya dalam konteks pendidikan formal masih relatif minim dan belum maksimal.
Salah satu hambatan utama adalah rendahnya literasi budaya dan kurangnya pemahaman
mengenai makna simbolik serta nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi Nyadran di kalangan
peserta didik dan pendidik (Yuliana & Fitri, 2022). Banyak sekolah yang belum mengintegrasikan
tradisi lokal ke dalam kurikulum secara sistematis, sehingga tradisi ini cenderung dipandang
sebatas kegiatan ritual tanpa adanya pendidikan nilai yang mendalam.
Selain itu, kurangnya tenaga pendidik yang mampu mengembangkan strategi pembelajaran
berbasis budaya lokal, termasuk Nyadran, menjadi kendala signifikan. Kebanyakan guru masih
belum familiar dengan pendekatan etnopedagogi dan kurang mendapat pelatihan terkait pelibatan
tradisi masyarakat ke dalam proses belajar (Sari & Wahyudi, 2022). Akibatnya, implementasi
model pembelajaran berbasis budaya ini sering terabaikan dan terbatas pada kegiatan seremonial
tanpa adanya pengembangan yang berkelanjutan dan sistematis.
Selain faktor internal pendidikan, hambatan lain adalah minimnya dukungan kebijakan dan
fasilitas yang mendukung pengembangan kurikulum berbasis budaya lokal. Banyak lembaga
pendidikan belum mengadopsi secara komprehensif strategi yang memanfaatkan potensi budaya
tradisional sebagai bahan ajar yang kontekstual dan bermakna (Maulana et al., 2023). Padahal,
kajian dari literatur menunjukkan bahwa keberhasilan implementasi pendidikan berbasis budaya
sangat bergantung pada kesiapan guru, dukungan institusi, serta pengembangan kurikulum yang
adaptif dan inovatif. Dengan demikian, gap utama yang perlu diatasi adalah peningkatan literasi
budaya dan pemahaman mendalam terhadap tradisi Nyadran, peningkatan kompetensi guru dalam
menerapkan pendekatan etnopedagogi, serta penyusunan kebijakan yang mendukung integrasi
tradisi lokal ke dalam proses pembelajaran secara berkelanjutan. Hanya dengan mengisi
kekurangan ini, implementasi budaya Nyadran sebagai sumber belajar dapat berjalan efektif dan
mampu meningkatkan pemahaman budaya, karakter, dan sikap positif peserta didik terhadap
identitas lokal mereka (Nurhadi, 2023).
Salah satu tradisi budaya Jawa yang memiliki kekayaan makna dan simbolisme adalah
Nyadran. Tradisi ini tidak hanya sebagai kegiatan keagamaan dan penghormatan terhadap arwah
keluarga, tetapi juga sebagai media pembelajaran nilai kebersamaan, toleransi, dan spiritualitas
yang relevan bagi pengembangan karakter siswa. Konteks budaya Nyadran sangat penting karena
mampu menjadi wahana belajar yang kontekstual dan bermakna, serta menanamkan sikap respect
dan empati terhadap budaya lokal. Sayangnya, literasi budaya dan pemahaman terhadap tradisi ini
masih sangat rendah di kalangan generasi muda, diakibatkan minimnya pengintegrasian tradisi
Nyadran ke dalam proses pembelajaran formal (Pratama & Dewi, 2022).
Hal unik dari masyarakat yang rutin melaksanakan Nyadran adalah adanya simbol-simbol
tradisional yang kaya makna dan kekompakan sosial yang terjalin secara turun-temurun.