Journal of Contemporary Issues in Primary Education (JCIPE)
Vol. 1, No. 2, Desember 2023, page: 68-80
E-ISSN: 3026-4014
- 68 -
Artikel Tinjauan Pustaka Naskah dikirim: 3/07/2023 Selesai revisi: 29/8/2023 Disetujui: 29/10/2023 Diterbitkan:1/12/2023
Implementasi pendidikan karakter Ki Hadjar Dewantara
di Sekolah Dasar kelas awal pada era digital
Evy Marita Yuliwinarti¹, Hendratno², Nurul Istiq’faroh³
Universitas Negeri Surabaya, Jawa Timur Indonesia
Email: evy.23005@mhs.unesa.id
Abstrak: Penelitian ini dilatarbelakangi oleh dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
terhadap dunia pendidikan yang menyebabkan semakin terpuruknya kepribadian generasi muda. Tujuan
penelitian ini adalah untuk memahami konsep pendidikan karakter Ki Hadjar Dewantara dan
implementasinya di sekolah dasar di era digital. Metode penelitian ini adalah penelitian kepustakaan.
Metode penelitian ini dilakukan dengan melakukan kajian sumber literatur yaitu jurnal, buku, artikel
ilmiah dan sumber-sumber lain yang mendukung penelitian. Pendidikan karakter merupakan usaha
sistematis yang berkaitan dengan membangun kebudayaan dengan memberikan pengajaran dalam tumbuh
kembangnya jiwa, raga anak dalam kodratnya sehingga lingkungan dapat membantu memberikan
pengaruh positif terhadap kemajuan lahir bathin anak menuju ke arah adab kemanusiaan dalam
kesempurnaan hidup. Sekolah dasar merupakan tempat kedua bagi siswa dalam Pendidikan karakter. Era
digital adalah zaman atau zaman dimana semua orang sudah melek teknologi dan semuanya terhubung.
Implementasi pendidikan karakter Ki Hadjar Dewantara di sekolah dasar pada era digital yaitu melalui
Teori Trikon, Teori Kepemimpinan, dan Sistem Among.
Kata kunci: Era Digital, Ki Hadjar Dewantara, Pendidikan Karakter
Implementation of Ki Hadjar Dewantara's character education
in early grade elementary schools in the digital era
Abstract: This research is motivated by the impact of the development of science and technology on the
world of education which causes the personality of the younger generation to deteriorate. The aim of this
research is to understand Ki Hadjar Dewantara's concept of character education and its implementation
in elementary schools in the digital era. This research method is library research. This research method
is carried out by reviewing literature sources, namely journals, books, scientific articles and other
sources that support research. Character education is a systematic effort related to building culture by
providing instruction in the growth and development of the child's soul and body in their nature so that
the environment can help provide a positive influence on the child's physical and spiritual progress
towards humane manners in the perfection of life. Elementary school is the second place for students in
character education. The digital era is an age or era where everyone is technologically literate and
everything is connected. Implementation of Ki Hadjar Dewantara's character education in elementary
schools in the digital era, namely through Trikon Theory, Leadership Theory, and the Among System.
Keywords: Digital Era, Ki Hadjar Dewantara, Character Education
Hak Cipta©2023 Evy Marita Yuliwinarti, Hendratno, Nurul Istiq’farohi
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 CC BY-SA International Lice
Journal of Contemporary Issues in Primary Education (JCIPE)
Vol. 1, No. 2, Desember 2023, page: 68-80
E-ISSN: 3026-4014
- 69 -
1. Pendahuluan
Dewasa ini Pendidikan di Indonesia sedang menghadapi berbagai masalah, hal ini terbukti
dari banyak peristiwa yang terjadi dalam proses pendidikan kita menandakan bahwa pendidikan di
negara kita tercinta sedang melalui proses yang kritis. Dalam UUD 1945 dapat digambarkan bahwa
setiap warga negara berhak dalam mndapatkan pendidikan yang sempurna secara manusiawi.
Namun saat ini kelihatannya seperti kehilangan arah dalam proses pendidikan ini. Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi di masa ini tentu ikut andil besar mempengaruhi pendidikan di
negara kita. Seiring dengan perkembangan tersebut, kita menyadari bahwa kita telah ada abad ke-21
dimana negara kita dihadapkan dengan berbagai peluang dan tantangan masa depan pendidikan di
Indoensia. Peluang dan tantangan tersebut tentu berbeda dari abad ke 20 atau abad sebelumnya hal
ini karena dipengaruhi berbagai faktor esensial dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
begitu cepat berkembangnya. Salah satu cara yang dapat kita lakukan mengahadapi berbagai
tantangan dan memanfaatkan peluang itu dengan cara beradaptasi secara cepat dan
berkesinambungan karena perubahan merupakan suatu keniscayaan yang harus kita ikuti terus
menerus tak terkecuali bagi kita sebagai agen perubahan dalam dunia pendidikan.
Dalam Konteks sosiologis, (Rasyid, 2015) pendidikan merupakan alat untuk
mengembangkan kesadaran diri sendiri dan kesadaran sosial menjadi suatu panduan yang stabil
sehingga pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sosial. Pendidikan sangat dibutuhkan
oleh masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan bersifat fungsional dalam sistem kehidupan manusia.
Merujuk pada hal tersebut, Pendidikan sangat dibutuhkan oleh masyarakat mengikuti perubahan
sosial yang terjadi di masa ini sehingga perubahan sosial dan pendidikan saling berhubungan erat
baik secara langsung dan tidak langsung. Sekait dengan hal tersebut, pendidikan menjadi jalan yang
memungkinkan ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang karena adanya sebuah transformasi
nilai dalam peradaban manusia yang terus berkembang pula, yang menjadikan manusia lebih
progresif menjalani kehidupan sehingga mampu menciptakan hal-hal baru baik dalam bidang ilmu
pengetahuan atau teknologi (Idris, 2011).
Ki Hadjar Dewantara merupakan seorang pahlawan yang sangat berjasa dalam dunia
pendidikan. Tak terhitung hasil pemikiran beliau yang sangat bermanfaat untuk kelangsungan serta
kemajuan dalam bidang pendidikan di negara kita tercinta. Melihat jasanya yang begitu luar biasa,
beliau diberikan penghargaan sebagai Bapak Pendidikan Indonesia karena banyaknya sumbangsih
dan jasa beliau persembahkan pada dunia pendidikan. Selain gagasannya tentang sistem pendidikan,
beliau juga mengemukakan gagasannya tentang pendidikan karakter. Beliau memberikan berbagai
gambaran mengenai implementasi pendidikan karakter yang bisa diterapkan di sekolah-sekolah
kepada para siswa melalui pembiasaan (Onde et al., 2020).
Journal of Contemporary Issues in Primary Education (JCIPE)
Vol. 1, No. 2, Desember 2023, page: 68-80
E-ISSN: 3026-4014
- 70 -
Ki Hadjar Dewantara dalam pendidikan adalah suatu proses mengajak manusia terhindar dari
kebodohan. Pendidikan juga dikatakan sebagai usaha untuk memperbaiki budi pekerti, pikiran, dan
jasamani agar dapat mewujudkan kesempurnaan hidup. Dengan kata lain proses pendidikan yang
dilakukan dapat menghidupkan proses pendidikan siswa dengan memperhatikan kodrat alam dan
kodrat zaman dimana kehidupan siswa tinggal dalam masyarakat sehingga selaras dengan dunia
siswa. Hal yang tidak luput dari perhatian dalam proses pendidikan adalah pembentukan karakter
siswa. Pembentukan karakter siswa hanya bisa dilakukan melalui proses pendidikan karakter.
Karakter merupakan ciri khas yang melekat pada diri seseorang sehingga karakter ini menjadi
sangat penting bagi identitas seorang individu (Angga et al., 2022).
Sejalan dengan hal tersebut, Ki Hadjar Dewantara dalam (Apriliyanti et al., 2021) pendidikan
karakter sering disebut budi pekerti. Menurut Ki Hadjar Dewantara, budi pekerti luhur siswa
(karakter atau kekuatan batin), dan pikiran serta tubuh siswa tidak dapat dipisahkan karena hal
tersebut merupakan kesatuan utuh yang harus berjalan selaras demi memajukan dan mewujudkan
kesempurnaan hidup. Sekait dengan hal tersebut, pendidikan karakter merupakan bagian tak dapat
dipisahkan dari pelaksanaan pendidikan Oleh karena itu, pendidikan tidak hanya mencerdaskan
manusia pada bagian intelektual saja namun juga harus dapat membangun kepribadian yang baik
itulah sejatinya makna proses pendidikan.
Banyak orang yang mengatakan bahwa pendidikan karakter lebih sering dikatakan
pendidikan budi pekerti. Biasanya berkaitan dengan pengetauhuan, hati, dan perilaku. Sejalan
dengan hal tersebut, Samani dan Hariyanto dalam (Zulfiati, 2019) pendidikan karakter adalah
pemberian keteladanan kepada siswa untuk menjadi manusia yang utuh yang memiliki karakter
dalam berbagai sudut yaitu hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Sejalan dengan arti mengenai
pendidikan karakter di atas, maka kesimpulannya bahwa Pendidikan karkater merupakan sistem
pendidikan budi pekerti untuk menuntun siswa sesuai kodratnya dan membentuk siswa menjadi
manusia yang berkarakter melalui proses pendidikan dengan mengintegrasikan kecerdasan dan
kepribadian sehingga tercipta kebiasaan baik dalam diri siswa agar dapat menjadi manusia
seutuhnya.
Pendidikan karakter harus dilakukan sejak dini. Pendidikan karakter pertama dan utama
adalah keluarga. sekolah merupakan rumah kedua bagi siswa dimana pelaksanaan pendidikan
karakter dilakukan. Tugas guru di sekolah tidak hanya transfer ilmu pengetahuan semata melainkan
guru harus mampu membentuk karakter siswa apalagi di sekolah dasar yang notabene merupakan
sekolah formal pertama bagi siswa, (Lestari & Mustika, 2021). hal tersebut dikarenakan kunci
keberhasilan pendidikan Indonesia salah satunya adalah melalui pendidikan karakter, (Faiz et al.,
2021). Begitu pentingnya pendidikan karakter di sekolah dasar menuntut guru untuk mampu
melaksanakan pendidikan karakter dengan sebaik-baiknya.
Journal of Contemporary Issues in Primary Education (JCIPE)
Vol. 1, No. 2, Desember 2023, page: 68-80
E-ISSN: 3026-4014
- 71 -
Era digital menuntut manusia Indonesia yang berkualitas, SDM yang tangguh, berwawasan
unggul, dan terampil. Hal ini dimungkinkan karena di abad 21 bangsa Indoneisa harus kompetitif
sehingga dapat menunjang pembangunan nasional. (Budiana, 2021) Era digital adalah masa atau
zaman ketika manusia telah terbuka pikriannya terhadap teknologi serta semuanya serba terkoneksi.
Melalui pernyataan tersebut, dapat dijelaskan bahwa era digital adalah masa dimana setiap orang
bisa berkomunikasi meskipun dalam keadaan jarak jauh namun tetap merasa dekat. Sekait dengan
hal tersebut, era digital sering disebut globalisasi. Globalisasi merupakan sebuah integrasi secara
global yang terjadi karena koneksi padnangan terbuka akan dunia, pemikiran, produk, dan aspek-
aspek kebudayaan lain yang banyak disebabkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
(Salsabila et al., 2022) Era digital merupakan keadaan, kondisi, masa, dimana situasi kehidupan
dapat menjadi serba mudah karena adanya teknologi. Berdasarkan pernyataan ini, dapat kita fahami
bahwa kemajuan teknologi yang begitu pesat membawa dampak positif yang nyata dan terasa bagi
manusia. Teknologi yang berkembang secara cepat dapat menggantikan teknologi yang usang di
masa lalu, hal ini dikarenakan tuntutan zaman di abad 21 begitu kompleks sehingga manusia
berpikir untuk terus melakukan berbagi inovasi terbaik dalam membuat teknologi. Dimana semua
teknologi yang terbaru dan modern dimanfaatkan oleh manusia untuk mempermudah segala
aktivitasnya. (Rohmah, 2021) era digital merupakan masa dimana sebagian besar masyarakat
menggunakan berbagai teknologi secara digital untuk dimanfaatkan dalam kehidupannya.
Kecanggihan teknologi dipandang sebagai sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi, dikarenakan
kemajuan teknologi ini dapat dimanfaatkan dalam kehidupan seahri-hari dan dapat menunjang
segala aktivitas yang yang dilakukan. Berdasarkan pengertian era digital maka disimpulkan bahwa
era digital merupakan suatu kondisi atau masa dimana teknologi menjadi bagian penting dari
kehidupan manusia sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk menunjang kehidupannya.
Penelitian terdahulu mengenai konsep pendidikan karakter sudah banyak dilakukan oleh
beberapa penulis. Penelitian (Sukri et al., 2016) hasil penelitiannya hanya menggambarkan konsep
pemikiran Ki Hadjar Dewantara mengenai pendidikan karakter namun terlalu sedikit hasil dan
pembahasannya tanpa dibarengi penjelasan bagaimana implementasinya dalam dunia pendidikan
saat ini. Penelitian berikutnya (Suwahyu, 2018) hasil penelitiannnya hanya menggambarkan konsep
pendidikan karakter ditinjau dari pemikiran Ki Hadjar Dewantara tanpa memberikan penjelasan
mengenai implementasinya dalam pendidikan dan era digital di masa kini. Selanjutnya, penelitian
(Subekhan dan Annisa, 2019) hasil penelitiannya secara umum lebih berfokus pada keteladanan
dalam pendidikan karakter dan hanya menyinggung sedikit mengenai Pendidikan karakter Ki
Hadjar Dewantara melalui Konsep trilogi Kepemimpinan. Perbedaan penelitian yang telah
disebutkan di atas dengan penelitian ini yaitu mengaitkan konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara
dan implementasinya pada keadaan masa kini dimana era digital yang berkembang sangat pesat di
Journal of Contemporary Issues in Primary Education (JCIPE)
Vol. 1, No. 2, Desember 2023, page: 68-80
E-ISSN: 3026-4014
- 72 -
tengah pendidikan karakter siswa. Oleh karena itu, penulis sangat tertarik melakukan kajian
penelitian ini yang berfokus pada pendidikan karakter mampu memberikan dampak positif dalam
pembentukan karakter siswa di era digital. Tujuan dari penelitian ini adalah memahami secara
mendalam konsep pendidikan karakter Ki Hadjar Dewantara dan implementasinya dalam
pendidikan di sekolah dasar pada era digital saat ini.
2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka atau kajian literatur. Kajian
literatur Metode studi pustaka merupakan segala aktivitas yang berkaitan dengan metode
pengumpulan data pustaka, membaca, mencatat, merangkum serta mengolah bahan yang didapatkan
dari hasil penelitian. Metode studi pustaka dilakukan dengan melakukan kajian sumber literatur dari
jurnal, buku, artikel ilmiah dan sumbersumber yang mendukung penelitian (Faiz et al., 2021).
Jumlah literatur diperoleh baik dari buku atau mesin pencari Google Scholar yaitu 52 sumber
literatur dalam rentang waktu 10 tahun terakhir. Namun ada juga sumber lama namun mendukung
kajian literatur ini. Pemilihan literatur didasarkan pada kebutuhan penelitian yang mendukung topik
yang menjadi fokus penelitian yang dilakukan. Pencarian literatur dari Google Scholar dengan
memasukkan beberapa kata kunci diantaranya: “Pendidikan karakter di SD, Konsep Pendidikan
karakter Ki Hadjar Dewantara, Konsep Trilogi Kepemimpinan, Teori Trikon, Sistem Among”.
Penggunaan kata kunci tersebut memudahkan peneliti agar dapat fokus pada topik yang relevan
dengan tujuan penelitian (Marwanto, 2021).
Pengolahan data yang diperoleh dalam kajian literatur melalui pencarian di Google Scholar
kemudian di reduksi data dengan memilih, menyederhanakan, memusatkan, menganalisis literatur
terpilih yang sesuai dengan tujuan penelitian. Selajutnya data disajikan dalam bentuk teks atau
narasi berdasarkan hasil analisis. Literatur yang sesuai tujuan penelitian. Terakhir, data di
simpulkan sehingga diperoleh kesimpulan yang relevan dan sesuai dengan tujuan penelitian, Milles
dan Huberman dalam (Latifah & Supena, 2021). Kajian literatur ini yaitu menelaah sumber pustaka
primer dan sekunder yang terkait dengan Konsep Pendidikan Karakter dalam Perspektif Ki Hadjar
Dewantara di Era digital.
3. Hasil dan Pembahasan
Konsep Pendidikan Karakter Ki Hadjar Dewantara
Ki Hadjar Dewantara merupakan seorang penggagas ulung dengan pemikirannya yang sangat
modern. Beliau mendapatkan gelar Bapak Pendidikan Nasional Indoensia berdasar atas segala
perjuangannya membangun pondasi pendidikan dari zaman penjajahan sampai sekarang. Ki Hadjar
Dewantara dalam (Hikmasari et al., 2021) mengungkapkan pendidikan karakter merupakan konsep
pendidikan yang berawal dari kegiatan pembiasaan yang dilakukan terus menerus untuk
Journal of Contemporary Issues in Primary Education (JCIPE)
Vol. 1, No. 2, Desember 2023, page: 68-80
E-ISSN: 3026-4014
- 73 -
membangun kecerdasan karakter sehingga bisat menjadi kepribadian dan karakter baik dan kuat.
(Ramadhani et al., 2021) Kebiasaan-kebiasaan baik yang selalu dilakukan secara rutin dapat
memberikan dampak positif terhadap diri manusia. Manusia akan mampu mengontrol nafsunya
untuk melakukan hal-hal buruk. Manusia memiliki potensi luar biasa, watak yang berbeda, dan
sikap yang berbeda. Mengacu pada hal tersebut, manusia yang memiliki kecerdasan karakter akan
selalu menggunakan pemikiran dan perasaan serta pertimbangan tepat dan pasti dalam mengambil
setiap keputusan dengan pemikiran yang matang, Huitt dalam (Widiarti, 2013).
Ki Hadjar Dewantara dalam pendidikan karakter merupakan usaha sistematis yang berkaitan
dengan membangun kebudayaan dengan memberikan pengajaran dalam tumbuh kembangnya jiwa,
raga anak dalam kodratnya sehingga lingkungan dapat membantu memberikan pengaruh positif
terhadap kemajuan lahir bathin anak menuju ke arah adab kemanusiaan dalam kesempurnaan hidup
(Mudana, 2019). Dapat kita fahami bahwa, bentuk usaha yang dapat dilakukan dalam proses
pendidikan karakter itu tentunya dimulai dari lingkungan keluarga sebagai pondasi awal penanaman
karakter anak (Sugiarta et al., 2019). Selanjutnya sekolah merupakan bagian dari tripusat
pendidikan (Amaliyah, 2021) menjadi tempat kedua dalam pengembangan karakter anak melalui
berbagai pembiasaan dan keteladanan, hingga pada akhirnya anak memiliki kekuatan karakter yang
dapat memperkuat jiwanya jika suatu saat terjun pada lingkungan masyarakat. Setiap pengaruh
buruk yang datang pada dirinya akan bisa dihalangi karena sudah memiliki pondasi kuat dari
lingkungan keluarga ditambah pendidikan karakter di sekolah.
Pendidikan Karakter Ki Hadjar Dewantara di Sekolah Dasar pada Era Digital
Sekolah dasar menjadi tempat kedua dalam pengembangan karakter siswa di tingkat dasar
setelah di rumah. Melalui pendidikan karakter di sekolah dasar akan menjadi modal utama bagi
siswa dalam menghadapi berbagai gempuran ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu
cepat perkembangannya. Siswa akan memiliki pondasi kuat menghadapi berbagai hal negatif yang
datang di kehiduapannya jika siswa sudah memiliki karakter kuat. Pemerintah menyadari
pendidikan karakter dilakukan pada semua jenjang pendidikan (Lestari & Mustika, 2021) hal ini
dikarenakan pendidikan tidak boleh hanya kegiatan transfer ilmu pengetahuan semata melainkan
ditambah dengan pendidikan budi pekerti atau pendidikan karakter sehingga dapat membentuk
siswa yang cerdas serta berkarakter baik yang dapat memajukan bangsa di masa yang akan datang.
Pendidikan karakter di sekolah dasar dilaksanakan melalui berbagai kegiatan sehingga tidak
terkesan melaksanakan pendidikan karakter secara langsung. Hal ini dikarenakan keberhasilan
implementasi pendidikan karakter dilaksanakan melalui pembelajaran di kelas atau di luar kelas
(Murniyetti et al., 2016), baik dalam pembelajaran atau pun dalam kegiatan lain di sekolah seperti
melalui program pembiasaan, kegiatan ekstrakurikuler dan lain-lain. Oleh karena itu, secara tidak
Journal of Contemporary Issues in Primary Education (JCIPE)
Vol. 1, No. 2, Desember 2023, page: 68-80
E-ISSN: 3026-4014
- 74 -
langsung pendidikan karakter dapat dilaksanakan dikombinasikan dengan berbagai kegiatan di
sekolah.
Pendidikan karakter yang dilaksanakan di sekolah dasar harus mampu mengintegrasikan
antara pengetahuan dan kepribadian. Diharapkan sekolah dapat menanamkan berbagai nilai luhur
yang sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia. Proses pelaksanaan pendidikan harus mampu
mengembangkan serta memberikan kesadaran kepada siswa tentang pentingnya nilai moral dalam
kehidupan diantaranya kebaikan, kejujuran,kasih sayang, kebenaran, dan nilai-nilai lain yang
relevan dengan keadaan di abad 21. Nilai-nilai moral tersebut adalah nilai yang secara umum
dimiliki oleh seluruh agama di dunia ini, Suseno dalam (Albany, 2021).
Implementasi Pendidikan Karakter Ki Hadjar Dewantara di Sekolah Dasar pada Era Digital
Ki Hadjar Dewantara merupakan seorang pemikir ulung yang menjadi panutan dan
keteladanan sehingga menjadi tokoh penting dalam dunia pendidikan kita. Tak terhitung banyaknya
hasil pemikiran beliau yang beliau ajarkan pada kita demi kemajuan pendidikan di negara kita
tercinta. Beliau adalah peletak pondasi konsep dasar pendidikan di Indonesia hingga saat ini.
Banyak gagasan, ide, ataupun pemikiran yang beliau sampaikan mengenai pendidikan karakter,
karena bagi beliau karakter baik anak bangsa sangat penting untuk tetap dijaga agar anak-anak
penerus bangsa memiliki karakter baik sehingga dapat memajukan negeri ini di masa mendatang.
Berdasarkan hasil kajian literatur terhadap berbagai artikel, jurnal, dan buku hasil pencarian dari
mesin pencari Google Scholar maka penulis melakukan reduksi data, menyajikan data, dan
menyimpulkan data hasil penelitian mengenai topik pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang dapat
diterapkan dalam proses pendidikan karakter di sekolah dasar pada era digital. Pemikiran Ki Hadjar
Dewantara yang sangat relevan diterapkan dalam pendidikan karakter di sekolah dasar pada era
digital, sebagai berikut:
Teori Trikon
Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan merupakan proses pembudayaan atau pembiasaan
Artinya, pendidikan merupakan salah satu usaha untuk penanaman budi pekerti luhur kepada anak-
anak penerus bangsa. Penanaman nilai-nilai ini memiliki tujuan untuk melestarikan, menjaga, serta
memajukan kebudayaan menuju ke arah keluhuran dalam kehidupan. (Wiryopranoto et al., 2017)
mengungkapkan sebuah teori sebagai usaha untuk proses pendidikan karakter yaitu Teori Trikon.
Melalui teori Trikon ini proses pendidikan karakter bisa dilaksanakan dengan memperhatikan tiga
unsur utama teori Trikon yakni Kontinuitas, Konvergen, dan konsentris.
Pertama, Teori Kontinuitas. Teori kontinuitas memandang bahwa kebudayaan Indonesia
bersifat continue dari masa lalu hingga masa kini dan masa yang akan datang. Hal ini berarti
kebudayaan harus terus dilestarikan secara berkesinambungan tanpa terputus sehingga kebudayaan
indonesia tetap terjaga oleh generasi-generasi penerus bangsa (Ghifari et al., 2015). Meskipun kita
Journal of Contemporary Issues in Primary Education (JCIPE)
Vol. 1, No. 2, Desember 2023, page: 68-80
E-ISSN: 3026-4014
- 75 -
ketahui bersama bahwa pekermbangan ilmu pengetahuan dan teknologi begitu pesat dan
memberikan pengaruh besar pada bangsa kita tak terkecuali pada dunia pendidikan kita. Teori
kontinuitas sangat relevan jika diterapkan digital saat ini. Hal inidikarenakan banyaknya budaya
asing masuk ke Indonesia dan kadangkala berlawanan dengan budaya bangsa kita. Teori kontinuitas
akan menjadi pembendung dan pengontrol siswa agar selalu merasa bangga dengan kebudayaan
bangsanya sehingga tidak mudah goyah oleh banyaknya budaya asing yang masuk dan berdampak
negatif bagi bangsa kita (Albany, 2021).
Kedua, Teori Konvergen. Teori konvergen memandang bahwa dalam upaya untuk
memajukan kebudayaan Indonesia, bisa dipadukan dengan kebudayaan negara asing yang masuk ke
Indonesia. Berdasarkan kolaborasi antar kebudayaan Indonesia dan kebudayaan luar akan
membentuk karakter budaya dunia sebagai satu kesatuan tanpa menghilangkan jati diri bangsa kita
dengan kebudayaannya (Albany. 2021) Teori konvergensi akan memberikan kesempatan kepada
siswa mengenal kebudayaan dunia sehingga hal ini dapat menambah khazanah kebudayaan bangsa
kita tanpa melupakan identitas diri kita sebagai bangsaI ndoensia.
Ketiga, Teori Konsentris. Teori konsentris memandang bahwa bahwa dalam upaya
memajukan kebudayaan Indonesia, harus selalu berpikir terbuka, kritis dalam cara pandang, dan
bertindak secara bijak dalam menghadapi gempuran kebudayaan asing agar tidak berdampak negatif
terhadap kebudayaan kita (Rachmi & Kuswanto, 2021). Dengan bersikap terbuka, kritis dalam cara
pandang, dan bertindak selektif merupakan cara para generasi penerus bangsa (siswa) menangkal
pengaruh kebudayaan luar yang dapat merusak moral bangsa kita, namun tetap memperhatikan
dengan seksama karena siapa tahu kebudayaan negara luar bisa membawa kemajuan untuk negara
kita, (Suparlan, 2015). Berkaitan dengan hal tersebut, teori trikon memandang bahwa budaya
Indonesia sebagai identitas naional dan harga diri bangsa yang memang harus dijaga dikarenakan
mengandung nilai-nilai moral dan budi pekerti di dalamnya. Jadi teori trikon ini berkaitan dengan
pendidikan budaya (Romadhoni, 2019). Apalagi di era digital saat ini, dimana pengaruh kemajuan
teknologi sangat pesat berbarengan dengan kemajuan budaya dan pola pikir manusia. Sebagai
bangsa yang besar, kita tidak akan bisa menolak berbagai perubahan dari kemajuan teknologi. Hal
yang bisa kita lakukan adalah bertindak selektif, menilai, memilih budaya mana yang cocok
dipadukan dengan budaya kita yang sesuai dengan nilai luhur bangsa kita, Elmubarok dalam
(Albany. 2021).
Salah satu contoh implementasi teori trikon di Sekolah Dasar yaitu pada Mata Pelajaran IPS
kelas V Sekolah Dasar dalam materi keragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Nitidisastra et al., 2017) melalui pembelajaran ini,
siswa diajarkan untuk mencintai kebudayaan sendiri melalui pemahaman materi tentang suku
bangsa dan budaya Indonesia sehingga timbul rasa cinta akan kebudayaan Indonesia meskipun di
Journal of Contemporary Issues in Primary Education (JCIPE)
Vol. 1, No. 2, Desember 2023, page: 68-80
E-ISSN: 3026-4014
- 76 -
era digital dengan bayaknya kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia siswa tetap bisa menyaring
kebudayaan tersebut dan perilakunya tetap sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Penanaman
pendidikan karakter melalui teori trikon ini harus dilaksanakan secara berkesinambungan agar siswa
memiliki rasa bangga terhadap kebudayaan sendiri dan mampu menyaring segala bentuk
kebudayaan negatif dari negara lain.
Trilogi Kepemimpinan
(Wiryopranoto et al., 2017) mengungkapkan trilogi kepemimpinan pada awalnya hanya
diperuntukan bagi kalangan pendidikan saja. Namun seiring berjalan waktu, trilogi kepemimpinan
telah menjadi model kepemimpinan nasional sebagai sarana mengatur kehidupan sehingga dapat
diterapkan dalam pendidikan karakter. Ajaran trilogi kepemimpinan terdiri atas Ing Ngarsa Sung
Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Gagasan Ki Hadjar Dewantara ini secara
umum mengatur tentang peran pemimpin,, bagaimana perilakunya, bagaimana karakternya, serta
bagaimana ia harus menjadi panutan dan contoh bagibawahannya tentu ajaran kepemimpinan ini
sangat vital dan relevan dengan pendidikan karakter di era digital ini. (Suparlan, 2015) mengatakan
bahwa pemimpin masa depan adalah pemimpin yang berkarakter dengan yang memahami konsep
pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang Trilogi kepemimpinan.
Ing Ngarsa Sung Tuladha, memiliki arti di depan memberi teladan. Pemimpin harus memiliki
budi pekerti luhur dan karakter yang baik agar dapat menjadi kan dirinya keteladanan bagi
bawahannya. Pemimpin yang baik harus menjadi suri tauladan bagi bawahannya, baik dari sikap,
perilaku, dan tindakannya sehingga menjadi panutan bagi bawahannya, Tim Dosen
Ketamansiswaan (Foreska & Hangestiningsih., 2012).
Ing Madya Mangun Karsa, artinya di tengah membangun semangat. Pemimpin haruslah bisa
berada di tengah anggotanya untuk membangkitkan semangat kerja dan kekuatan bawahannya, Tim
Dosen Ketamansiswaan (Foreska & Hangestiningsih., 2012). Pemimpin harus mampu membangun
semangat kerja bawahannya dengan menciptakan suasana kondusif, nyaman, bagi bawahannya.
Pemimpin harus bergaul dengan bawahannya tanpa memandang statusnya sebagai pemimpin
sehingga tidak ada batasan antara pemimpin dan bawahan menuju pencapaian tujuan bersama-sama.
Tut Wuri Handayani, yang berarti di belakang memberikan dorongan dan pengaruh, Tim
Dosen Ketamansiswaan (Foreska & Hangestiningsih., 2012). Pemimpin harus mampu mendorong
dan memberikan arahan kepada bawahannya. Pemimpin harus turun mengamati, mengikuti, melihat
situasi dan kondisi bawahannya sehingga dengan hal tersebut dapat mencari berbagai solusi
pemecahan masalah yang dihadapi bawahannya. Dengan begitu, peran pemimpin sebagai
pendorong akan dirasakan bawahan sehingga bawahan merasa dorongan dan arahan yang diberikan
pemimpin dapat menjadi kekuatan untuk mencapi tujuan.
Journal of Contemporary Issues in Primary Education (JCIPE)
Vol. 1, No. 2, Desember 2023, page: 68-80
E-ISSN: 3026-4014
- 77 -
Ajaran trilogi kepemimpinan dalam pendidikan karakter sangat cocok dilaksanakan di
sekolah untuk melatih kepemimpinan siswa (Prasetyo, 2019). Ajaran ini memberikan gambaran
bahwa untuk membentuk seorang pemimpin yang mempunyai nilai kepemimpinan harus dibangun
sedari dini melalui pendidikan karakter (Arsyad et al., 2021). Menyiapkan pemimpin yang menjadi
teladan, membangun semangat dan menjadi pendorong dibutuhkan kesabaran, apalagi di masa ini
pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi begitu besar. (Aini dan Syamwil, 2020) Guru harus harus
menjadi contoh teladan, menjadi penyemangat, dan menjadi pendorong bagi siswanya sehingga
dengan keteladanan tersebut bibit-bibit calon pemimpin yang mempuanyai nilai-nilai
kepemimpinan masa depan dapat diperoleh melalui pendidikan karakter di sekolah.
Salah satu contoh implementasi ajaran trilogi kepemimpinan di Sekolah Dasar yaitu pada
Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di Kelas 4 Sekolah Dasar pada materi sikap
kedisiplinan, saling menghormati, dan berkata sopan. Implementasi ajaran trilogi kepemimpinan ini
dalam pembelajarandilakukan secara berkesinambungan dalam proses pembelajaran di kelas. Hal
ini sesuai dengan penelitianyang dilakukan oleh (Dwi Lestari, 2020) dalam penelitiannya, guru
mengajarkan sikap kedisiplinan, saling menghormati, dan berkata sopan. Dalam pelaksanaannya,
guru mengajarkan sikap disiplin dengan keteladanan diri guru sendiri, guru menjadi motivator
kepada siswa untuk disiplin dalam belajar, guru membangun semangat pada diri siswa untuk belajar
dengan giat sehingga hasilnya terus meningkat. Selain itu, guru mengajarkan pentingnya saling
menghormati dengan siswa lain dan saling membantu dengan siswa lainyang mengalami kesulitan
belajar. Guru juga berusaha menanamkan pengertian kepada siswa tentang pentingnya menghormati
guru dan teman-temannya untuk menjaga hubungan baik antara guru dan siswa dan siswa dengan
siswa. Peran guru dalam menerapkan ajaran trilogi kepemimpinan dalam pembelajaran akan
mendukung proses pendidikan karakter tersebut sehingga menjadi kebiasaan-kebiasaan baik yang
akan tertamnam dalam diri siswa.
Sistem Among
(Wiryopranoto et al., 2017) among diambil dari bahasa jawa artinya “membimbing”. Sistem
among merupakan salah satu konsep yang digunakan Ki Hadjar Dewantara dalam mendidik siswa
(Darmawati, 2015). Lebih lanjut Darmawati menjelaskan bahwa sistem among memberikan
penekanan pada cara mendidik dengan memberikan kebebasan dan kemerdekaan bagi siswa sesuai
dengan kodrat alam dan kodrat zaman siswa. Sebelumnya, gagasan Ki Hadjar Dewantara mengenai
sistem among diawali oleh sistem pendidikan barat. Sistem pendidikan barat memiliki dasar-dasar
yaitu regering, tucht, dan orde (perintah, hukuman dan ketertiban), (Susilo, 2018). Sitem tersebut
tentu tidak cocok dengan kodrat alam dan kodrat zaman siswa, sehingga Ki Hadjar Dewantara
memunculkan gagasan sistem among. Jika sistem pendidikan barat terus menerus dilaksanakan,
akan menyebabkan kerusakan karakter siswa dikarenakan siswa tidak mendapatkan kemerdekaan
Journal of Contemporary Issues in Primary Education (JCIPE)
Vol. 1, No. 2, Desember 2023, page: 68-80
E-ISSN: 3026-4014
- 78 -
dalam belajarnya, (Susilo, 2018). Ki Hadjar Dewantara menilai jika bangsa Indonesia meniru sistem
pendidikan yang diterapkan di barat, akan sangat merusak kepribadian bangsa Indonesia. Oleh
sebab itu, hadirlah gagasan sistem among yang merupakan sistem pendidikan yang cocok dengan
kepribadian bangsa Indonesia dengan menerapkan konsep silih sasah, silih asih, dan silih asuh,
Wangid dalam (Apriliyanti et al., 2021). Sistem pendidikan ini, merupakan suatu usaha untuk
menumbuh kembangkan kecerdasan siswa, kepribadian siswa, dan budi pekerti siswa tanpa paksaan
dari guru. Guru berperan dengan cara mendorong, mengarahkan, memberi kekuatan kepada siswa
sehingga siswa mampu berkembang secara optimal dengan kemerdekaan tanpa bergantung pada
orang lain apalagi dengan paksaan, perintah, dan hukuman.
Jika dilihat secara mendalam, sistem among merupakan sebuah upaya menciptakan
kemerdekaan belajar kepada siswa supaya mengetahui dan mengerti akan sesuatu berdasarkan
pengalaman kehidupannya. Guru dalam hal ini bukan berarti melepas siswa secara sembarangan
melainkan membimbing, mengarahkan, memberikan dorongan, membangkitkan semangat dan
keteladanan. Selain itu, melalui sitem among (Noventari, 2020) guru hanya berperan sebagai orang
yang memperbaiki dan memperindah kemampuan minat siswa dalam pembelajaran sesuai dengan
kodrat alam dan kodrat zaman siswa sehingga siswa mampu merasakan kemerdekaaan dalam
belajar. Salah satu contoh implementasi sistem among di sekolah dasar adalah dalam pembelajaran
Ilmu pengetahuan Alam (IPA) di kelas 3 Sekolah Dasar pada materi cuaca. Guru melaksanakan
proses pembelajaran yang memberikan kemerdekaan belajar bagi siswa sehingga pembelajaran
dapat berpusat pada siswa. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh (Sari, CR.,
Rosyid, AT., Prestika, 2019) dalam penelitiannya dijelaskan dalam pembelajaran harus berusaha
menerapkan unsur asah, unsur asih, dan unsur asuh. Unsur asah terlihat dalam pembelajaran dengan
menitikberatkan pada pemberian kesempatan kepada siswa untuk melakukan kreativitas dan
kemandirian dalam memecahkan masalah dalam pembelajaran seperti pada saat pemberian materi
cuaca, siswa diarahakan untuk mengamati cuaca di sekitar sekolah. Dalam hal ini guru hanya
memberikan arahan dan bimbingan dengan bantuan panduan soal tentang cuaca sedangkansiswa
diberikan secara mandiri mengamati dan mengisi soal yang telah diberikan. unsur asih mengacu
pada proses pembelajaran yang menerapkan unsur kasih sayang, kepedulian, dan perhatian kepada
siswa. Guru melakukan proses pembelajaran dengan penuh kesabaran tanpa pemberian hukuman,
paksaan, dan kemarahan kepada siswa. Unsur asuh berkaitan dengan bimbingan kepada siswa. Di
dalam proses pembelajaran, guru membimbing siswa dengan penuh kesabaran dengan
memperhatikan berbagai perbedaan karakteristik, potensi, minat, dan bakat siswa. Berdasarkan
perbedaan tersebut, guru harus mampu memfasilitasi pembelajaran dengan baik.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, penelitian ini memiliki perbedaan yang
signifikandengan penelitian terdahulu yaitu Penelitian (Sukri et al., 2016; Suwahyu, 2018;
Journal of Contemporary Issues in Primary Education (JCIPE)
Vol. 1, No. 2, Desember 2023, page: 68-80
E-ISSN: 3026-4014
- 79 -
Subekhan dan Annisa, 2019) dimana secara umum ketiga penelitian tersebut hanya menggambarkan
konsep pendidikan karakter Ki Hajar Dewantara tanpa dibarengi dengan implementasi konsep
pendidikan karakter tersebut dalam pendidikan di sekolah dasar pada era digital. Penelitian ini
mendeskripsikan secara jelas mengenai Konsep pendidikan karakter Ki hadjar Dewantara disertai
dengan implementasinya dalam dunia pendidikan di sekolah dasar pada era digital.
4. Simpulan dan Saran
Konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan karakter ini sangat penting.
Pendidikan karakter dewasa ini perlu lebih ditingkatkan dalam pembelajaran di sekolah dasar
apalagi di era digital dimana pengaruh teknologi begitu kuat terhadap keperibadian siswa.
Pendidikan karakter seorang anak harus dipupuk sejak dini dimulai dari lingkungan keluarga
sebagai tempat awal siswa mengenal dan memahami lingkungannya. Sekolah dasar berfungsi
mengembangkan karakter siswa sebagai lingkungan baru bagi siswa. Pendidikan karakter tidak
akan mampu membentuk karakter siswa secara penuh jika tidak ada sinergi antara pihak sekolah
dan keluarga sebagai tempat pendidikan karakter. Pendidikan karakter menjadi jalan bagi seorang
siswa mengembangkan kepribadian baik melalui berbagai pembiasaan baik di sekolah ataupun di
rumah. Kebiasaan-kebiasaan baik ini jika sudah tertanam dalam diri siswa akan menjadi kekuatan
siswa menghadapi gempuran dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era digital ini.
Siswa akan memiliki pertahanan kuat untuk mengontrol dirinya sehingga berpikir dan bertindak
sesuai dengan norma yang berlaku.
Berdasarkan kesimpulan di atas, jika kita perhatikan banyak terjadi kemerosotan moral
generasi muda yang diakibatkan oleh lemahnya pertahanan siswa menghadapi gempuran dari
peerkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era digital. Ki Hadjar Dewantara sudah
menyumbangkan banyak pemikiran bagi sistem pendidikan di Indonesia, dan di masa kini
pemikiran beliau masih sangat relevan meskipun situasi dan kondisi zaman yang berbeda. Ki Hadjar
Dewantara memberikan kepada kita beberapa pilihan untuk melaksanakan proses pendidikan
karakter kepada siswa di sekolah agar dapat kita gunakan di era digital ini. implementasi pendidikan
karakter di sekolah dasar pada era digital yakni melalui Teori trikon, teori kepemimpinan, dan
sistem among. Kita berharap dengan implementasi ketiga teori tersebut dapat memperbaiki pola
pendidikan karakter dalam pendidikan kita di sekolah dasar. Pada akhirnya, setiap sekolah akan
mampu menghasilkan generasi-generasi unggul dan berkualitas baik kecerdasannya, maupun budi
pekerti luhurnya sehingga mampu menaikkan harkat dan martabat bangsanya di mata dunia di masa
mendatang.
Journal of Contemporary Issues in Primary Education (JCIPE)
Vol. 1, No. 2, Desember 2023, page: 68-80
E-ISSN: 3026-4014
- 80 -
5. Daftar Pustaka
C Suryana, T Muhtar,Jurnal Basicedu, 2022- Implementasi Konsep Pendidikan Karakter Ki Hadjar
Dewantara di Sekolah Dasar pada Era Digital. Diakses
https://www.neliti.com/publications/451908/implementasi-konsep-pendidikan-karakter-ki-
hadjar-dewantara-di-sekolah-dasar-pad
Albany, D.A. (2021). Perwujudan Pendidikan Karakter Pada Era Kontemporer Berdasarkan
Perspektif Ki Hadjar Dewantar. Jurnal Humanitas Vol. 7 No. 2, Juni 2021, hal. 93-107.
Handayani, D. A., Pratomo, W., & Nadziroh. (2023). Pengembangan media prezi untuk pemahaman
nilai-nilai Pancasila Sila ke-2 pada pembelajaran tematik muatan PPKn kelas III SD Negeri
Baran Bantul Yogyakarta. Journal of Contemporary Issues in Primary Education, 1(1), 32-
40. https://doi.org/10.61476/gdvz0470
HM Zulfiati - Prosiding Seminar Nasional Pendidikan FKIP …, 2018 - academia.edu=Sistem
among Ki Hajar Dewantara dalam pendidikan karakter di sekolah dasar. Diakses
https://d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net/60669405/Among20190922-64294-1nl67mv-
libre.pdf?1569161643=&response-content-
disposition=inline%3B+filename%3DProsiding_Seminar_Nasional_Pendidikan_FK.pdf&E
xpires=1702543507&Signature=S433MYFM3d6HBE~Yec7O8FUvT8FDEmKiHqQDTS2
mhDuLqNKxFmFf4GlMZscc0RKlIrWAikAYxq0cBxEUqzb4bCdxJJde7ivI5VonLfaCJtj3
Xq4E6Qkjp82EoDE8SHvF7I2WdliYWYt4o4aBiInJFOyQZFmDVmoa5-
1ozg0qtBb5XQZ7kYa0GKpHGLgqQzSzW9g-
R7Pi8FlxfyLdvhfd0fa~oHNeEjEEa39nZezpuBHuao~E4Yfxh-
gpXPssJi9nUIlTkg4F1CSq07pTCqOD6WRic9wdYb4AKdZbBWXseWdjbf42W~dag3LM
Z-KoBTb2ByCRu77wOS0zGxWR2l7OCg__&Key-Pair-
Id=APKAJLOHF5GGSLRBV4ZA
K Wardani - Proceeding of The 4th International Conference on …, 2010 - file.upi.edu- Peran guru
dalam pendidikan karakter menurut konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Diakses
http://file.upi.edu/Direktori/PROCEEDING/UPI-
UPSI/2010/Book_2/PERAN_GURU_DALAM_PENDIDIKAN_KARAKTER_MENURU
T_KONSEP_PENDIDIKAN_KI_HADJAR_DEWANTARA.PDF
Orbiyanto, T. L., Chairiyah, & Nugroho, I. A. (2023). Peran Guru dalam implementasi sistem
among pada pembelajaran PPKn Kelas IV SD Negeri Kanggotan Pleret Bantul. Journal of
Contemporary Issues in Primary Education, 1(1), 1-7. https://doi.org/10.61476/cxqb8a56