I M E J
Innovations in Multidisciplinary Education Journal
Vol. 2, No. 1, May 2025, page: 31-40
E-ISSN: 3064-0180
31
R. Moh. Edi Faiz et.al (Warisan Leluhur dalam Tetesan.)
Warisan Leluhur dalam Tetesan Gula: Etnografi
Ekonomi Gula Aren di Dusun Balibak, Bawean
R. Moh. Edi Faiz
a,1
, Wahono Widodo
b,2
, Ganes Gunansyah
c,3
a
Universitas Negeri Surabaya, Jl. Komplek Universitas Negeri Surabaya Gedung D1, Jl. Ketintang Sel. No.Kel,
Ketintang, Kec. Gayungan, Surabaya, Jawa Timur 60231, Indonesia
b
Faculty of Science and Mathematics, Jl. Komplek Universitas Negeri Surabaya Gedung D1, Jl. Ketintang Sel.
No.Kel, Ketintang, Kec. Gayungan, Surabaya, Jawa Timur 60231, Indonesia
c
Faculty of Education Science, l. Lidah Wetan, Lidah Wetan, Kec. Lakarsantri, Surabaya, Jawa Timur 60231,
Indonesia
1
24010855152@mhs.unesa.ac.id;
2
wahonowidodo@unesa.ac.id;
3
ganesgunansyah@unesa.ac.id
*
Corresponding Author: 24010855152@mhs.unesa.ac.id
INFO ARTIKEL
ABSTRAK
Sejarah Artikel:
Diterima: 20 Februari 2025
Direvisi: 22 Maret 2025
Disetujui: 30 April 2025
Tersedia Daring: 30 Mei 2025
Penelitian ini bertujuan untuk memperkenalkan kembali warisan budaya
lokal berupa produksi gula aren kepada generasi muda masyarakat Bawean,
khususnya di Dusun Balibak. Gula aren tidak hanya menjadi bagian dari
keseharian masyarakat, tetapi juga merepresentasikan pengetahuan turun-
temurun yang kaya nilai budaya dan ekonomi. Melalui pendekatan etnografi,
penelitian ini menggali secara mendalam proses pembuatan gula aren, mulai
dari penyadapan nira pohon enau, pengolahan tradisional menggunakan
kayu bakar, hingga proses pencetakan dan pengemasan menggunakan
kelaras (daun pisang kering). Data dikumpulkan melalui observasi langsung,
wawancara mendalam dengan pembuat gula, dan dokumentasi aktivitas
harian mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuatan gula aren
tidak hanya memerlukan keterampilan teknis, tetapi juga kesabaran dan
ketelitian yang diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi. Selain itu,
gula aren yang dihasilkan secara tradisional memiliki kandungan nutrisi
yang lebih alami dan rendah glikemik, menjadikannya alternatif pemanis
yang lebih sehat dibanding gula pasir. Temuan lainnya menunjukkan bahwa
produk gula aren memiliki potensi ekonomi yang menjanjikan, baik dalam
pasar lokal maupun sebagai produk khas daerah yang layak dipromosikan
secara lebih luas. Penelitian ini merekomendasikan integrasi pengetahuan
lokal ini ke dalam pembelajaran kontekstual bagi anak-anak dan remaja
Bawean, agar warisan budaya ini tetap lestari dan memberi manfaat
ekonomi di masa mendatang.
Kata Kunci:
Gula aren
Etnografi
Bawean
Ekonomi lokal
Warisan budaya
ABSTRACT
Keywords:
Palm sugar
Ethnography
Bawean
Local economy
Cultural heritage
This research aims to reintroduce local cultural heritage in the form of palm
sugar production to the younger generation of Bawean people, especially in
Balibak Hamlet. Palm sugar is not only a part of the community's daily life,
but also represents hereditary knowledge that is rich in cultural and
economic values. Through an ethnographic approach, this research explores
in depth the process of making palm sugar, starting from tapping the sap of
the palm tree, traditional processing using firewood, to the molding and
packaging process using kelaras (dried banana leaves). Data was collected
through direct observation, in-depth interviews with sugar makers, and
documentation of their daily activities. The results showed that palm sugar
making requires not only technical skills, but also patience and
thoroughness that are passed down orally from generation to generation. In
addition, traditionally produced palm sugar has a more natural and low-
glycemic nutritional content, making it a healthier alternative to granulated
sugar. Other findings show that palm sugar products have promising
economic potential, both in the local market and as a regional specialty
product that deserves to be promoted more widely. The research
I M E J
Innovations in Multidisciplinary Education Journal
Vol. 2, No. 1, May 2025, page: 31-40
E-ISSN: 3064-0180
32
R. Moh. Edi Faiz et.al (Warisan Leluhur dalam Tetesan.)
recommends the integration of this local knowledge into contextualized
learning for Bawean children and youth, so that this cultural heritage is
preserved and provides economic benefits in Bawean.
©2025, R. Moh. Edi Faiz, Wahono Widodo, Ganes Gunansyah
This is an open access article under CC BY-SA license
1. Pendahuluan
Di tengah derasnya arus modernisasi yang menggerus nilai-nilai tradisi, masyarakat di
beberapa pelosok Indonesia masih mempertahankan praktik kearifan lokal yang menjadi
identitas budaya dan sumber penghidupan utama. Salah satu praktik tersebut adalah
pengolahan gula aren secara tradisional di Dusun Balibak, Desa Balikterus, Kecamatan
Sangkapura, Pulau Bawean. Kegiatan ini telah diwariskan secara turun-temurun dan tidak
sekadar menjadi aktivitas ekonomi, melainkan bagian dari sistem sosial dan budaya masyarakat
setempat. Dusun Balibak dikenal sebagai salah satu sentra produksi gula aren tradisional yang
masih bertahan di tengah perkembangan industri makanan modern. Di tempat ini, proses
pembuatan gula aren masih dilakukan dengan cara-cara konvensional yang mengandalkan
keterampilan tangan, pengalaman, dan pengetahuan lokal. Hal ini memperlihatkan bagaimana
masyarakat lokal menjaga kesinambungan budaya melalui praktik ekonomi sehari-hari.
Ekonomi tradisional kerap kali berjalan seiring dengan struktur sosial dan simbolisme budaya
yang melekat dalam kehidupan komunitas (Geertz, 1973).
Penelitian tentang gula aren umumnya berfokus pada aspek teknis produksi, kandungan
gizi, atau potensi pemasarannya secara umum. Namun, sangat sedikit kajian yang menyoroti
gula aren sebagai warisan budaya lokal yang sarat nilai sosial dan ekonomi, khususnya melalui
pendekatan etnografi. Di sisi lain, Dusun Balibak di Pulau Bawean memiliki tradisi khas dalam
pengolahan gula aren, termasuk penggunaan kelaras sebagai pembungkus alami dan proses
produksi yang diwariskan lintas generasi. Sayangnya, pengetahuan ini belum terdokumentasi
secara sistematis, dan generasi muda mulai kehilangan keterhubungan dengan praktik tersebut.
Belum banyak pula penelitian yang mengangkat potensi gula aren sebagai media edukasi
budaya dan penguatan ekonomi lokal. Oleh karena itu, penelitian ini hadir untuk mengisi celah
tersebut dengan mendokumentasikan proses pembuatan gula aren secara etnografis, serta
mengeksplorasi nilai kesehatannya dan potensi ekonomi yang terkandung di dalamnya.
Proses pembuatan gula aren di Balibak dimulai dari kegiatan penyadapan nira dari pohon
aren (Arenga pinnata), yang tumbuh secara alami di lahan-lahan tepi hutan. Setiap pagi dan
sore, para petani memanjat pohon aren menggunakan tangga tradisional dari bambu untuk
mengambil air nira yang ditampung dalam wadah bambu atau plastik. Nira segar tersebut lalu
disaring dan dimasukkan ke dalam kuali besar yang dipanaskan di atas tungku kayu. Proses
pemasakan ini berlangsung selama dua hingga tiga jam hingga nira mengental dan siap dicetak
dalam batok kelapa atau cetakan bambu (Kerebungu et al., 2024). Menurut penuturan warga
setempat, kemampuan menyadap dan mengolah nira telah diwariskan sejak kecil oleh orang tua
mereka, menjadikan pembuatan gula aren sebagai bagian dari sistem pendidikan informal
keluarga. Pendidikan berbasis tradisi lokal atau etnopedagogi merupakan metode alami dalam
mentransmisikan pengetahuan antar generasi melalui praktik langsung dalam kehidupan sehari-
hari (Oktavianti & Ratnasari, 2018).
I M E J
Innovations in Multidisciplinary Education Journal
Vol. 2, No. 1, May 2025, page: 31-40
E-ISSN: 3064-0180
33
R. Moh. Edi Faiz et.al (Warisan Leluhur dalam Tetesan.)
Nilai penting gula aren tidak hanya terletak pada proses produksinya, tetapi juga pada
kandungan gizi dan manfaat kesehatannya. Berbeda dengan gula pasir yang melalui proses
pemurnian kimia dan mengandung hampir 100% sukrosa, gula aren masih menyimpan
beragam mineral dan vitamin. Gula aren diketahui memiliki indeks glikemik yang lebih
rendah, yakni sekitar 35, dibandingkan gula pasir yang mencapai 65 (Krisnatuti et al., 2014).
Rendahnya indeks glikemik membuat gula aren lebih aman dikonsumsi oleh penderita diabetes
dalam jumlah terbatas (Prastiani et al., 2024). Selain itu, gula aren mengandung berbagai
nutrisi seperti kalium, kalsium, zat besi, dan vitamin C. Dalam satu sendok makan gula aren,
terdapat sekitar 80 mg kalsium dan 2 mg zat besi (Krisnatuti et al., 2014). Kandungan ini jauh
lebih tinggi dibandingkan gula pasir yang hampir tidak memiliki nilai gizi. Pemanis alami
seperti gula aren sebaiknya lebih banyak dikembangkan sebagai alternatif sehat dalam
konsumsi rumah tangga dan industri kuliner (Tandrian et al., 2024).
Kekayaan nilai dari gula aren juga mencakup aspek ekologis. Pohon aren dikenal sebagai
tanaman yang tahan terhadap kekeringan dan mampu tumbuh di berbagai jenis tanah tanpa
memerlukan pupuk kimia. Selain itu, seluruh bagian pohonnya dapat dimanfaatkan, dari daun,
ijuk, batang, hingga buah, sehingga sangat sesuai dikembangkan dalam konsep pertanian
berkelanjutan (Hidayat & Soimin, 2021). Dalam konteks ini, gula aren bukan hanya produk,
tetapi juga simbol dari harmoni antara manusia dan alam. Meski demikian, praktik ini kini
menghadapi tantangan serius, khususnya dalam hal regenerasi petani. Banyak generasi muda di
Balibak memilih merantau ke kota untuk mencari pekerjaan, meninggalkan aktivitas produksi
gula yang dianggap melelahkan dan kurang menjanjikan. Kecenderungan migrasi desa-kota
turut mempercepat kepunahan kearifan lokal yang sebelumnya berperan penting dalam
menopang ekonomi keluarga (Anwarudin et al., 2020).
Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran akan punahnya pengetahuan tradisional dalam
waktu dekat. Oleh karena itu, pendekatan etnografi ekonomi menjadi penting untuk
menggambarkan dinamika dan nilai-nilai yang terkandung dalam praktik produksi gula aren di
tingkat lokal. Sebagaimana dijelaskan oleh Koentjaraningrat (1993), etnografi bukan hanya
menggambarkan fenomena budaya, tetapi juga mengungkap makna dan struktur sosial yang
melandasinya (Nurdin & Hartati, 2019). Dengan menggunakan pendekatan etnografi, artikel ini
hendak merekam bagaimana praktik produksi gula aren di Dusun Balibak bukan hanya sekadar
usaha ekonomi, melainkan juga sarana untuk mentransmisikan nilai-nilai budaya, kemandirian
ekonomi, dan penghargaan terhadap alam. Pendidikan dan pembangunan masyarakat
seharusnya berakar pada budaya lokal agar lebih berkelanjutan dan berdaya (Tilaar & Mukhlis,
1999).
Dalam konteks pembangunan ekonomi desa, produksi gula aren dapat menjadi alternatif
usaha yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Pemerintah daerah maupun lembaga
pemberdayaan masyarakat perlu memberikan dukungan berupa pelatihan, pemasaran, dan
penguatan organisasi petani gula agar potensi ini dapat terus berkembang. Kebijakan
pembangunan yang mengabaikan dimensi budaya lokal berisiko gagal membangun
kemandirian Masyarakat (Nazaruddin & Manfarisyah, 2018). Dengan demikian, gula aren
bukan hanya tetesan manis dari pohon enau, melainkan simbol dari warisan leluhur yang patut
dirawat dan dikembangkan (Jayendra & Supriyandana, 2021). Melalui penelitian ini, penulis
berupaya mengangkat realitas sosial-ekonomi petani gula aren di Balibak melalui lensa
etnografi ekonomi, serta mendorong pentingnya pelestarian praktik lokal sebagai fondasi dari
I M E J
Innovations in Multidisciplinary Education Journal
Vol. 2, No. 1, May 2025, page: 31-40
E-ISSN: 3064-0180
34
R. Moh. Edi Faiz et.al (Warisan Leluhur dalam Tetesan.)
pembangunan yang berkeadilan dan berkelanjutan.Pendahuluan ditulis menggunakan spasi
tunggal.
Penelitian tentang gula aren umumnya berfokus pada aspek teknis produksi, kandungan
gizi, atau potensi pemasarannya secara umum. Namun, sangat sedikit kajian yang menyoroti
gula aren sebagai warisan budaya lokal yang sarat nilai sosial dan ekonomi, khususnya melalui
pendekatan etnografi. Di sisi lain, Dusun Balibak di Pulau Bawean memiliki tradisi khas dalam
pengolahan gula aren, termasuk penggunaan kelaras sebagai pembungkus alami dan proses
produksi yang diwariskan lintas generasi. Sayangnya, pengetahuan ini belum terdokumentasi
secara sistematis, dan generasi muda mulai kehilangan keterhubungan dengan praktik tersebut.
Belum banyak pula penelitian yang mengangkat potensi gula aren sebagai media edukasi
budaya dan penguatan ekonomi lokal. Oleh karena itu, penelitian ini hadir untuk mengisi celah
tersebut dengan mendokumentasikan proses pembuatan gula aren secara etnografis, serta
mengeksplorasi nilai kesehatannya dan potensi ekonomi yang terkandung di dalamnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mendokumentasikan dan mengungkap praktik produksi
gula aren tradisional di Dusun Balibak, Pulau Bawean, sebagai bagian dari warisan budaya
lokal yang memiliki nilai sosial, ekonomi, dan kesehatan. Melalui pendekatan etnografi,
penelitian ini berupaya memahami secara mendalam proses penyadapan nira, pengolahan,
hingga pencetakan gula yang masih dilakukan secara tradisional dan diwariskan secara turun-
temurun. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi nilai-nilai budaya
yang melekat dalam proses produksi tersebut, serta mengeksplorasi potensi ekonomi gula aren
sebagai produk unggulan daerah yang dapat dikembangkan. Tujuan lain dari penelitian ini
adalah memberikan kontribusi terhadap pelestarian pengetahuan lokal serta mendorong
integrasinya dalam pendidikan kontekstual bagi generasi muda Bawean, agar mereka tidak
hanya mengenal prosesnya tetapi juga memahami nilai penting gula aren dalam identitas dan
kemandirian ekonomi masyarakat setempat.
2. Metode
Penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi ekonomi untuk memahami secara
mendalam praktik produksi gula aren tradisional di Dusun Balibak, Pulau Bawean, serta
peranannya dalam struktur sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat setempat. Etnografi dipilih
karena kemampuannya mengungkap makna di balik tindakan dan praktik sehari-hari yang
dilakukan oleh komunitas dalam konteks lokal mereka (Spradley, 2016). Dalam kajian ini,
pendekatan etnografi juga dimaksudkan untuk mendalami aspek lokalitas dalam produksi gula
aren serta membandingkannya dengan produksi gula komersial dalam bingkai kultural dan
ekologis. Metodologi etnografi berfokus pada pengamatan partisipatif, wawancara
mendalam, serta dokumentasi visual atas kegiatan produksi gula aren, mulai dari penyadapan
nira hingga proses pemasakan dan pencetakan menjadi gula cetak. Peneliti turut terlibat secara
aktif dalam aktivitas masyarakat, guna mendapatkan pemahaman holistik atas nilai, norma,
simbol, dan pola interaksi yang membentuk praktik ekonomi tradisional ini. Keberhasilan
etnografi terletak pada kedalaman interaksi antara peneliti dengan subjek yang diteliti dalam
konteks keseharian mereka (Hammersley & Atkinson, 2019).
Penelitian ini dilakukan di Dusun Balibak, Desa Balikterus, Kecamatan Sangkapura,
Kabupaten Gresik, Pulau Bawean. Lokasi ini dipilih secara purposif karena merupakan wilayah
yang masih mempertahankan praktik pembuatan gula aren secara tradisional. Subjek penelitian
terdiri dari petani penyadap nira, pengolah gula, anggota keluarga, dan tokoh adat. Jumlah
I M E J
Innovations in Multidisciplinary Education Journal
Vol. 2, No. 1, May 2025, page: 31-40
E-ISSN: 3064-0180
35
R. Moh. Edi Faiz et.al (Warisan Leluhur dalam Tetesan.)
informan yang diwawancarai sebanyak 15 orang, yang dipilih melalui teknik snowball
sampling (Hammersley & Atkinson, 2019). Untuk memperoleh data yang akurat dan
kontekstual, peneliti menggunakan kombinasi beberapa teknik pengumpulan data, yaitu:
Observasi Partisipatif
Peneliti secara langsung ikut dalam aktivitas penyadapan nira dan proses pemasakan gula.
Observasi ini memungkinkan peneliti memahami detail teknis dan simbolis dalam praktik
produksi gula aren. Seperti disampaikan oleh Malinowski (1922), “to grasp the native’s point
of view, his relation to life, to realise his vision of his world” adalah kunci dalam kerja
etnografi (Malinowski, 1922).
Wawancara Mendalam
Wawancara dilakukan secara semi-terstruktur untuk menggali narasi, pengalaman, dan nilai-
nilai yang menyertai praktik produksi gula aren. Pertanyaan mencakup aspek teknis produksi,
transmisi pengetahuan antar generasi, makna simbolik, dan tantangan regenerasi petani muda.
Wawancara terbuka memberi ruang bagi informan untuk mengemukakan pengalaman subjektif
mereka secara leluasa (Patton, 2002).
Dokumentasi Visual dan Audio
Pengambilan foto, video, dan rekaman suara digunakan untuk mendukung validitas data dan
mendokumentasikan ekspresi budaya visual. Gambar proses produksi dan alat tradisional
menjadi bukti material praktik lokal. Penggunaan media visual dalam etnografi membantu
merekam dimensi non-verbal dalam budaya (Pink, 2020).
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan pendekatan analisis tematik (thematic
analysis), yang bertujuan untuk mengidentifikasi pola-pola utama dalam narasi dan observasi.
Proses analisis dilakukan dalam tiga tahap: reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan (Huberman, 2019). Kategori utama dalam analisis mencakup proses produksi,
struktur sosial kerja, nilai ekologis, transmisi pengetahuan, dan makna budaya. Kredibilitas
data dijaga melalui teknik triangulasi, yakni membandingkan data dari observasi, wawancara,
dan dokumentasi visual untuk memperoleh konsistensi informasi (Creswell & Poth, 2016).
Validitas internal juga ditingkatkan dengan memberlakukan member checking, yaitu
mengonfirmasi hasil interpretasi dengan para informan agar tidak terjadi kesalahan tafsir.
Proses pembuatan gula aren yang diamati meliputi penyadapan nira dari pohon aren,
yang dilakukan dua kali sehari menggunakan wadah bambu dan pisau tradisional. Nira yang
diperoleh kemudian disaring dan direbus dalam wajan besar menggunakan bahan bakar kayu
bakar. Proses ini membutuhkan ketelitian karena jika terlalu lama, nira akan gosong, sedangkan
jika terlalu cepat akan gagal mengental. Setelah nira mengental, cairan dituangkan ke cetakan
batok kelapa atau bambu, lalu didinginkan hingga padat. Dalam observasi lapangan, terlihat
bahwa proses ini masih mengandalkan “ilmu rasa” yang tidak tertulis tetapi diturunkan secara
lisan dan praktik langsung, menunjukkan karakter pendidikan informal berbasis pengalaman.
Proses belajar dalam komunitas tradisional berlangsung melalui partisipasi langsung dan
interaksi sosial, bukan dalam sistem formal (Lave & Wenger, 1991a).
Penelitian ini juga melibatkan pendekatan studi kepustakaan (library research) untuk
membandingkan kandungan gula aren dengan jenis gula lainnya. Gula aren memiliki indeks
glikemik yang jauh lebih rendah (±35) dibandingkan gula pasir (±65) dan gula jagung (±70),
serta lebih kaya akan mineral seperti kalium, zat besi, dan magnesium (Nahwan et al., 2024).
Kandungan antioksidan dan seratnya juga menjadikan gula aren lebih unggul dari sisi (Fitri et
al., 2020). Konsumsi gula aren dalam jumlah moderat dapat membantu mengontrol kadar gula
I M E J
Innovations in Multidisciplinary Education Journal
Vol. 2, No. 1, May 2025, page: 31-40
E-ISSN: 3064-0180
36
R. Moh. Edi Faiz et.al (Warisan Leluhur dalam Tetesan.)
darah dan menjaga kesehatan jantung (Fitri et al., 2020). Data ini kemudian digunakan untuk
memperkuat argumentasi bahwa produksi gula aren secara tradisional di Balibak tidak hanya
mengandung nilai budaya, tetapi juga memiliki dimensi kesehatan dan ekonomi yang penting
dalam pengembangan produk pangan lokal. Seluruh proses penelitian dilakukan dengan
memperhatikan etika penelitian sosial. Peneliti meminta informed consent dari para informan,
menjaga kerahasiaan data pribadi, dan menghormati norma-norma adat lokal. Prinsip
kesetaraan, penghargaan terhadap kearifan lokal, dan keterbukaan terhadap kritik juga menjadi
pedoman dalam pelaksanaan penelitian ini (Neuman & Kreuger, 2003).
3. Hasil dan Pembahasan
Proses Tradisional Pembuatan Gula Aren di Dusun Balibak
Produksi gula aren di Dusun Balibak masih bertahan dengan metode tradisional yang
diturunkan lintas generasi. Prosesnya dimulai dengan penyadapan nira dari pohon enau.
Dilakukan oleh petani lokal yang disebut "panjer tolo". Penyadapan berlangsung dua kali
sehari, pagi dan sore, menggunakan wadah bambu (bumbung) yang diikatkan pada tangkai
bunga jantan pohon aren. Nira segar harus segera dimasak dalam waktu kurang dari lima jam
agar tidak mengalami fermentasi. Proses pemasakan dilakukan dalam kuali besar dari logam di
atas tungku kayu bakar. Selama 3-4 jam, nira direbus dan diaduk hingga berubah menjadi
larutan kental berwarna cokelat keemasan. Setelah mencapai kekentalan tertentu, cairan
dituangkan ke dalam cetakan batok kelapa atau kayu, kemudian didinginkan hingga mengeras
menjadi gula aren padat.
Tradisi ini menggambarkan pengetahuan lokal (local wisdom) yang tak tertulis,
diwariskan lewat praktik langsung, bukan melalui pendidikan formal. Pengetahuan tentang
waktu terbaik penyadapan, cara mengenali kualitas nira, dan teknik pemasakan didapat dari
proses pembelajaran berbasis pengalaman keluarga. Hal ini menunjukkan berlangsungnya
sistem etnopedagogi, sebagaimana dijelaskan Lave dan Wenger (1991), bahwa pembelajaran
otentik terjadi dalam konteks komunitas praksis (Lave & Wenger, 1991b).
Nilai Sosial dan Budaya Produksi Gula Aren
Lebih dari sekadar aktivitas ekonomi, produksi gula aren menjadi representasi budaya
agraris masyarakat Balibak. Aktivitas ini menyatukan nilai gotong royong, tanggung jawab
antar generasi, dan penghormatan terhadap alam. Setiap tahap produksi melibatkan peran
keluarga, dari penyadapan oleh pria dewasa hingga pencetakan oleh ibu rumah tangga dan
anak-anak. Struktur sosial desa pun dibentuk sebagian oleh aktivitas ini. Para pembuat gula
aren memiliki status yang khas dan dihargai sebagai penjaga warisan leluhur. Dalam sistem
seperti ini, hubungan antara manusia dan alam menjadi bagian dari struktur nilai yang
terinternalisasi dalam kehidupan sehari-hari (Umri, 2021). Dalam konteks ini, gula aren bukan
hanya produk fisik, tetapi juga simbol hubungan antara manusia, alam, dan spiritualitas.
Misalnya, terdapat kepercayaan lokal bahwa penyadapan tidak boleh dilakukan pada hari-hari
tertentu yang dianggap "pamali" (tabu), demi menjaga keharmonisan dengan alam (Durkheim,
2001).
Kandungan Gula Aren vs Gula Lain
Dari segi kandungan, gula aren memiliki keunggulan dibandingkan dengan gula putih
rafinasi maupun gula jagung. Gula aren kaya akan mineral seperti zat besi, kalium, magnesium,
dan fosfor. Selain itu, gula ini mengandung vitamin C, B1, B2, dan sejumlah senyawa
antioksidan alami (Muflih et al., 2025). Indeks glikemik (GI) gula aren tergolong rendah, yakni
I M E J
Innovations in Multidisciplinary Education Journal
Vol. 2, No. 1, May 2025, page: 31-40
E-ISSN: 3064-0180
37
R. Moh. Edi Faiz et.al (Warisan Leluhur dalam Tetesan.)
sekitar 35, sedangkan gula pasir berada di kisaran 6570. Ini menjadikan gula aren lebih ramah
bagi penderita diabetes atau mereka yang ingin mengontrol kadar gula darah (Hardinsyah,
2018). Sementara itu, gula jagung atau high fructose corn syrup (HFCS) meskipun rendah
kalori, memiliki efek buruk terhadap hati karena tingginya kadar fruktosa bebas (Lustig, 2013).
Penelitian lain menyebutkan bahwa gula aren mengandung polifenol dan flavonoid yang
memiliki aktivitas antioksidan signifikan, berpotensi membantu mencegah penyakit kronis
(Hutami et al., 2023). Kandungan alami tersebut tidak terdapat dalam gula rafinasi, karena
proses pemurnian menghilangkan hampir seluruh senyawa bermanfaat (Winarti, 2006).
Potensi Ekonomi dan Ancaman Kepunahan Tradisi
Secara ekonomi, produksi gula aren memberikan kontribusi penting terhadap
keberlangsungan hidup masyarakat desa. Gula aren dari Balibak dipasarkan secara lokal dan
antarpulau, meski masih menghadapi tantangan dalam akses pasar, harga jual yang fluktuatif,
serta kurangnya teknologi pendukung. Namun, terdapat kecenderungan menurunnya minat
generasi muda untuk melanjutkan tradisi ini. Mereka lebih memilih pekerjaan di sektor jasa
atau migrasi ke luar daerah. Minimnya regenerasi pelaku menjadi ancaman serius bagi
kelestarian budaya ini (Dewi et al., 2025). Ironisnya, di tengah tren gaya hidup sehat global,
permintaan terhadap gula aren meningkat secara signifikan. Produk ini telah digunakan sebagai
bahan baku dalam industri makanan organik, kosmetik, dan minuman kesehatan (Organization,
2019). Namun, jika tradisi produksinya tidak dijaga, maka masyarakat lokal justru akan
kehilangan potensi besar. Langkah pelestarian harus mencakup pelatihan, inovasi pengemasan,
dan promosi berbasis budaya. Konsep agroekowisata dapat menjadi solusi, di mana
pengunjung belajar langsung proses produksi gula aren sambil menikmati pengalaman budaya
lokal (Dewi et al., 2025). Ini bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga strategi keberlanjutan
warisan budaya.
Pembacaan Etnografi: Gula Aren sebagai Simbol Identitas
Dari pendekatan etnografi, gula aren bukan hanya komoditas, melainkan narasi kolektif
tentang ketahanan, adaptasi, dan keberlanjutan masyarakat lokal. Setiap tetes nira
mencerminkan kerja keras, dedikasi, dan relasi manusia dengan alam sekitar. Dengan
demikian, studi ini tidak hanya memotret aspek ekonomi, tetapi juga menggambarkan nilai-
nilai sosial dan spiritual di balik aktivitas pertanian tradisional (Organization, 2019). Makna
budaya terletak pada simbol dan praktik yang dibentuk melalui pengalaman bersama. Maka
dari itu, gula aren harus dibaca sebagai simbol identitas yang merekatkan masyarakat Balibak
dalam bingkai sejarah, ekonomi, dan budaya.
4. Kesimpulan
Artikel ini mengungkapkan bahwa produksi gula aren di Dusun Balibak, Bawean,
merupakan warisan leluhur yang tetap lestari berkat pelestarian metode tradisional dan nilai
budaya yang kuat. Proses pembuatan gula aren dilakukan secara manual dan berlandaskan
kearifan lokal, mulai dari penyadapan nira menggunakan alat sederhana seperti bumbung
bambu, hingga pemasakan nira dalam kuali besar di atas tungku kayu bakar. Setiap tahap
produksi memerlukan keterampilan dan pengalaman turun-temurun yang memastikan kualitas
gula aren tetap terjaga. Praktik ini bukan hanya aspek teknis, tetapi juga bagian integral dari
identitas budaya masyarakat yang mengaitkan aktivitas ekonomi dengan nilai-nilai sosial dan
spiritual. Selain menjadi sumber penghidupan masyarakat, gula aren dari Dusun Balibak juga
menawarkan keunggulan dari segi kandungan gizi bila dibandingkan dengan gula putih rafinasi
I M E J
Innovations in Multidisciplinary Education Journal
Vol. 2, No. 1, May 2025, page: 31-40
E-ISSN: 3064-0180
38
R. Moh. Edi Faiz et.al (Warisan Leluhur dalam Tetesan.)
maupun gula jagung. Gula aren kaya akan mineral seperti zat besi, kalium, magnesium, dan
fosfor, serta mengandung vitamin B kompleks dan antioksidan alami yang bermanfaat bagi
kesehatan. Indeks glikemiknya yang lebih rendah dibanding gula pasir juga menunjukkan
bahwa gula aren lebih aman untuk dikonsumsi oleh individu dengan risiko diabetes.
Kandungan senyawa bioaktif ini menjadikan gula aren tidak hanya sebagai pemanis alami,
tetapi juga sebagai bahan pangan fungsional yang potensial dalam mendukung pola hidup
sehat.
Meski memiliki nilai ekonomi dan gizi yang tinggi, keberlanjutan produksi gula aren
tradisional menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah menurunnya minat regenerasi
dari generasi muda yang lebih memilih pekerjaan di sektor lain atau migrasi ke perkotaan.
Selain itu, keterbatasan teknologi dan akses pasar menghambat perkembangan industri gula
aren lokal. Oleh karena itu, upaya pelestarian harus melibatkan inovasi yang tetap
menghormati tradisi, seperti pengembangan agroekowisata, pelatihan peningkatan kualitas
produk, serta pembukaan pasar yang lebih luas untuk gula aren asli. Studi etnografi ini
menunjukkan bahwa pemahaman mendalam terhadap praktik tradisional pembuatan gula aren
dapat menjadi modal penting untuk membangun strategi pembangunan berkelanjutan yang
berpihak pada masyarakat lokal. Melalui pendekatan budaya dan ekonomi yang terpadu,
warisan leluhur ini tidak hanya dilestarikan, tetapi juga dioptimalkan sebagai sumber daya
lokal yang berdaya saing dan bernilai tambah tinggi. Dengan demikian, gula aren dari Dusun
Balibak tidak hanya sebagai produk pangan, tetapi juga simbol kearifan lokal yang
memperkaya keberagaman budaya Indonesia dan memberi kontribusi nyata dalam ketahanan
pangan berbasis komunitas. Secara keseluruhan, penelitian ini menggarisbawahi pentingnya
menghargai dan melindungi warisan budaya ekonomi tradisional yang selama ini menjadi
fondasi kehidupan masyarakat pedesaan. Keunikan dan keunggulan gula aren sebagai produk
yang sehat dan ramah lingkungan perlu dijadikan fokus dalam pengembangan kebijakan dan
program pelestarian budaya serta pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dengan begitu, tetesan
manis dari gula aren tidak hanya menjadi sumber penghasilan, tetapi juga penanda identitas
dan kebanggaan masyarakat Dusun Balibak, yang dapat diwariskan secara berkelanjutan ke
generasi mendatang.
5. Daftar Pustaka
Anwarudin, O., Sumardjo, S., Satria, A., & Fatchiya, A. (2020). Proses dan pendekatan
regenerasi petani melalui multistrategi di Indonesia. Jurnal Penelitian Dan
Pengembangan Pertanian, 39(2), 7385.
Creswell, J. W., & Poth, C. N. (2016). Qualitative inquiry and research design: Choosing
among five approaches. Sage publications.
Dewi, W. A. S., Buanasari, N. K. T., Antari, N. K. D., Lestariasih, N. P. T., & Wiadnyani, N.
W. (2025). MENGGAPAI INDONESIA EMAS 2045: KONTRIBUSI GENERASI
MUDA DALAM TEKNOLOGI, SENI DAN PELESTARIAN BUDAYA. Prosiding
Pekan Ilmiah Pelajar (PILAR), 5.
Fitri, Y., Al Rahmad, A. H., Suryana, S., & Nurbaiti, N. (2020). Pengaruh penyuluhan gizi
tentang jajanan tradisional terhadap peningkatan pengetahuan dan perilaku jajan anak
sekolah. AcTion: Aceh Nutrition Journal, 5(1), 1318.
Geertz, C. (1973). The interpretation of cultures New York. NY: Basic Books.
I M E J
Innovations in Multidisciplinary Education Journal
Vol. 2, No. 1, May 2025, page: 31-40
E-ISSN: 3064-0180
39
R. Moh. Edi Faiz et.al (Warisan Leluhur dalam Tetesan.)
Hammersley, M., & Atkinson, P. (2019). Ethnography: Principles in practice. Routledge.
Hidayat, L., & Soimin, M. (2021). Analisis Kelayakan Usaha Produk Hasil Hutan Bukan Kayu
(Hhbk) Gula Aren: Studi Kasus Kelomok Tani Sabar Menanti Lombok Timur. Jurnal
Silva Samalas, 4(2), 4147.
Huberman, A. (2019). Qualitative data analysis a methods sourcebook.
Hutami, R., Pribadi, M. F. I., Nurcahali, F., Septiani, B., Andarwulan, N., Sapanli, K., Zuhud,
E. A. M., Al Manar, P., Ichsan, N., & Wahyudi, S. (2023). Proses produksi gula aren
cetak (Arenga pinnata, Merr) di Indonesia. Jurnal Ilmiah Pangan Halal, 5(2), 119130.
Jayendra, P. S., & Supriyandana, P. Y. (2021). Gula Pedawa: Sari Bumi Bali Aga. Nilacakra.
Kerebungu, F., Sasea, S., Hadad, M., Telaumbanua, R. A., Ayuni, N. M. S., Gea, M. H., &
Risal, R. (2024). Kebudayaan Produksi Gula Aren Masyarakat Desa Beringin,
Kecamatan Ranoyapo, Kabupaten Minahasa Selatan. ETIC (EDUCATION AND SOCIAL
SCIENCE JOURNAL), 1(4), 284291.
Krisnatuti, I. D., Rasjmida, D., & Yenrina, I. R. (2014). Diet sehat untuk penderita Diabetes
Mellitus. Penebar Swadaya Group.
Lave, J., & Wenger, E. (1991a). Situated learning: Legitimate peripheral participation.
Cambridge university press.
Lave, J., & Wenger, E. (1991b). Situated learning: Legitimate peripheral participation.
Cambridge university press.
Lustig, R. H. (2013). Fructose: it’s “alcohol without the buzz.” Advances in Nutrition, 4(2),
226235.
Malinowski, B. (1922). Argonauts of the Western Pacific. Prospect Heights.
Muflih, G. Z., Kom, M., Umi Barokah, M. P., Zuhdi, R., Fathani, T. F., & ST, E. I. W. W.
(2025). Panduan Pembuatan Gula Semut. Selat Media.
Nahwan, D., Nugroho, I. S., Kusnadi, A. A. G. A., & Febriani, R. (2024). Peningkatan Sistem
Pengolahan Gula Aren (Arrenga Pinnata Merr) Untuk Menambah Brand Value di Desa
Cinanggerang Sumedang. JURPIKAT (Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat), 5(1), 1
11.
Nazaruddin, T., & Manfarisyah, M. (2018). Rekonstruksi Politik Hukum Tata Ruang Kota
Berkelanjutan Berbasis Kearifan Lokal. Prosiding Seminar Nasional Politeknik Negeri
Lhokseumawe, 2(1).
Neuman, W. L., & Kreuger, L. (2003). Social work research methods: Qualitative and
quantitative approaches. (No Title).
Nurdin, I., & Hartati, S. (2019). Metodologi penelitian sosial. Media Sahabat Cendekia.
Oktavianti, I., & Ratnasari, Y. (2018). Etnopedagogi dalam pembelajaran di sekolah dasar
melalui media berbasis kearifan lokal. Refleksi Edukatika: Jurnal Ilmiah Kependidikan,
8(2).
Organization, W. H. (2019). Sustainable healthy diets: Guiding principles. Food & Agriculture
Org.
Patton, M. Q. (2002). Qualitative research and evaluation methods (Vol. 3). Sage.
I M E J
Innovations in Multidisciplinary Education Journal
Vol. 2, No. 1, May 2025, page: 31-40
E-ISSN: 3064-0180
40
R. Moh. Edi Faiz et.al (Warisan Leluhur dalam Tetesan.)
Pink, S. (2020). Doing visual ethnography.
Prastiani, I., Nawansih, O., & Setiawan, T. (2024). Keragaman Mutu Gula Semut Yang
Beredar Di Wilayah Bandar Lampung Berdasarkan SNI 01-3743-1995. Jurnal
Agroindustri Berkelanjutan, 3(2), 231242.
Spradley, J. P. (2016). The Ethnographic Interview. Long Grove, IL. Waveland Press, Inc.
Tandrian, C., Nurwantoro, N., & Dwiloka, B. (2024). Pengaruh Penambahan Pemanis Alami
Daun Stevia Terhadap Total Padatan Terlarut, Total Asam, Total Bakteri Asam Laktat
Dan Tingkat Kesukaan Cocogurt. Jurnal Teknologi Pangan, 8(2), 3036.
Tilaar, H. A. R., & Mukhlis. (1999). Pendidikan, kebudayaan, dan masyarakat madani
Indonesia. Remaja Rosdakarya.
Umri, C. A. (2021). Nilai-Nilai Budaya Dalam Cerita Rakyat Baturaden Pada Masyarakat
Banyumas Sebagai Alternatif Bahan Ajar Sastra Di Sekolah Dasar. Jurnal Perseda:
Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 4(2), 93100.
Winarti, S. (2006). Minuman kesehatan. Tiara Aksa.