Journal of Contemporary Issues in Primary Education (JCIPE)
Vol. 2, No. 2, Desember 2024, page: 135-142
E-ISSN: 3026-4014
- 137 -
1. Pendahuluan
Pendidikan memiliki peran penting dalam proses pewarisan nilai-nilai dan budaya dari satu generasi
ke generasi berikutnya (Sadita & Syafitri, 2024). Selain sebagai sarana untuk menyampaikan pengetahuan
akademis, pendidikan juga berfungsi untuk membentuk karakter dan kepribadian siswa. Di tengah arus
globalisasi yang membawa perubahan cepat dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk budaya, pendidikan
harus mampu menjadi benteng yang menjaga nilai-nilai luhur bangsa agar tidak hilang atau tergerus oleh
budaya asing. Oleh karena itu, sangat penting bagi sistem pendidikan di Indonesia untuk mengintegrasikan
nilai-nilai kearifan lokal yang mencerminkan identitas dan karakter bangsa, salah satunya adalah dengan
mengadopsi pendekatan etnopedagogis dalam proses pembelajaran. Bahan ajar berbasis kearifan lokal
merupakan sumber belajar alternatif yang sangat terpercaya dalam meningkatkan keterampilan literasi
ilmiah siswa (Suryanti et al., 2020). Dengan mengintegrasikan nilai-nilai budaya lokal ke dalam proses
pembelajaran, siswa tidak hanya memperoleh pengetahuan akademis tetapi juga memahami dan
menginternalisasi nilai-nilai yang melekat dalam budaya mereka. Mempelajari dinamika kebudayaan
seperti perubahan dan perkembangan budaya serta bagaimana suatu kebudayaan mempengaruhi
kebudayaan lain sangat penting untuk membangun pemahaman yang holistik (Sudarmin, 2014:21). Melalui
etnopedagogi, pendidikan dapat memberikan konteks yang relevan bagi siswa, sehingga memperkuat nilai-
nilai karakter yang selaras dengan budaya dan identitas lokal. Etnopedagogi merupakan pendekatan
pendidikan yang berupaya mengintegrasikan nilai-nilai budaya lokal ke dalam proses pembelajaran,
sehingga siswa tidak hanya belajar secara kognitif tetapi juga memahami dan menginternalisasi nilai-nilai
budaya setempat. Dalam konteks Indonesia, yang kaya akan keragaman budaya, pendekatan ini menjadi
semakin relevan sebagai upaya untuk menjaga warisan budaya bangsa sekaligus memperkuat karakter
siswa sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila yang diamanatkan oleh pemerintah.
Profil Pelajar Pancasila terdiri dari enam dimensi karakter utama, yaitu beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia, mandiri, gotong royong, kebinekaan global, kritis, dan
kreatif. Dimensi-dimensi tersebut mencerminkan nilai-nilai dasar Pancasila yang seharusnya menjadi
fondasi dalam pembentukan karakter setiap pelajar Indonesia (Ibad, 2022). Namun, dalam praktiknya,
masih terdapat kesenjangan dalam mewujudkan profil pelajar yang ideal, salah satunya disebabkan oleh
rendahnya literasi budaya dan minimnya integrasi kearifan lokal dalam proses pembelajaran. Hal ini
menunjukkan perlunya upaya untuk memadukan pendidikan karakter dengan warisan budaya lokal sebagai
salah satu solusi untuk memperkuat karakter siswa dan memastikan bahwa mereka dapat menghadapi
tantangan global tanpa kehilangan jati diri mereka. Kekayaan budaya Indonesia mengandung nilai-nilai
yang harus dipelajari oleh siswa, seperti bahasa yang berbeda, pakaian adat, makanan tradisional, dan lagu
daerah. Keberagaman ini dapat menjadi sumber pembelajaran dan pengetahuan bagi siswa (Suryanti, 2020).
Dalam konteks ini, batik sebagai salah satu warisan budaya Indonesia yang telah diakui dunia, memiliki
potensi besar untuk menjadi media pendidikan karakter. Setiap motif batik memiliki filosofi yang sarat
dengan nilai-nilai kehidupan, yang jika dipahami dan diajarkan dengan benar dapat memberikan dampak
positif bagi perkembangan karakter siswa. Salah satu bentuk batik yang menarik untuk dikaji dalam konteks
pendidikan berbasis etnopedagogis adalah batik ciprat langitan dari Simbatan, yang tidak hanya
mencerminkan keindahan artistik tetapi juga mengandung kearifan lokal yang dalam.
Kelompok masyarakat pengrajin batik ciprat langitan memiliki tradisi panjang dalam melestarikan
warisan budaya ini. Melalui keterlibatan dalam proses pembuatan batik, siswa dapat belajar tentang nilai-
nilai budaya lokal seperti gotong royong, kesabaran, kreativitas, dan kesadaran lingkungan. Kegiatan ini
tidak hanya memberikan pengetahuan tentang seni batik, tetapi juga menanamkan sikap dan karakter yang
sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Proses pembuatan batik ciprat yang melibatkan kerja sama antar
pengrajin dapat menjadi sarana untuk mengajarkan nilai gotong royong kepada siswa. Selain itu, kreativitas
dalam menciptakan motif batik ciprat yang tidak terikat pada pola tertentu memberikan ruang bagi siswa
untuk mengekspresikan diri dan mengembangkan kemampuan berpikir kreatif. Penting untuk
menggarisbawahi bahwa klaim untuk hubungan yang lebih baik antara pengetahuan ilmiah dan
pengetahuan 'lokal' tradisional tidak hanya relevan untuk pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan di
masyarakat selatan atau timur, tetapi juga di masyarakat utara atau 'barat' yang kini semakin menerima
bahwa alternatif untuk pembangunan berkelanjutan sering kali didasarkan pada bentuk pengetahuan 'lokal'
yang dikembangkan di luar ilmu pengetahuan konvensional (Rist & Dahdouh-Guebas, 2006). Penelitian
ini dilakukan untuk menganalisis makna yang terkandung dalam batik ciprat langitan dan bagaimana
pendekatan etnopedagogis dapat diterapkan untuk memperkuat karakter siswa sesuai dengan Profil Pelajar