Journal of Contemporary Issues in Primary Education (JCIPE)
Vol. 2, No. 1, Juni 2024, page: 36-42
E-ISSN: 3026-4014
- 39 -
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwasanya primordialisme adalah suatu perasaan-perasaan yang
dimiliki oleh seseorang yang begitu menjunjung tinggi ikatan sosial yang berupa nilai-nilai, norma dan
kebiasaan masyarakat yang bersumber dari etnik, ras, tradisi dan kebudayaan yang dibawa sejak seorang
individu baru dilahirkan.
c) Problematika Childfree
Pada akhir abad 20 lahirlah istilah yang digunakan untuk menyebut orang dengan pilihan tidak
memiliki anak ini. Childfree merupakan sebutan yang menunjuk kepada orang ataupun pasangan dengan
pilihan untuk tidak memiliki anak. Childfree ini memiliki perbedaan dengan childless. Childless berarti
lebih kepada kondisi seseorang tanpa anak dikarenakan oleh keadaan. Sedangkan childfree adalah pilihan
yang diambil seseorang maupun pasangan. Dalam masyarakat di Indonesia, childless sepertinya lebih
mudah diterima atau ditoleransi dibandingkan dengan pilihan childfree. Menurut Grigoryeva (dalam
Bicharova, 2015: 926) konsep childfree ini pertama kali diperkenalkan oleh feminis Amerika Shirley Radl
dan Ellen Pek. Mereka menganggap istilah childfree sedikit menghina karena dengan tidak memiliki anak
adalah dianggap sebagai inferioritas. Oleh karena itu, untuk melindungi hak-hak individu yang tidak
memiliki anak, Sh. Radl dan E. Peck memulai sebuah komunitas childfree pertama dengan memberikan
nama “Organisasi Nasional untuk Non-Orang Tua. Organisasi childfree pertama tersebut hanya ada dalam
satu dekade, namun hal tersebut membuat dasar dari gerakan dunia.
Konsep childfree ini diperkenalkan pada tahun 1970-an, yang digunakan untuk menunjukan
penolakan orang usia subur dari fungsi reproduksi dan dengan hal tersebut diyakini bahwa kelahiran anak
akan membawa tragedi nyata bagi mereka karena tidak membutuhkan anak. Fenomena childfree awalnya
ditemukan oleh penelitian di Negara-negara yang makmur secara ekonomi. Valeryevna (2018: 146)
menjelaskan beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang yang tidak memiliki anak atau childfree ini
adalah kebanyakan anak muda, yang memiliki pendidikan 30 tinggi, penduduk yang sukses secara
profesional di kota besar, memiliki kecenderungan yang kurang terhadap agama dan ketaatan pada sebuah
adat istiadat, memiliki kemakmuran secara materi, sadar terhadap bahaya dan ancaman masyarakat
modern, memiliki pikiran bahwa hidup hanya untuk kesenangan sendiri, serta memiliki sifat
individualisme dan egosentrisme yang tinggi. Selain itu juga, orang yang memilih childfree ini biasanya
aktif dalam media sosial dan forum internet.
Terdapat beberapa alasan yang melatarbelakangi pilihan childfree diantaranya seperti adanya
permasalahan personal, finansial, kekhawatiran akan tumbuh kembang anak, latar belakang keluarga,
hingga alasan emosional atau maternal instinct. Salah satu alasan yang menarik dari adanya pilihan
childfree ini adalah tentang alasan yang berkaitan dengan isu lingkungan. Berkaitan dengan hal tersebut,
saat ini populasi penduduk bumi sudah semakin meningkat, tetapi tidak sejalan dengan kesehatan bumi
dan ketersediaan pangan. Sehingga childfree dipilih beberapa orang sebagai langkah untuk mengatasi dan
dikatakan agar tidak menambah beban bumi. Istilah childfree ini masih terdengar asing di Indonesia. Hal
ini berbeda dengan beberapa negara maju karena childfree sudah tidak asing lagi dan banyak yang memilih
childfree sebagai pilihan hidup mereka.
3.
Metode Penelitian
Penelitian ini dapat diklasifikasikan sebagai jenis penelitian kualitatif. Dalam penelitian kualitatif,
peneliti harus dapat mengumpulkan data yang berupa kata-kata, kalimat-kalimat atau narasi-narasi baik
yang diperoleh dari observasi ataupun dari melakukan metode wawancara mendalam (Moleong, 2017).
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan entografi. Etnografi merupakan suatu
bentuk penelitian yang memiliki fokus pada makna sosiologis melalui observasi lapangan tertutup dari
fenomena struktural (Emzir, 2011). Beberapa asumsi dasar penelitian etnografi yang dikemukakan oleh
Emzir (2011) yang pertama adalah etnografi mengabstraksikan kepentigan penelitian yang prinsip
utamanya dipengaruhi oleh pemahaman kulturan masyarakat. Kedua merupakan penelitian entografi yang
mengabstraksikan suatu kemampuan untuk mengindentifikasikan kelompok sosial yang selaras dengan
kepentingannya. Ketiga merupakan penelitian etnografi memerlukan peneliti untuk dapat
mengansumsikan serta memahami kelebihan kultural dari kelompok sosial yang diteliti seperti menguasai
bahasa ataupun jargon secara teknis yang berasal dari kebudayaan tersebut serta memiliki temuan yang
berdasarkan pada pengetahuan menyeluruh dari budaya tersebut. Peneliti memilih pendekatan etnografi