ilmiah, dan melihat relevansi sains dalam konteks kehidupan mereka (Akgul & Kahveci, 2021;
Kelly & Licona, 2020; Ford, 2022; Wahono Widodo & Budijanto, 2021; Deng et al., 2020).
Oleh karena itu, penelitian dalam pendidikan sains terus berupaya menemukan strategi dan
model pembelajaran yang efektif untuk membina dimensi-dimensi literasi sains secara holistik.
Meskipun urgensinya diakui secara luas, pencapaian literasi sains siswa di banyak negara,
termasuk Indonesia, masih menjadi tantangan serius (OECD, 2023; Mullis et al., 2020; Sari et
al., 2021; Haryono & Subrata, 2022; Utami et al., 2023). Laporan hasil asesmen internasional
seperti PISA (Programme for International Student Assessment) dan TIMSS (Trends in
International Mathematics and Science Study)
1
secara konsisten menunjukkan skor literasi sains
siswa Indonesia berada di bawah rata-rata internasional (Kemendikbudristek, 2023; Suryadi,
2021; Widodo, 2022; Retnawati et al., 2020; Fraser & Lietz, 2021). Rendahnya tingkat literasi
sains ini berpotensi menghambat kemampuan siswa untuk beradaptasi dengan tuntutan abad ke-
21 dan berpartisipasi aktif dalam masyarakat berbasis pengetahuan.
Rendahnya capaian literasi sains ini seringkali dikaitkan dengan berbagai faktor, termasuk
praktik pembelajaran di kelas yang masih didominasi metode konvensional, kurangnya
penekanan pada keterampilan proses sains, serta materi ajar yang cenderung abstrak dan kurang
relevan dengan konteks kehidupan siswa (Nurul Istiq'faroh et al., 2022; Susanti et al., 2021;
Abdullah et al., 2020; Duit & Treagust, 2023; Gunansyah, 2020). Pembelajaran yang hanya
berfokus pada penghafalan konsep tanpa melibatkan siswa secara aktif dalam berpikir,
berdiskusi, dan menulis (seperti dalam model Think Talk Write) serta tanpa mempertimbangkan
tahapan perkembangan kognitif siswa (seperti yang diuraikan oleh Jerome Bruner) cenderung
gagal mengembangkan pemahaman ilmiah yang mendalam dan aplikatif (Supriyatman &
Subrata, 2023; Joyce et al., 2021; Tobin, 2020; Windschitl et al., 2022; Hmelo-Silver et al.,
2021).
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk meningkatkan literasi sains siswa menggunakan
beragam model pembelajaran aktif. Studi oleh Astuti et al. (2021) dan Sari & Wijayanto (2022)
menunjukkan dampak positif model Think Talk Write (TTW) terhadap kemampuan berpikir
kritis dan hasil belajar IPA. Penelitian lain mengeksplorasi penerapan teori Bruner dalam
pembelajaran sains, seperti oleh Wulandari & Karyanto (2020) yang menemukan peningkatan
pemahaman konsep melalui discovery learning. Model pembelajaran berbasis masalah (PBL)
juga terbukti efektif meningkatkan literasi sains (Yuliati et al., 2020; Simanjuntak et al., 2021).
Demikian pula, model Inquiry-Based Learning (IBL) dilaporkan berhasil meningkatkan
keterampilan proses sains dan literasi (Fitriani et al., 2022; Rahmawati & Hidayat, 2023).
Pendekatan STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics) juga banyak diteliti
pengaruhnya terhadap literasi sains (Permatasari et al., 2021; Becker & Park, 2020). Selain itu,
pembelajaran kontekstual yang mengaitkan materi dengan lingkungan siswa juga menunjukkan
hasil positif (Putri & Subiantoro, 2022; Wahyuni et al., 2023; Nurul Istiq'faroh & Prayitno,
2020). Studi oleh Heru Subrata et al. (2021) juga menyoroti pentingnya asesmen autentik dalam
mengukur literasi sains secara komprehensif.
Secara umum, temuan dari penelitian-penelitian terdahulu tersebut cenderung konvergen
pada kesimpulan bahwa model pembelajaran yang berpusat pada siswa, aktif, kolaboratif, dan
kontekstual lebih unggul dalam meningkatkan berbagai aspek literasi sains dibandingkan
pembelajaran konvensional (Sari & Wijayanto, 2022; Yuliati et al., 2020; Fitriani et al., 2022;
Putri & Subiantoro, 2022; Wahono Widodo, 2021). Model seperti TTW mendorong siswa untuk
mengolah informasi secara individual (Think), mendiskusikannya (Talk), dan menuangkannya
secara terstruktur (Write), yang melatih kemampuan komunikasi dan penalaran ilmiah (Astuti et
al., 2021). Teori Bruner dengan tahapan enaktif, ikonik, dan simbolik memberikan landasan
kognitif untuk merancang pengalaman belajar yang sesuai dengan perkembangan siswa