Journal of Contemporary Issues in Primary Education (JCIPE)
Vol. 1, No. 2, Desember 2023, page: 81-94
E-ISSN: 3026-4014
- 81 -
Artikel Tinjauan Pustaka Naskah dikirim: 3/07/2023 Selesai revisi: 29/8/2023 Disetujui: 29/10/2023 Diterbitkan:1/12/2023
Konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan implementasinya
di Sekolah Dasar di Indonesia
Rochmimah Harini
1
, Nurul Istiqfaroh
2
, Hendratno
3
Universitas Negeri Surabaya, Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Email: rochmimah.23002@mhs.unesa.ic.id
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri hakikat pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara
dan relevansinya dengan dunia pendidikan modern sebagai seorang pelopor pendidikan. Ki Hajar
Dewantara, atau nama lengkapnya Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, adalah seorang tokoh pendidikan
Indonesia yang memiliki kontribusi besar dalam pengembangan pendidikan di Indonesia. Salah satu teori
yang dikembangkannya adalah "Tunas Muda", yang dapat diterapkan dalam pembelajaran di sekolah
dasar kelas awal. Pemikiran Ki Hadjar Dewantara mengenai pendidikan telah menjadi citra tersendiri bagi
sejarah pendidikan di Indonesia. Konsep pendidikannya menampilkan kekhasan kultural Indonesia dan
menekankan pentingnya pengolahan potensi-potensi peserta didik secara terintegratif. Jenis penelitian ini
yaitu penelitian kualitatif yang berbentuk library research (Penelitian Pustaka). Teknik pengumpulannya
yaitu dengan dokumentasi, analisis dokumen. Teknik analisis data deskriptif verifikatif dan penarikan
kesimpulan. Adapun hasil dari penelitian ini adalah pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara dan
implementasinya di sekolah dasar saat ini.
Kata kunci: pemikiran Ki Hajar Dewantara, konsep pendidikan dasar, sekolah dasar, dan pendidikan saat
ini.
Ki Hadjar Dewantara's educational concept and its implementation
in elementary schools in Indonesia
Abstrac: This research aims to explore the essence of Ki Hajar Dewantara's educational thinking and its
relevance to the world of modern education as an educational pioneer. Ki Hajar Dewantara, or his full
name Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, is an Indonesian educational figure who has made a major
contribution to the development of education in Indonesia. One of the theories he developed was "Young
Shoots", which can be applied to learning in early elementary schools. Ki Hadjar Dewantara's thoughts
on education have become a distinctive image for the history of education in Indonesia. The educational
concept displays the uniqueness of Indonesian culture and emphasizes the importance of processing
students' potentials in an integrated manner. This type of research is qualitative research in the form of
library research. The collection technique is documentation, document analysis. Verification descriptive
data analysis techniques and drawing conclusions. The results of this research are Ki Hajar Dewantara's
educational thoughts and their implementation in elementary schools today.
Key words: Ki Hajar Dewantara's thoughts, the concept of basic education, elementary school, and
current education.
Hak Cipta©2023 Rochmimah Harini, Nurul Istiq’faroh, Hendratno
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 CC BY-SA International Lice
Journal of Contemporary Issues in Primary Education (JCIPE)
Vol. 1, No. 2, Desember 2023, page: 81-94
E-ISSN: 3026-4014
- 82 -
1. Pendahuluan
Ki Hajar Dewantara, atau nama lengkapnya Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, adalah
seorang tokoh pendidikan Indonesia yang memiliki kontribusi besar dalam pengembangan
pendidikan di Indonesia. Salah satu teori yang dikembangkannya adalah "Tunas Muda", yang
dapat diterapkan dalam pembelajaran di sekolah dasar kelas awal. Teori "Tunas Muda"
mengutamakan pendekatan pembelajaran yang menekankan pada kebebasan dan keaktifan anak
dalam proses belajar. Ki Hajar Dewantara percaya bahwa anak-anak memiliki potensi yang besar
dan kemampuan untuk mengembangkan diri mereka sendiri. Pripsip teori “Tunas Muda”
Kebebasan dalam Pembelajaran: Anak-anak diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat,
mengeksplorasi ide-ide baru, dan mengembangkan inisiatif mereka sendiri. Guru berperan
sebagai fasilitator yang membantu siswa mengeksplorasi dan memperoleh pemahaman yang
lebih dalam. Pembelajaran Aktif: Pembelajaran diarahkan pada kegiatan yang melibatkan siswa
secara aktif, seperti diskusi kelompok, eksperimen, permainan, dan proyek kolaboratif. Siswa
diajak untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran dan mengembangkan keterampilan
berpikir kritis Oleh karena itu, pendidikan harus memberikan kesempatan kepada anak-anak
untuk mengungkapkan dan mengembangkan potensi mereka melalui kegiatan yang menarik dan
bermakna.
Pendidikan Karakter: Selain pembelajaran akademik, teori "Tunas Muda" juga
menekankan pentingnya pendidikan karakter. Anak-anak diajarkan nilai-nilai moral,
keterampilan sosial, dan kecakapan hidup yang akan membantu mereka menjadi pribadi yang
bertanggung jawab dan berkontribusi positif bagi masyarakat. Pembelajaran Terpadu:
Pembelajaran tidak hanya berfokus pada satu mata pelajaran, tetapi mengintegrasikan berbagai
bidang studi. Misalnya, dalam mempelajari alam, siswa dapat belajar tentang sains, lingkungan,
dan budaya melalui kegiatan lapangan, observasi, dan penelitian. Pemahaman Kebudayaan
Lokal: Teori "Tunas Muda" menghargai keberagaman budaya dan kekayaan lokal. Pembelajaran
mencakup pemahaman tentang budaya, tradisi, dan sejarah lokal, sehingga siswa dapat
menghargai dan memahami identitas mereka sendiri serta identitas orang lain. Terdapat suatu
hubungan timbal-balik antara pemikiran dan konteks sosial. Di satu pihak setiap pemikiran
terjadi dan berkembang di dalam konteks sosial tertentu. Di lain pihak, konteks sosial secara
tertentu pula dibentuk dan dikembangkan oleh pemikiran. Aktivitas berpikir manusia telah
membentuk dan mengembangkan konteks sosio-kulturalnya; telah menghumanisasi alam
sehingga mengalami transformasi menjadi kebudayaan. Kecuali itu, aktivitas berpikir merupakan
Journal of Contemporary Issues in Primary Education (JCIPE)
Vol. 1, No. 2, Desember 2023, page: 81-94
E-ISSN: 3026-4014
- 83 -
langkah awal manusia untuk mengaktualkan potensi-potensi dirinya. Dengan berpikir manusia
memulai proses awal belajar: bagaimana ia berperilaku dan bersikap kepada diri, sesama dan
lingkungan alamnya.
Berpikir adalah aktivatas dasar manusia dan merupakan pintu masuk ke arah pendidikan
kemanusiaan dan pemeliharaan lingkungan alam dan sosial. Ketika seseorang berpikir maka ia
menyikapi realitas. Realitas yang disikapi adalah realitas yang dimaknai. Pemaknaan atas realitas
dari dan oleh seseorang melalui aktivitas berpikirnya, yang ditujukan baik untuk dirinya sendiri
maupun juga untuk orang lain, dalam arti tertentu merupakan bagian dasar dari pendidikan.
Itulah sebabnya mengapa berpikir tentang hal-hal yang bermakna untuk perkembangan
kehidupan dalam arti seluas-luasnya tergolong sebagai aktivitas belajar atau proses pendidikan.
Maka dapat dipastikan tidak ada yang namanya pendidikan jika tidak bermula dari kegiatan
berpikir tentang makna hidup, nilai-nilai hidup dan bagaimana mengembangkan kehidupan itu
sendiri, membentuknya menjadi manusiawi. Jadi, berpikir merupakan kunci utama bagi
transformasi hidup seseorang secara internal dan eksternal. Internal menyangkut refleksi diri,
sementara eksternal 2 menyangkut bagaimana relasi dengan pihak luar diri. Begitulah awal
munculnya apa yang disebut dengan pendidikan itu. Ia lahir dari aktivitas berpikir manusia
tentang hidup yang bermakna, bernilai, bermartabat dan bersahaja. Dalam konteks itu pula,
gagasan-gagasan seorang Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan pertama-tama merupakan
upayanya berpikir untuk menyiasati perwujudan kondisi kehidupan yang bermakna, bernilai,
bermartabat dan bersahaja. Kehidupan demikian tentu menjadi prioritas penjajah bagi
golongannya, tapi tidaklah demikian bagi golongan bumiputra (terjajah). Gagasan-gagasan Ki
Hadjar Dewantara seputar pendidikan merupakan tanggapan kritisnya terhadap kebutuhan
golongan terjajah pada zamannya. Ia berpikir perihal bagaimana mencerdaskan orang-orang
yang senasib dengan dirinya agar mereka sadar akan hak-hak hidupnya.
Dalam rangka itu pula, Ki Hadjar Dewantara sebetulnya telah berupaya membuka jalan
untuk mengatasi persoalan kesenjangan sosial dan pelanggaran hak-hak manusia pada masanya.
Namun, selaras dengan konsep manusia sebagai makhluk dinamis, pemikiran manusia hingga
saat ini juga berkembang dan menjadi kian kompleks. Artinya, setiap pemikiran manusia yang
dipandang cocok untuk masa tertentu di suatu wilayah tertentu, belum tentu dapat
diimplementasikan pada masa dan kondisi yang berbeda, baik di wilayah yang sama maupun di
wilayah yang berbeda. Hal ini berlaku juga bagi pemikiran Ki Hadjar tentang pendidikan.
Konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara boleh jadi sangat bagus dan sesuai dengan kebutuhan
Journal of Contemporary Issues in Primary Education (JCIPE)
Vol. 1, No. 2, Desember 2023, page: 81-94
E-ISSN: 3026-4014
- 84 -
pada masanya, tapi untuk konteks pendidikan di Indonesia pada jaman sekarang ia tidak luput
dari tantangan-tantangan. Oleh karena itu, ia perlu diinterpretasi untuk menjawab tantangan-
tantangan implementasinya dalam konteks zaman yang berbeda. Di Indonesia, pemikiran Ki
Hadjar Dewantara mengenai pendidikan telah menjadi citra tersendiri bagi sejarah pendidikan
Indonesia. Ia adalah embrio model 3 pendidikan klasik Indonesia yang dulu dipandang cocok
dan ideal untuk mengembangkan dan mengaktualkan potensi-potensi generasi muda Indonesia
(kognitif, afektif, psikomotorik, konatif) dan aspek-aspek personal lainnya seperti dimensi
sosialitas dan spiritualitasnya. Refleksi dan evaluasi atas perkembangan pendidikan Indonesia,
dengan segudang persoalannya dewasa ini, mestinya berangkat dari sana. Upaya demikian
memang tidak mudah, sebab munculnya persoalan-persoalan pendidikan dewasa ini tidak
terlepas dari kerangka upaya menanggapi tantangan zaman seperti yang dilakukan oleh Ki
Hadjar Dewantara tempo dulu. Tuntutan dunia pendidikan di Indonesia zaman sekarang juga
lebih bervariasi daripada masa di mana Ki Hadjar Dewantara menggagas konsep pendidikannya
yang boleh jadi memang sangat dibutuhkan pada zamannya kala itu. Maka, dalam penelitian ini
kami memusatkan perhatian pada konsep Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan.
Tujuannya adalah untuk menginterpretasinya kembali dalam rangka menemukan tantangan
implementasinya dan mencari solusi alternatifnya. Dalam konteks itu pula, artikel review
literature ini diberi judul: Konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan implementasinya di
Sekolah Dasar di Indonesia. Ringkasnya, lembaga pendidikan di Indonesia belum
menempatkan diri sebagai instansi yang mencoba selalu memahami kepentingan peserta didik
sebagai stakeholder (pemangku kepentingan) dan menjadikannya sebagai tujuan dalam
praksisnya. Akibatnya, pendidikan di Indonesia sibuk dengan kegiatan yang dominasi kognitif.
Kondisi ini membuat para pendidik di sekolah sering hanya berperan sebagai pengajar (transfer
of knowledge). Mereka belum terkondisikan menjadi pendidik dan fasilitator serta teman
bermain bagi siswa. Relasi yang terbangun antara pendidik dan peserta didik pun mirip dalam
sebuah instansi non-kependidikan: terpola secara tegas antara atasan dan bawahan. Padahal,
relasi yang terjadi idealnya adalah setara dalam arti, guru adalah sahabat dan sekaligus teman
bagi siswa untuk saling berbagi dan memperkaya wawasan pengetahuan. Dalam istilah Ki
Hadjar Dewantara, inilah yang disebut metode Among. Metode itu dilaksanakan dengan
semboyan Tut Wuri Handayani (mengikuti dari belakang dan memberi pengaruh). Tampaknya
model pendidikan yang digagas Ki Hadjar itu kurang dihidupi (dilupakan?) lembaga pendidikan
di Indonesia sekarang ini. Hal itu bisa dilihat dari orientasi lembaga pendidikan dalam
Journal of Contemporary Issues in Primary Education (JCIPE)
Vol. 1, No. 2, Desember 2023, page: 81-94
E-ISSN: 3026-4014
- 85 -
praksisnya yang selalu berupaya kuatuntuk menyiasati ujian sekolah ataupun ujian akhir nasional
(UAN), dan bukan untuk membentuk manusia yang otentik, berkepribadian dan peka terhadap
dunia di luar sekolah. Reduksi pada aspek metode dan visi pendidikan ini menyebabkan generasi
Indonesia ke depan terancam kehilangan daya kritis serta kemampuan bernalar untuk
menggunakan akal budi secara optimal. Hal ini diperparah lagi dengan praksis pendidikan di
Indonesia dewasa ini yang cenderung menciptakan manusia terampil bekerja tapi dangkal
penalarannya atas nilai-nilai kehidupan dan makna pekerjaan. Tanpa sadar, model pendidikan di
Indonesia menggiring anak didik untuk menjadi manusia tukang yang mengabdi kepada
kepentingan pasar kapital belaka.
Model pendidikan macam itulah yang menghasilkan manusia-manusia di Indonesia yang
bermental lembek sehingga rentan mengalami krisis identitas dan disorientasi diri. Ancaman
yang terakhir itu yang kini kita rasakan secara nyata. Di Indonesia sudah cukup banyak orang
yang “pintar”, tapi sulit menemukan orang yang “benar”. Yang pertama menyangkut kualitas
kognitif, sementara yang kedua menyangkut kualitas nilai (integrasi antara potensi-potensi
kognitif, afektif, psikomotor, sosial dan spiritual). Ini masalah dan harus disadari sebagai
masalah yang serius bagi perkembangan pendidikan. Elite perlu tahu dan menyadarinya sebagai
tantangan hebat untuk menyambut masa depan Indonesia yang beradab. Perumusan kebijakan
seputar pendidikan Indonesia perlu mempertimbangkan gagasan-gagasan awal seputar
pendidikan yang belum terkontaminasi oleh kepentingan pragmatis secara politik dan ekonomi
agar ia tidak lagi menjadi instrumen politik. Hal itu rasanya bisa terlaksana bila ada kesediaan
untuk duduk bersama antara pendidik dan orang tua serta pemerintah dalam rangka merumuskan
bersama kebijakan pendidikan yang berorientasi Keindonesiaan. Kebijakan yang manusiawi
yang bisa membuat manusia di Indonesia memiliki harapan ke depan dalam konteks global tanpa
tercerabut dari akar-akar kultural. Dalam praksisnya, bukanlah satu dua orang yang berjaya
dalam olimpiade internasional yang bisa kita banggakan untuk menakar keberhasilan pendidikan
di Indonesia, melainkan bagaimana anak-anak pedalaman dan pedesaan juga memiliki
kesempatan yang sama untuk meraih keunggulan nyata dalam proses pendidikan yang
manusiawi seperti rekan-rekannya di daerah perkotaan. Maka sebuah pendidikan yang bebas dari
kepentingan politik dan bebas dari oknum-oknum pencari laba (rent seeking) menjadi kunci
untuk menyukseskan visi dan misi pendidikan Indonesia. Elite cukup menyediakan kebijakan
yang adil bagi semua, berpihak pada kaum lemah, dan tidak membebani anak didik dengan
materi yang tak masuk akal hanya karena standar kelulusan ditentukan oleh angka-angka
Journal of Contemporary Issues in Primary Education (JCIPE)
Vol. 1, No. 2, Desember 2023, page: 81-94
E-ISSN: 3026-4014
- 86 -
kuantitatif, yang jelas mengabaikan aspek kualitatif pada diri peserta didik. Selanjutnya, biarlah
rakyat yang menikmati, merasakan, dan menjalani dunia pendidikannya sendiri. Berkaitan
dengan itu, kebutuhan yang mendesak dan amat urgen kini adalah merumuskan visi pendidikan
yang berorientasi pada pendidikan seutuhnya untuk mencetak generasi Indonesia yang
berkualitas. Pendidikan seutuhnya dalam maksud Ki Hajar Dewantara adalah pendidikan yang
tidak mencabut akar budaya yang membuat peserta didik menjadi asing dengan realitasnya.
Pendidikan harus membuat manusia di Indonesia menjadi peka akan budi pekerti. Kepekaan
inilah yang membuat manusia di Indonesia akan terbentuk sebagai pribadi yang berkehalusan
budi serta berkeheningan batin.
2. Metode Penelitian
Design penelitian ini menggunakan metode literature review dengan pencarian sistematik
pada database google scholar. Peneliti melakukan pencarian dengan meninjau istilah umum dan
istilah khusus. Istilah pencarian yang dipakai adalah sebagai berikut: teori Ki Hajar Dewantara,
sekolah dasar, prinsip-prinsip pendididkan Ki Hajar Dewantara, Tantangan pendidikan Ki Hajar
Dewantara, Inplementasi teori Ki Hajar Dewantara di Indonesia. Terdapat beberapa jurnal yang
lulus kriteria sebagai tinjauan literatur. Adapun kriteria jurnal yang dianalisa adalah 1. Penelitian
tentang teori Ki Hajar Dewantara di sekolah dasar, 2. Subjek penelitian fokus pada anak-anak
SD Indonesia, 3. Penelitian yang terpublikasi tahun 2015-2022. Identifikasi artikel dilakukan
dengan mengecek kecocokan abstrak dengan tujuan telaah literatur. Kemudian full text artikel
diidentifikasi dengan menggali informasi yang relevant sesuai tujuan penelitian sistematik
review. Pemilihan literatur juga melalui proses penyeleksian setting penelitian, berdasarkan
kriteria dan seluruh proses yang telah dijelaskan sebelumnya penelitian ini memilih beberapa
literatur untuk diulas.
3. Hasil dan pembahasan
Konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara, pendiri Perguruan Taman Siswa, telah
memberikan pengaruh yang signifikan dalam sistem pendidikan di Indonesia. Dalam literatur,
berbagai penelitian telah dilakukan untuk menggali pemahaman yang lebih mendalam tentang
konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan implementasinya di sekolah dasar. Salah satu
konsep pendidikan utama Ki Hadjar Dewantara adalah "ing ngarso sung tulodo, ing madyo
mangun karso, tut wuri handayani". Konsep ini menekankan pentingnya menjadi contoh yang
Journal of Contemporary Issues in Primary Education (JCIPE)
Vol. 1, No. 2, Desember 2023, page: 81-94
E-ISSN: 3026-4014
- 87 -
baik bagi siswa, mengembangkan potensi mereka secara holistik, dan membantu siswa untuk
dapat mengembangkan diri mereka sendiri. Implementasi konsep ini di sekolah dasar melibatkan
pendekatan pembelajaran yang menekankan pada pengembangan karakter siswa, keterampilan
sosial, dan kemandirian. Dalam literatur, banyak penelitian yang menyoroti implementasi konsep
pendidikan Ki Hadjar Dewantara di sekolah dasar di Indonesia. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran yang berbasis konsep Ki Hadjar Dewantara dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa, keterampilan sosial, dan karakter positif.
Selain itu, implementasi konsep ini juga telah terbukti dapat meningkatkan partisipasi dan
keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Namun, beberapa penelitian juga menunjukkan
bahwa implementasi konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara di sekolah dasar masih
menghadapi beberapa tantangan. Beberapa tantangan tersebut meliputi kurangnya pemahaman
dan kesadaran guru tentang konsep tersebut, keterbatasan sumber daya, dan kurangnya dukungan
dari pihak sekolah dan pemerintah. Dalam rangka meningkatkan implementasi konsep
pendidikan Ki Hadjar Dewantara di sekolah dasar, beberapa rekomendasi telah diajukan dalam
literatur. Rekomendasi tersebut meliputi peningkatan pemahaman dan kesadaran guru tentang
konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara melalui pelatihan dan pengembangan profesional,
peningkatan dukungan dan peran serta pihak sekolah dan pemerintah dalam implementasi
konsep tersebut, serta peningkatan akses terhadap sumber daya pendukung. Secara keseluruhan,
literatur mengenai konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan implementasinya di sekolah
dasar di Indonesia menunjukkan bahwa konsep ini memiliki potensi yang besar dalam
meningkatkan kualitas pendidikan dan perkembangan siswa.
Namun, masih diperlukan upaya yang lebih besar untuk mengatasi tantangan implementasi
dan memastikan konsep ini dapat diintegrasikan secara efektif dalam sistem pendidikan di
Indonesia. Ada beberapa penelitian yang menunjukkan dampak positif dari implementasi konsep
pendidikan Ki Hadjar Dewantara di sekolah dasar. Berikut adalah beberapa temuan dari
penelitian tersebut:
1. Peningkatan motivasi belajar: Salah satu penelitian menunjukkan bahwa pendekatan
pembelajaran yang berbasis konsep Ki Hadjar Dewantara dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa di sekolah dasar. Siswa yang terlibat dalam pendekatan ini menunjukkan
tingkat motivasi yang lebih tinggi dalam mengikuti pelajaran dan menunjukkan minat yang
lebih besar dalam upaya belajar mereka.
Journal of Contemporary Issues in Primary Education (JCIPE)
Vol. 1, No. 2, Desember 2023, page: 81-94
E-ISSN: 3026-4014
- 88 -
2. Pengembangan keterampilan sosial: Implementasi konsep Ki Hadjar Dewantara juga telah
terbukti membantu dalam pengembangan keterampilan sosial siswa di sekolah dasar.
Melalui pendekatan yang mendorong kerjasama, toleransi, dan saling menghormati, siswa
dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam berinteraksi dengan teman sebaya dan
mengatasi konflik dengan cara yang lebih konstruktif.
3. Peningkatan karakter positif: Konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara menekankan
pentingnya pengembangan karakter siswa. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
implementasi konsep ini di sekolah dasar dapat memberikan kontribusi positif dalam
pembentukan karakter siswa, seperti integritas, tanggung jawab, disiplin, dan kejujuran.
4. Peningkatan partisipasi dan keterlibatan siswa: Implementasi konsep Ki Hadjar Dewantara
di sekolah dasar juga telah terbukti dapat meningkatkan partisipasi dan keterlibatan siswa
dalam proses pembelajaran. Melalui pendekatan yang melibatkan siswa secara aktif dalam
pembelajaran, mereka menjadi lebih terlibat dan berperan aktif dalam mengkonstruksi
pengetahuan mereka sendiri.
Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa hasil penelitian dapat bervariasi tergantung pada
konteks dan implementasi yang dilakukan di setiap sekolah dasar. Faktor-faktor seperti
pemahaman guru, dukungan dari pihak sekolah, dan lingkungan pembelajaran yang mendukung
juga dapat mempengaruhi hasil implementasi konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Konsep
pendidikan Ki Hadjar Dewantara memiliki beberapa prinsip utama yang diimplementasikan di
sekolah dasar. Berikut adalah beberapa prinsip utama tersebut:
1. Pendidikan untuk semua: Ki Hadjar Dewantara mengemukakan prinsip bahwa
pendidikan harus tersedia dan dapat diakses oleh semua orang tanpa memandang latar
belakang sosial, ekonomi, atau budaya. Prinsip ini menekankan pentingnya inklusi dan
kesetaraan dalam pendidikan.
2. Pengembangan karakter: Konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara menekankan
pentingnya pengembangan karakter siswa. Prinsip ini mengajarkan pentingnya integritas,
tanggung jawab, disiplin, kejujuran, dan sikap positif lainnya yang dapat membantu siswa
menjadi individu yang baik dan berkontribusi dalam masyarakat.
3. Pembelajaran holistik: Konsep Ki Hadjar Dewantara mengejar pendidikan yang holistik,
yang melibatkan pengembangan seluruh potensi siswa, termasuk aspek fisik, emosional,
intelektual, dan sosial. Prinsip ini mengakui bahwa pendidikan tidak hanya tentang
Journal of Contemporary Issues in Primary Education (JCIPE)
Vol. 1, No. 2, Desember 2023, page: 81-94
E-ISSN: 3026-4014
- 89 -
penguasaan pengetahuan akademik, tetapi juga tentang pengembangan keterampilan dan
nilai-nilai yang lebih luas.
4. Pembelajaran aktif: Prinsip ini menekankan pentingnya melibatkan siswa secara aktif
dalam proses pembelajaran. Guru di sekolah dasar yang menerapkan konsep Ki Hadjar
Dewantara cenderung menggunakan metode pembelajaran yang melibatkan siswa secara
langsung, seperti diskusi kelompok, proyek kolaboratif, eksperimen, dan pembelajaran
berbasis pengalaman.
5. Kemandirian siswa: Prinsip ini mengajarkan pentingnya mengembangkan kemandirian
siswa. Guru di sekolah dasar yang mengikuti konsep Ki Hadjar Dewantara memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengambil tanggung jawab atas proses belajar mereka
sendiri, mendorong mereka untuk berpikir kritis, mengambil inisiatif, dan mengelola waktu
dan sumber daya mereka dengan baik.
6. Pembelajaran budaya lokal: Konsep Ki Hadjar Dewantara juga menekankan pentingnya
mempertahankan dan menghormati budaya lokal dalam pendidikan. Prinsip ini
mengajarkan siswa untuk menghargai, memahami, dan menjaga warisan budaya mereka
sendiri serta budaya orang lain.
Prinsip-prinsip ini menjadi landasan dalam implementasi konsep pendidikan Ki Hadjar
Dewantara di sekolah dasar di Indonesia. Dengan mengikuti prinsip-prinsip ini, diharapkan
pendidikan di sekolah dasar dapat menciptakan lingkungan yang inklusif, holistik, dan
memberdayakan siswa dalam mencapai potensi mereka.
Dalam menerapkan teori "Tunas Muda" dalam pembelajaran di sekolah dasar kelas awal,
penting bagi guru untuk menciptakan lingkungan yang mendukung kreativitas, kerjasama, dan
eksplorasi siswa. Guru juga harus melibatkan siswa dalam proses pengambilan keputusan dan
memberikan tantangan yang sesuai dengan tingkat perkembangan mereka. Dengan demikian,
siswa dapat mengembangkan potensi mereka secara optimal dan menjadi peserta aktif dalam
proses pembelajaran. Ki Hadjar Dewantara pernah mengajukan konsep pendidikan Tri Pusat
pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan, yaitu: 1. pendidikan keluarga, 2. pendidikan
dalam alam perguruan, 3. pendidikan dalam alam pemuda atau masyarakat. Teori Trikon
merupakan usaha pembinaan kebudayaan nasional yang mengandung tiga unsur, yaitu: Dasar
Kontinuitas, Dasar Konsentris, Dasar Konvergensi. Dasar kontinuitas berarti bahwa budaya,
kebudayaan atau garis hidup bangsa itu sifatnya kontinu atau berulang, bersambung dan tak
terputus-putus. Dasar konsentris berarti bahwa dalam mengembangkan kebudayaan harus
Journal of Contemporary Issues in Primary Education (JCIPE)
Vol. 1, No. 2, Desember 2023, page: 81-94
E-ISSN: 3026-4014
- 90 -
bersikap terbuka, namun juga kritis dan selektif terhadap pengaruh kebudayaan yang ada di
sekitar. Dasar konvergensi mempunyai arti bahwa dalam membina karakter bangsa, bersama
bangsa lain harus terbinanya karakter dunia sebagai kesatuan umat sedunia atau konvergen,
tanpa harus mengorbankan identitas bangsa yang satu dan lainnya.
Ki Hadjar Dewantara memasukkan kebudayaan dalam diri anak dan memasukkan diri anak
ke dalam kebudayaan sejak dini, yaitu Taman Indria (balita). Konsep belajar “Tri No” Nonton:
secara pasif dengan segenap panca indera. Niteni: menandai, mempelajari, mencermati apa yang
ditangkap panca indera. Nirokke: menirukan yang positif untuk bekal menghadapi
perkembangan anak. pendidikan yang memerdekakan dengan tujuannya adalah kemerdekaan.
Pendidikan yang holistik, dimana murid atau peserta didik dibentuk menjadi insan yang
berkembang secara utuh meliputi olah rasio, olah rasa, olah jiwa dan olah raga melalui proses
pembelajaran dan lainnya yang berpusat pada murid dan dilaksanakan dalam suasana penuh
keterbukaan, kebebasan, serta menyenangkan. Hal ini seiring dengan empat pilar pendidikan
menurut UNESCO yaitu learning to know, learning to do, learning to be, and learning to live
together. Ki Hajar Dewantara menekankan bahwa pendidikan harus menjadi sarana pembebasan
bagi individu dari segala bentuk penindasan dan keterbelakangan. Dalam konteks pembelajaran
di sekolah dasar kelas awal, pendekatan ini menggarisbawahi pentingnya memberikan
kesempatan kepada setiap anak untuk mengembangkan potensi dan bakat mereka secara optimal.
Guru diharapkan membantu anak-anak dalam mengenal diri mereka sendiri, menghormati
perbedaan, dan mendorong kebebasan berpikir serta kreativitas mereka.
Pembahasan tentang konsep pemikiran pendidikan KI Hajar Dewantara dan relevansinya
terhadap pendidikan karakter ialah telah di ringkas sebagaimana di bawah ini. Berdasarkan
uraian di atas tentang pandangan dan konsep pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara. Menurut
penulis inilah kaitan ataupun relevansinya dengan pendidikan karakter yang seharusnya
dibangun dapat dideskripsikan atau di ringkas sebagai berikut: pertama, nilai-nilai yang perlu
diinternalisasikan kepada peserta didik dalam pengembangan karakter adalah: religius, jujur,
toleran, disiplin, kerja keras, cerdas, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat
kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, senang
membaca, peduli sosial, peduli lingkungan, dan tanggung jawab. Kedua, Penyelenggaraan
pendidikan jangan terjebak pada pencapaian target sempit, yang hanya melakukan transfer of
knowledge (transfer pengetahuan) melainkan perlu dengan sengaja (by design) mengupayakan
terjadinya transformasi nilai untuk pembentukan karakter anak bangsa. Ketiga, Pembentukan
Journal of Contemporary Issues in Primary Education (JCIPE)
Vol. 1, No. 2, Desember 2023, page: 81-94
E-ISSN: 3026-4014
- 91 -
karakter peserta didik perlu melibatkan tri pusat pendidikan (keluarga, sekolah, dan masyarakat)
secara sinergis dan integral. Keempat, Pengembangan karakter peserta didikperlu
memperhatikan perkembangan budayabangsa sebagai sebuah kontinuitas menuju ke arah
kesatuan kebudayaan dunia (konvergensi), dan tetap memiliki sifat kepribadian di dalam
lingkungan kemanusiaan sedunia (konsentris). Kelima, Asas dan dasar pendidikan yang digagas
Ki Hadjar Dewantara merupakan landasan dasar yang kokoh untuk membangun karakter bangsa,
bersendi pada budaya bangsa dengan tidak mengabaikan budaya asing. Keenam, Sistem
pendidikan yang dikemukakan Ki Hajar Dewantara (ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun
karsa, dan tut wuru handayani) adalah wasiat luhur yang patut diterapkan dalam
mengembangkan karakter peserta didik. Ketujuh, Corak dan cara pendidikan menurut pandangan
Ki Hajar Dewantara patut kita jadikan sebagai acuan dalam pengembangan pendidikan karakter.
Pendidikan karakter harus bercorak nasional dengan menerapkan cara-cara; pemberian contoh,
pembiasaan, wulang-wuruk, laku, dan pengalaman lahir-batin. 39 Sukri, Trisakti Handayani,
Agus Tinus, Analisis Konsep Pemikiran Ki Hajar Dewantara Dalam Perspektif Pendidikan
Karakter Dalam mendidik anak harus diberi tuntunan dan dorongan agar tumbuh dan
berkembang atas dasar kodratnya sendiri. Dan teknik mendidik dan mendorong yang lahir dari
Taman siswa atas pemikiran Ki Hajar Dewantara yaitu terdapat pada Trilogi, Ing Ngarsa Sung
Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani, yang artinya guru disebut sebagai
fasilitator, mediator dan motivator yang akan mengantarkan peserta didik mengembangkan
pendidikanya, hingga dapat membangun jiwan siswa berkarakter kuat.
Pendidikan di Indonesia ini telah mengalami kemorosotan nilai moral penghargaan
terhadap peserta didik, pembentukan karakter, pendidikan memanusiakan manusia (Humanis),
belenggu ketidakadilan pendidikan, pendidikan yang monoton, pendidikan yang menjauhkan
peserta didik dari kebudayaan, pendidikan yang hanya menekan pada tingkat intelektulitas dan
pendidikan yang tanpa memberikan ruang kebebasan untuk berpikir kritis bagi peserta didik.
Oleh karena itu, pemikiran Ki Hajar Dewantara perlu di rekonstruksi. Hal itu, disebabkan
pemikiran pendidikan Ki Hajar sangat mempunyai relevansi terhadap pendidikan Karakter.
Karena, Pendidikan karakter juga dikatakan sebagai satu pranata sosial yang tidak hanya melihat
bahwa pendidikan itu sebagai upaya mencerdaskan semata, melainkan sejalan dengan pemikiran
pendidikan Ki Hajar Dewantara dalam Taman siswa yang sama-sama menginginkan pendidikan
membangun manusia berkarakter, mempunyai tingkat intelektual yang baik, dan mempunyai
moralitas yang tinggi dan akhirnya membawa peserta didik ke insani yang baik, sesuai dengan
Journal of Contemporary Issues in Primary Education (JCIPE)
Vol. 1, No. 2, Desember 2023, page: 81-94
E-ISSN: 3026-4014
- 92 -
hakikat kemanusiaan. Melihat problematika yang dihadapi dunia pendidikan saat ini, maka
penulis berharap tulisan tentang pendidikan ini bisa memberikan sumbangsi yang berarti bagi
pendidikan, khususnya pendidikan karakter. 40 Jurnal Civic Hukum,Volume 1, Nomor 1, Mei
2016, hal 33-41 Pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara harus di rekonstruksi demi menjawab
problematika pendidikan dalam membentuk manusia Indonesia yang lebih baik, dan ini perlu
diperhatikan dan di renungi bagi pemerintah maupun praktis pendidikan saat ini. Pendidikan
dalam proses pembelajaran memang harus sesuai dengan corak kultur dimana pendidikan
tersebut ada, namun tidak bisa dilepaskan dari peranan semua pihak pelaku perubahan
pendidikan untuk menggagas kembali konsep pendidikan pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam
membangun karakter peserta didik yang memang belum secara maksimal di terapkan di dunia
pendidikan. Para pengampu pendidikan harus melihat realita yang terjadi di dunia pendidikan
saat ini, dan semoga tulisan ini bisa dijadikan rujukan guna memperdalam dan memperbaikan
teori pada presentasi gagasan tentang pendidikan nasional.
4. Penutup
Pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara harus di rekonstruksi demi menjawab
problematika pendidikan dalam membentuk manusia Indonesia yang lebih baik, dan ini perlu
diperhatikan dan di renungi bagi pemerintah maupun praktis pendidikan saat ini. Pendidikan
dalam proses pembelajaran memang harus sesuai dengan corak kultur dimana pendidikan
tersebut ada, namun tidak bisa dilepaskan dari peranan semua pihak pelaku perubahan
pendidikan untuk menggagas kembali konsep pendidikan pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam
membangun karakter peserta didik yang memang belum secara maksimal di terapkan di dunia
pendidikan. Para pengampu pendidikan harus melihat realita yang terjadi di dunia pendidikan
saat ini, dan semoga tulisan ini bisa dijadikan rujukan guna memperdalam dan memperbaikan
teori pada presentasi gagasan tentang pendidikan nasional. Pendidikan Sebagai Pembebasan
(emancipatory education) dan Pendidikan yang Menyeluruh (holistic education). Dua pilar ini
menjadi landasan penting dalam pendekatan pendidikan Ki Hajar Dewantara. Pendidikan di
sekolah dasar kelas awal harus memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk berkembang
secara menyeluruh, memperoleh pengetahuan yang relevan, dan mengembangkan sikap yang
positif terhadap diri mereka sendiri dan masyarakat di sekitar mereka.
Journal of Contemporary Issues in Primary Education (JCIPE)
Vol. 1, No. 2, Desember 2023, page: 81-94
E-ISSN: 3026-4014
- 93 -
5. Simpulan
Setelah mengkaji konsep pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara dalam Taman siswa
tentang pendidikan yang meliputi pendidikan humanistik yang membentuk karakter maka dapat
disimpulkan dalam beberapa bagian berikut ini: Konsep pemikiran pendidikan Ki Hajar
Dewantara dapat di telusuri pada saat tahun mendirikan Tamansiswa. Ki Hajar Dewantara dkk,
menyatakan berdirinya National Onderwij Institut Taman siswa atau Perguruan Taman siswa di
Yogyakarta Pada 3 Juli 1912. Kemudian Ki Hajar Dewantara mengerakan perkembangan Taman
siswa setelah sepulang dari negara Belanda pada tahun 1919. Lahirnya tamansiswa didorong
oleh keadaan dimana bangsa yang masih mengalami kekurangan dan pengajaran dalam
pendidikan. Menurut rakyat perlu disiapkan untuk memiliki jiwa yang sehat. Dari kesadaran
itulah, maka lahirlah Taman siswa sebagai bentuk gerakan pendidikan untuk melawan sistem
pendidikan kolonial yang saat itu tidak sesuai dengan semangat bangsa Indonesia. Pergerakan
itu, dilakukan untuk mencapai cita-cita membangun manusia Indonesia yang berkarakter. Untuk
mencapai cita-cita itu. Maka, Ki Hajar mengembangkan konsep pengajaran melalui Metode
Among. Metode Among merupakan salah satu teknik pengajaran dalam pendidikan yang
menunutun tujuan membentuk jiwa anak-anak sebagai bangsa yang berkarakter, membimbing
manusia agar bisa hidup dengan kecakapan dan kepandaian sendiri, menciptakan manusia yang
berguna bagi diri sendiri dan masyarakat. Ki Hajar Dewantara juga menyajarkan pentinya sistem
Tri Pusat pendidikan yang satu sama lain saling berkaitan yaitu pendidikan dalam keluarga,
sekolah dan masyarakat. Ketiga hal ini sangat berpengaruh dalam membentuk watak dan
kepribadian anak.
6. Daftar Pustaka
Dewantara, Ki Hadjar, 1954. Masalah Kebudayaan. Pertjetakan Taman Siswa, Jogjakarta.
----------------------------,1962. Karja I (Pendidikan). Pertjetakan Taman Siswa, Jogjakarta.
Elmore, Tim. 2001. Nutiring The Leader Within Your Child, Thomas Nelson Inc., A Tennessee
Corporation, 501 Nelson Place P.O. Box 141000, Nashville, TN 37214-1000, hal. 70-84.
I. Djumhur, H. Danasaputra, 1976. Sejarah Pendidikan, Pustaka Ilmu, Bandung. Pikiran Rakyat,
Selasa 23 Maret 2010, hal. 22.
Pranarka, A.M.W. 1986. Relevansi Ajaran-ajaran Ki Hadjar Dewantara Dewasa ini dan di
Masa yang akan Datang”, dalam Wawasan Kebangsaan, Ketahanan Nasional dan
Wawasan Nusantara, Lembaga Pengkajian Kebudayaan Sarjana Wiyata Tamansiswa,
Yogyakarta
Journal of Contemporary Issues in Primary Education (JCIPE)
Vol. 1, No. 2, Desember 2023, page: 81-94
E-ISSN: 3026-4014
- 94 -
Ricklefs,
M.C.
2007.
Sejarah
Indonesia
Modern
1200-2004
(cetakan
ke-3), SERAMBI,
Jakarta.
Soeratman, Darsiti. 1985. Ki Hadjar Dewantara, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Jakarta.
Sumaatmadja, Nursid. 2002. Pendidikan Pemanusiaan Manusia Manusiawi, ALFABETA,
Bandung.
Tilaar, H.A.R., Prof. Dr. M.Sc. Ed.1999, Pendidikan Kebudayaan Dan Masyarakat Madani
Indonesia, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Tukiman Taruna, JC. 2010. Pendidikan yang Menggeli (sah) kan, Kompas, Senin,1 Maret 2010,
hal. 7.
Sugiharto, Bambang I. (ed.), 2008. Humanisme dan Humaniora: Relevansinya bagi Pendidikan,
Jalasutra, Yogyakarta.
Bredekamp, Sue. Developmentally Approriate Practice in Early Education Program Serving
from Birth Through Age 8. Washington: NAECY,1992.
Brewer, Jo Ann. Introduction to Early Childhood Education: Preschool Through Primary
Grades. United States: Pearson Education Inc.,2007. Crezwell, John W. Qualitative Inquiry
& Research Design: Choosing Among Five Approaches. New Delhi: Sage Publications,
2007.
Dewantara, Ki Hajar. Pendidikan. Yogyakarta: Mejelis Luhur Persatuan Taman Siswa,1977.
Dodge,Diane Trister, The Creative Curriculum For Preschool. Washington: Quality Books, Inc.,
2009.
Hall, Calvin S. & Gadner Lidsey, Theories of Personality.Canada: John Wiley and Sons,
1981.
Jonker, Jan. dkk, Metodologi Penelitian. Jakarta: Salemba Empat, 2011.
Kartono, Kartini. Psikologi Anak. Bandung: Mandar Maju, 2007.
Ki Soenarno Hadiwijoyo dan Ki Sugeng Subagya, Sistem Among, Konsep dan Implementasinya.
Yogyakar ta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, 2005.
McDevitt, Teresa M & Jeane Ellis Ormrod, Child Development, Educating and Working with
Children and Adolescents. New Jersey: Pearson Education, 2004
Merriam, Sharan B. Qualitative Research and Case Study Applications in Education. San
Fransisco: Jossey- Bass,1998.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2005.
Montessori, Maria. The Absorbent Mind. Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008.
Morrison, S George. Early Childhood Education Today. United States, 1976.