JISBI: Jurnal Ilmu Sosial dan Budaya Indonesia
Vol. 3, No. 1, Mei 2025, page: 73-79
E-ISSN: 3031-2957
73
Intan Putri Kamilah et.al (Nilai Sosial Dalam Tradisi Pacu....)
Nilai Sosial Dalam Tradisi Pacu Jalur Di Gunung
Toar Kabupaten Kuantan Singingi
Intan Putri Kamilah
a,1
, Nindya Destri Nur Rizkya
b,2
, Siti Fatimah
c,3
, Hendri Marhadi
d,4
a,b,c,d
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Riau, Pekanbaru, Riau, Indonesia
1
intan.putri1187@student.unri.ac.id;
2
Nindya.destri5758@student.unri.ac.id;
3
siti.fatimah1181@student.unri.ac.id ;
4
hendri.marhadi@lecturer.unri.ac.id
INFO ARTIKEL
ABSTRAK
Sejarah Artikel:
Diterima: 27 April 2025
Direvisi: 5 Mei 2025
Disetujui: 19 Mei 2025
Tersedia Daring: 13 Juni 2025
Tradisi Pacu Jalur di Gunung Toar, Kabupaten Kuantan Singingi,
merupakan warisan budaya takbenda yang kaya akan nilai-nilai sosial
seperti gotong royong, musyawarah, kekompakan, sportivitas, dan
loyalitas komunal. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
deskriptif dengan teknik wawancara dan observasi partisipatif untuk
mengkaji makna sosial di balik setiap tahapan Pacu Jalur, mulai dari
persiapan jalur hingga pelaksanaan lomba. Hasil kajian menunjukkan
bahwa tradisi ini tidak hanya menjadi sarana hiburan rakyat, tetapi juga
berfungsi sebagai wahana edukasi karakter dan media pelestarian
identitas budaya. Keterlibatan aktif masyarakat lintas generasi, serta
dukungan dari pemerintah, menunjukkan bahwa Pacu Jalur berpotensi
besar dijadikan model pembelajaran sosial berbasis budaya lokal yang
adaptif terhadap dinamika zaman.
Kata Kunci:
Nilai Sosial
Tradisi
Pacu Jalur
Gunung Toar
Kuantan Singingi
ABSTRACT
Keywords:
Social Values
Tradition
Pacu Jalur
Gunung Toar
Kuantan Singingi
The Pacu Jalur tradition in Gunung Toar, Kuantan Singingi Regency, is an
intangible cultural heritage rich in social values such as mutual
cooperation, deliberation, solidarity, sportsmanship, and communal
loyalty. This study employs a descriptive qualitative approach through
interviews and participatory observation to explore the social meaning
embedded in each stage of the Pacu Jalur tradition, from boat preparation
to race execution. The findings reveal that this tradition serves not only as
a cultural spectacle but also as a character education platform and a
medium for preserving cultural identity. The active intergenerational
community involvement, along with governmental support, highlights
Pacu Jalur's potential as a model for culturally grounded social education
that adapts to contemporary societal dynamics.
©2025, Intan Putri Kamilah, Nindya Destri Nur Rizkya,
Siti Fatimah, Hendri Marhadi
This is an open access article under CC BY-SA license
1. Pendahuluan
Budaya merupakan bagian integral dalam membentuk karakter bangsa yang berakar
pada nilai-nilai luhur dan identitas lokal. Di tengah arus globalisasi yang membawa perubahan
sosial dan teknologi secara cepat, budaya lokal memainkan peran penting sebagai benteng
dalam menjaga jati diri bangsa. Warisan budaya, baik berupa hasil budaya fisik maupun nilai-
nilai dari masa lalu, memiliki makna luhur yang tetap relevan dalam kehidupan masyarakat
saat ini (Soeswoyo et al., 2024). Lebih dari sekadar peninggalan leluhur, budaya juga
mengandung sistem nilai yang hidup dan membentuk pola pikir, perilaku, serta pola interaksi
JISBI: Jurnal Ilmu Sosial dan Budaya Indonesia
Vol. 3, No. 1, Mei 2025, page: 73-79
E-ISSN: 3031-2957
74
Intan Putri Kamilah et.al (Nilai Sosial Dalam Tradisi Pacu....)
sosial masyarakat dalam kesehariannya. Dalam konteks sejarah, pelestarian budaya memiliki
peran penting dalam memperkuat identitas dan warisan suatu Masyarakat. Melalui perayaan
budaya, tradisi, dan ritual, tercipta rasa kebersamaan serta ikatan sosial yang kuat antaranggota
komunitas. Budaya juga berkontribusi dalam membangun hubungan antarmasyarakat yang
harmonis, meminimalisir konflik, serta menumbuhkan sikap saling menghargai terhadap
keragaman. Oleh karena itu, menjaga dan mengembangkan keberagaman budaya merupakan
Langkah penting menuju terbentuknya Masyarakat yang baradab.
Dalam perspektif sosiologis, nilai-nilai sosial yang terkandung dalam budaya memiliki
peran strategis dalam menciptakan keharmonisan sosial, memperkuat solidaritas, serta
mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Tradisi khilmigotong royong
merupakan bagian integral dari kehidupan sosial masyarakat Indonesia, khususnya di
pedesaan, yang mencerminkan nilai-nilai kebersamaan, kerjasama, dan tolong-menolong yang
telah diwariskan turun-temurun, menjadi fondasi penting dalam menjaga harmoni sosial di
tengah masyarakat (Sudrajat et al., 2024). Nilai-nilai ini tidak hadir secara tiba-tiba, melainkan
tumbuh dan berkembang melalui praktik budaya yang diwariskan lintas generasi. Oleh karena
itu, pelestarian budaya tradisional perlu dipandang sebagai investasi sosial untuk membentuk
masyarakat yang berkarakter dan berdaya saing. Indonesia sebagai negara multikultural
memiliki ribuan bentuk budaya lokal yang tersebar di berbagai daerah, masing-masing dengan
nilai sosial yang khas. Budaya-budaya ini tidak hanya berfungsi sebagai ekspresi seni dan
tradisi, tetapi juga sebagai sarana edukasi sosial yang menanamkan nilai seperti gotong royong,
solidaritas, toleransi, dan tanggung jawab kolektif (Khilmi et al., 2024). Sebagaimana
dikemukakan oleh Ufie (2016), Budaya lokal memberikan penguatan terhadap interaksi sosial
dan komunikasi antar generasi muda dalam hal ini siswa, dengan menjadikan nilai-nilai budaya
lokal sebagai sumber belajar. Kajian terhadap nilai-nilai tersebut sangat penting dilakukan agar
budaya lokal tidak hanya lestari secara fisik, tetapi juga bermakna secara sosial.
Salah satu daerah yang memiliki kekayaan budaya lokal yang masih hidup dan tumbuh
bersama masyarakat adalah Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau. Daerah ini dikenal
dengan tradisi Pacu Jalur, yaitu perlombaan perahu panjang tradisional yang dilaksanakan
setiap tahun dan telah menjadi ikon budaya masyarakat setempat. Sebagaimana dijelaskan oleh
Putra (2019), Tradisi pacu jalur merupakan salah satu bentuk kebudayaan daerah yang ada
pada masyarakat Rantau Kuantan Kabupaten Kuantan Singingi Propinsi Riau. Tradisi ini tidak
hanya menarik sebagai atraksi wisata, tetapi juga kaya akan nilai sosial yang mencerminkan
cara hidup masyarakat Kuantan Singingi. Pacu Jalur bukan sekadar olahraga tradisional,
melainkan peristiwa budaya yang melibatkan seluruh unsur masyarakat dalam satu semangat
kebersamaan. Menurut Hasbullah (2015), Proses panjang yang dilalui dalam Pacu Jalur mulai
dari pembuatan perahu (jalur), pembentukan tim, latihan, hingga perlombaan, menunjukkan
tingginya tingkat kerja sama, partisipasi, dan integrasi sosial di antara warga.
Nilai sosial yang paling menonjol dalam tradisi Pacu Jalur adalah gotong royong.
Masyarakat dari berbagai kalangan bekerja sama tanpa pamrih demi suksesnya jalur mereka.
Hal ini sejalan dengan pendapat Jannati et al. (2020), yang menyebut bahwa Tradisi lokal
sering menjadi wahana penguatan ikatan sosial dan semangat kolektif antaranggota komunitas
sebagai alat untuk merevitalisasi kebudayaan dan mempertahankan kearifan lokal. Selain itu,
nilai sportivitas dan kedisiplinan juga tercermin dalam tradisi ini. Para peserta diajarkan untuk
bertanding secara adil, menjaga kekompakan, dan mematuhi aturan. Nilai-nilai ini
berkontribusi dalam pembentukan karakter masyarakat yang tangguh, jujur, dan bertanggung
jawab, sebagaimana diungkapkan oleh Purwani & Mustikasari (2024), bahwa tradisi lokal
dapat menjadi media pendidikan karakter yang efektif.
Tradisi Pacu Jalur juga berfungsi sebagai media pendidikan informal bagi generasi
muda. Dengan melibatkan anak-anak dan remaja dalam proses tradisi, mereka tidak hanya
JISBI: Jurnal Ilmu Sosial dan Budaya Indonesia
Vol. 3, No. 1, Mei 2025, page: 73-79
E-ISSN: 3031-2957
75
Intan Putri Kamilah et.al (Nilai Sosial Dalam Tradisi Pacu....)
belajar tentang sejarah budaya daerahnya, tetapi juga mengalami langsung nilai-nilai sosial
yang berlaku. Hal ini memperkuat rasa identitas, kebanggaan lokal, serta kecintaan terhadap
warisan leluhur. Pelestarian budaya dan Pendidikan merupakan dua unsur utama dalam
pewarisan nilai-nilai budaya kepada generasi selanjutnya. Salah satu strategi efektif yang dapat
dilakukan adalah dengan memasukkan pengetahuan tentang budaya lokal ke dalam proses
pembelajaran di kelas, sehingga siswa dapat memahami, mengenal, dan menghargai warisan
budaya sejak dini (Hasbullah, 2017). Sayangnya, di tengah perkembangan zaman, nilai-nilai
sosial dalam tradisi lokal mulai tergerus oleh gaya hidup modern yang individualistik.
Fenomena ini menjadi tantangan tersendiri dalam upaya pelestarian budaya tradisional.
Menurut Marijan (2020), revitalisasi nilai-nilai sosial melalui tradisi lokal perlu dilakukan
secara sistematis agar tetap relevan dengan kehidupan masyarakat masa kini.
Oleh karena itu, kajian yang menyoroti nilai-nilai sosial dalam budaya Pacu Jalur
menjadi sangat penting untuk memperkuat peran budaya sebagai fondasi pembentukan
karakter bangsa. Tradisi ini tidak hanya menyimpan nilai sejarah, tetapi juga mengandung
pelajaran sosial yang relevan untuk diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk
pendidikan, pembangunan masyarakat, dan penguatan kohesi sosial. Berdasarkan latar
belakang tersebut, artikel ini bertujuan untuk mengkaji nilai-nilai sosial yang terkandung
dalam tradisi budaya Pacu Jalur di Kabupaten Kuantan Singingi. Penelitian ini diharapkan
dapat memberikan kontribusi dalam memahami peran budaya lokal sebagai media
pembelajaran sosial dan memperkuat identitas kebudayaan bangsa di tengah tantangan global.
2. Metode
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif yang bertujuan untuk
menggali dan memahami nilai-nilai sosial yang terkandung dalam tradisi Pacu Jalur di Gunung
Toar, Kabupaten Kuantan Singingi. Pendekatan ini dipilih karena dianggap paling sesuai untuk
mendeskripsikan secara mendalam makna, pandangan, serta nilai-nilai budaya yang hidup dan
berkembang dalam masyarakat setempat. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui
wawancara mendalam dengan tiga informan yang memiliki peran penting dalam tradisi ini,
yaitu seorang tokoh adat, seorang kepala desa, dan seorang pawang jalur. Tokoh adat
memberikan informasi terkait makna budaya dan nilai-nilai leluhur yang diwariskan melalui
tradisi Pacu Jalur. Kepala desa menyampaikan bagaimana tradisi ini menjadi bagian dari
kehidupan sosial masyarakat, memperkuat rasa kebersamaan, serta menjadi sarana pelestarian
budaya lokal. Sementara itu, pawang jalur menjelaskan proses pelaksanaan tradisi serta nilai-
nilai seperti kerja sama, disiplin, dan semangat kolektif yang tercermin dalam setiap tahapan
perlombaan. Selain wawancara, peneliti juga melakukan observasi langsung terhadap aktivitas
masyarakat selama berlangsungnya kegiatan Pacu Jalur guna memperkuat data yang diperoleh
dan mendapatkan pemahaman kontekstual yang lebih mendalam. Data yang telah
dikumpulkan kemudian dianalisis secara deskriptif untuk mengungkap pola-pola nilai sosial
yang muncul, seperti gotong royong, solidaritas, serta identitas budaya yang kuat di tengah
masyarakat Gunung Toar.
3. Hasil dan Pembahasan
Tradisi Pacu Jalur yang masih eksis dan dijaga secara turun-temurun di Nagari Gunung Toar,
Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau, merupakan lebih dari sekadar atraksi budaya atau
perlombaan perahu panjang di atas sungai. Ia adalah warisan budaya takbenda yang menyimpan
lapisan-lapisan makna sosial, historis, spiritual, dan ekologis yang membentuk fondasi kehidupan
masyarakat lokal. Tradisi ini tidak hanya menjadi bentuk ekspresi kolektif masyarakat dalam
merayakan jati diri kultural mereka, tetapi juga sebagai instrumen pewarisan nilai-nilai luhur seperti
gotong royong, musyawarah, solidaritas, kedisiplinan, dan rasa memiliki terhadap warisan leluhur.
JISBI: Jurnal Ilmu Sosial dan Budaya Indonesia
Vol. 3, No. 1, Mei 2025, page: 73-79
E-ISSN: 3031-2957
76
Intan Putri Kamilah et.al (Nilai Sosial Dalam Tradisi Pacu....)
Melalui serangkaian prosesi yang dijalankan secara kolektif dan penuh penghayatan, Pacu Jalur
berfungsi sebagai mekanisme pelestarian identitas, sarana pembelajaran antar-generasi, serta
instrumen penguatan kohesi sosial yang terus hidup dan dinamis di tengah modernitas.
Kehadirannya menjadi ruang kontestasi sekaligus harmonisasi antara masa lalu, masa kini, dan
masa depan masyarakat Kuantan Singingi. Tradisi ini mencerminkan dinamika komunitas yang
berakar kuat pada nilai-nilai lokal namun terbuka terhadap perubahan zaman.
Sejarah Pacu Jalur tidak dapat dipisahkan dari konteks geografis dan sosiokultural
masyarakat Kuantan Singingi yang hidup berdampingan dengan Sungai Kuantan. Sungai bukan
hanya sebagai jalur transportasi dan sumber penghidupan, tetapi juga sebagai arena spiritual, tempat
bersuci, dan simbol koneksi antara manusia, alam, dan leluhur. Oleh karena itu, tradisi Pacu Jalur
yang dilakukan di atas sungai tidak sekadar bernilai estetika, tetapi juga sarat dengan dimensi sakral
dan kepercayaan tradisional. Dalam narasi lisan yang diwariskan dari generasi ke generasi, jalur
atau perahu yang digunakan bukan hanya alat untuk berlomba, tetapi dianggap sebagai “makhluk
hidup” yang membawa semangat, harga diri, dan nama baik suatu kampung. Jalur merupakan
perpanjangan dari tubuh sosial masyarakat; ia bukan hanya kayu, melainkan simbol eksistensi
komunitas. Proses awal dimulainya tradisi ini dimulai dari musyawarah kampung, yang biasanya
dipimpin oleh ninik mamak dan diikuti oleh pemuka adat, tokoh masyarakat, pemuda, dan tokoh
spiritual. Tujuan musyawarah adalah memilih pohon terbaik yang akan dijadikan bahan dasar
pembuatan jalur. Pohon tersebut biasanya diambil dari hutan adat, sehingga perlu persetujuan dan
perizinan dari para penjaga hutan adat. Dalam hal ini, keputusan tidak pernah diambil secara
individual. Semua keputusan didasarkan pada konsensus bersama yang menunjukkan nilai
demokratis yang tinggi dalam masyarakat tradisional. Proses ini menjadi bentuk nyata bahwa dalam
sistem adat, hutan bukan hanya sumber ekonomi, tetapi juga entitas yang dijaga dengan etika
ekologis dan spiritual.
Setelah kayu ditemukan dan ditebang, tahap berikutnya adalah proses pembuatan jalur secara
gotong royong. Di sinilah nilai-nilai komunalisme menemukan manifestasinya secara konkret.
Pembuatan jalur tidak bisa dilakukan oleh satu atau dua orang, melainkan melibatkan hampir
seluruh komponen masyarakat. Orang tua, pemuda, anak-anak, laki-laki maupun perempuan,
semua mengambil peran masing-masing sesuai dengan kemampuannya.
Gambar 1. Warga bergotong royong membuat jalur, memperlihatkan tingginya solidaritas dan semangat
kerja kolektif warga Gunung Toar.
Gotong royong ini bukan hanya sebagai bentuk kerja fisik, tetapi juga sebagai upaya
menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial dan keterlibatan emosional terhadap keberlangsungan
tradisi. Pekerjaan dilakukan di halaman rumah atau balai kampung dengan pembagian tugas yang
jelas: ada yang mengukir, menghaluskan kayu, mengecat, membawa makanan, bahkan sekadar
hadir untuk memberikan semangat. Semua bersatu dalam satu visi: menjaga kehormatan kampung
melalui simbol budaya. Proses berikutnya adalah melayur jalur, yaitu prosesi pengasapan jalur
dengan membakar tempurung kelapa di bawah perahu. Proses ini dilakukan bukan hanya untuk
memperkuat struktur kayu agar tidak mudah retak dan tahan air, tetapi juga sebagai bentuk ritual
pensucian jalur. Dalam kepercayaan masyarakat, jalur yang telah dilayur akan memiliki "jiwa" dan
JISBI: Jurnal Ilmu Sosial dan Budaya Indonesia
Vol. 3, No. 1, Mei 2025, page: 73-79
E-ISSN: 3031-2957
77
Intan Putri Kamilah et.al (Nilai Sosial Dalam Tradisi Pacu....)
energi spiritual. Prosesi ini disertai dengan doa-doa dan seringkali diiringi dengan musik tradisional,
tarian, serta jamuan adat.
Kehadiran para tokoh adat, pemerintah setempat, dan masyarakat umum dalam acara melayur
menunjukkan bahwa kegiatan ini merupakan ruang pertemuan berbagai elemen masyarakat dalam
satu kegiatan budaya yang bersifat inklusif, lintas generasi, dan lintas peran sosial. Acara ini
biasanya dirancang meriah, bahkan sering mengundang pejabat kabupaten atau provinsi sebagai
bentuk dukungan terhadap pelestarian budaya daerah. Tahapan selanjutnya adalah proses latihan
mendayung, yang dilakukan secara intensif di Sungai Kuantan. Latihan ini dilakukan selama
berbulan-bulan sebelum hari perlombaan. Para pendayung dilatih untuk memiliki daya tahan,
keterampilan teknis, dan terutama kekompakan. Satu jalur biasanya memiliki lebih dari 50 orang
pendayung, dan semua harus bisa menyesuaikan irama, kekuatan, serta waktu hentakan dayung
dengan komando dari pawang jalur.
Gambar 2. Latihan mendayung di Sungai Kuantan oleh tim jalur Gunung Toar
Hari pelaksanaan Pacu Jalur menjadi puncak dari seluruh rangkaian proses sosial-budaya
tersebut. Baik dalam Pacu Jalur uji coba maupun Pacu Jalur rayon, partisipasi masyarakat mencapai
intensitas tertinggi. Warga dari berbagai desa datang untuk menyaksikan atau berpartisipasi secara
langsung. Peran masyarakat tidak terbatas pada peserta lomba, tetapi juga mencakup panitia lokal,
penyedia logistik, juru kamera, dan pengatur lalu lintas. Bagi saya, pacu jalur itu benar-benar
mencerminkan nilai kebersamaan yang tinggi. Seluruh masyarakat kampung terlibat, dari mulai
mencari kayu, membuat jalur, melatih pendayung, sampai mendukung saat lomba. Tidak ada yang
bekerja sendiri-sendiri. Dengan demikian, Pacu Jalur menjadi ritual kolektif yang tidak hanya
memperkuat ikatan sosial internal masyarakat, tetapi juga memperluas jejaring relasi antarwilayah di
Kuantan Singingi. Partisipasi pemerintah dalam kegiatan ini menjadi penguat penting dari
keberlanjutan tradisi. Pemerintah tidak hanya memberikan bantuan berupa dana dan perlengkapan,
tetapi juga hadir secara langsung dalam kegiatan. “Saya melihat sendiri bagaimana pemerintah ikut
andil dalam menyukseskan pacu jalur. Bantuan yang mereka berikan tidak hanya berupa uang, tapi
juga tenaga dan perhatian. Bahkan, pemerintah sering datang langsung ke lokasi saat acara untuk
memberikan dukungan moral kepada peserta. Kehadiran ini memperkuat legitimasi sosial bahwa
budaya lokal tidak hanya milik komunitas adat, tetapi menjadi bagian dari agenda pembangunan
identitas daerah secara resmi.
Gambar 3. Dukungan Pemerintah terhadap Pacu Jalur
Keterlibatan generasi muda menjadi elemen strategis dalam keberlanjutan tradisi ini. Anak-
anak dan remaja dilibatkan dalam berbagai aktivitas, mulai dari membantu persiapan alat, menjadi
tim pendukung, hingga menyaksikan dan mempelajari proses latihan. Melalui keterlibatan langsung,
JISBI: Jurnal Ilmu Sosial dan Budaya Indonesia
Vol. 3, No. 1, Mei 2025, page: 73-79
E-ISSN: 3031-2957
78
Intan Putri Kamilah et.al (Nilai Sosial Dalam Tradisi Pacu....)
mereka tidak hanya mengenal Pacu Jalur secara teknis, tetapi juga menyerap nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya. Anak-anak sekarang sudah mulai ikut membantu. Mereka ikut latihan,
bantu angkut, dan kadang juga menyiapkan perlengkapan. Ini proses belajar langsung dari
lapangan. Model pewarisan seperti ini memperlihatkan bahwa pendidikan nilai dalam masyarakat
tradisional lebih berbasis pada pengalaman nyata dan partisipasi aktif daripada sistem pembelajaran
formal yang bersifat teoritis.
4. Kesimpulan
Berdasarkan keseluruhan temuan, dapat disimpulkan bahwa Pacu Jalur merupakan bentuk
kebudayaan hidup (living tradition) yang memainkan peran strategis dalam membentuk, memelihara,
dan memperkuat struktur sosial masyarakat Kuantan Singingi. Tradisi ini tidak hanya bertahan
sebagai praktik budaya turun-temurun, tetapi juga sebagai mekanisme aktualisasi nilai-nilai
fundamental seperti gotong royong, musyawarah, kekompakan, sportivitas, dan loyalitas komunal
dalam menghadapi dinamika sosial yang kian kompetitif dan individualistik. Di tengah arus
modernisasi dan globalisasi, Pacu Jalur tetap berfungsi sebagai ruang pembelajaran sosial yang
kontekstual, menjadi medium edukasi karakter yang berbasis pengalaman, serta wahana pelestarian
identitas budaya yang tumbuh dari akar komunitas sendiri. Selain itu, tradisi ini menunjukkan
keberdayaan masyarakat dalam mentransmisikan nilai budaya melalui proses partisipatif,
intergenerasional, dan adaptif. Keterlibatan aktif generasi muda dalam setiap tahap kegiatan
memperkuat fungsi pedagogis Pacu Jalur sebagai wahana pewarisan nilai-nilai kebangsaan secara
lokal. Sinergi antara masyarakat adat dan pemerintah juga menandai pentingnya kolaborasi lintas
struktur dalam menjaga keberlanjutan budaya daerah. Oleh karena itu, Pacu Jalur tidak hanya layak
dipertahankan sebagai warisan budaya takbenda, tetapi juga relevan untuk dijadikan model dalam
pengembangan pendidikan karakter berbasis budaya lokal serta penguatan komunitas berbasis nilai.
Tradisi ini menjadi bukti bahwa kekuatan budaya dapat menjadi fondasi penting dalam membangun
masyarakat yang inklusif, tangguh, dan berakar pada nilai-nilai luhur.
5. Daftar Pustaka
Hasbullah. (2015). Pacu Jalur dan Solidaritas Sosial Masyarakat Kabupaten Kuantan Singingi (Kajian
Terhadap Tradisi Maelo. Toleransi: Media Komunikasi Umat Bergama, 7(2), 177193.
Hasbullah. (2017). Dimensi Mistik Dalam Event Pacu Jalur. Jurnal Sosial Budaya, 14(2), 190199.
https://doi.org/10.24014/sb.v14i2.4433
Jannati, S. A., Ramadhan, D., & Pertiwi, C. N. D. (2020). Modal Sosial Dalam Revitalisasi Kearifan
Lokal (Studi Kasus Desa Wisata Kandri Kecamatan Gunung Pati Kota Semarang). Jurnal
Analisa Sosiologi, 9(Edisi Khusus: Sosiologi Perkotaan), 5773.
https://doi.org/10.20961/jas.v9i0.39813
Khilmi, D. A. K., Findy, R. A., Isviana, P. S., & Radianto, D. O. (2024). Multikulturalisme Dalam
Kehidupan Sosial Masyarakat Indonesia. Jurnal Sains Student Research, 2(2), 167172.
https://doi.org/10.61722/jssr.v2i2.1193
Marijan, K. (2020). Revitalisasi Kearifan Lokal guna Memperkuat Karakter Bangsa dalam Rangka
Ketahanan Nasional. Jurnal Kajian Lemhannas RI, 2(1), 3540.
http://jurnal.lemhannas.go.id/index.php/jkl/article/view/152
Purwani, R., & Mustikasari, D. (2024). Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal Sebagai Media Untuk
Membentuk Karakter Siswa Sekolah Dasar Melalui Dongeng. 12(1), 4050.
JISBI: Jurnal Ilmu Sosial dan Budaya Indonesia
Vol. 3, No. 1, Mei 2025, page: 73-79
E-ISSN: 3031-2957
79
Intan Putri Kamilah et.al (Nilai Sosial Dalam Tradisi Pacu....)
Putra, E. S. I. (2019). Tradisi Pacu Jalur Masyarakat Rantau Kuantan (Studi Nilai-nilai Budaya
Melayu dalam Olahraga Tradisional di Kabupaten Kuantan Singingi). Jurnal Olahraga Indragiri
(JOI), 4(1), 2756.
Soeswoyo, D. M., Gunawijaya, J., & Nurbaeti. (2024). Budaya Sistem Organisasi Sosial dan Perannya
dalam Pengembangan Kepariwisataan Di Kampung Naga. Khasanah Ilmu-Jurnal Pariwisata
Dan Budaya, 15(1), 5161. https://doi.org/10.31294/khi.v15i1.20019
Sudrajat, B., Yasin, R., Wigiyanti, & Marlvasha, L. S. (2024). Peran Tradisi Gotong Royong Dalam
Meningkatkan Ekonomi Masyarakat di Desa Karangpucung dalam Perspektif Ekonomi Islam.
AT-THARIQ: Jurnal Studi Islam Dan Budaya, 04(02), 4457.
Ufie, A. (2016). Mengonstruksi nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) dalam pembelajaran muatan
lokal sebagai upaya memperkokoh kohesi sosial (studi deskriptif budaya Niolilieta Masyarakat
Adat Pulau Wetang Kabupaten Maluku Barat Daya, Propinsi Maluku). Jurnal Pendidikan Dan
Pembelajaran (JPP), 23(2), 7989.