Maka dari itu pembelajaran mempunyai komitmen untuk melahirkan potensi usaha manusia
yang bernilai dan menyiapkan peserta didik untuk menjadi harapan masa depan yang
berkompeten, memiliki kemandirian, berfikir kritis, memiliki kreativitas, serta bisa memberikan
solusi dari masalah yang timbul. Hasil belajar adalah suatu perubahan yang memperkuat perilaku
melalui proses pembelajaran (learning is a change that strengthens behavior trough the learning
process).
Pada hakikatnya perubahan perilaku yang terjadi pada individu, latihan serta pengalaman
adalah sebagai hasil dari proses pembelajaran maka itulah yang disebut dengan belajar.
Menu rut Pane dan Darwis Dasopang, (2017) belajar bukan hanya sekedar mengingat,
belajar berarti mengalami sendiri suatu aktivitas. Belajar adalah suatu aktivitas yang dapat
mengubah mental dan psikis melalui proses hubungan yang baik terhadap lingkungan belajar,
membentuk transformasi melalui wawasan dan pemahaman, keterampilan dan nilai-nilai, juga
perubahan tingkah laku. Belajar adalah suatu aktivitas atau proses menuju kehidupan yang akan
lebih layak dan sistematis (Wulandari, 2022). Terdapat tiga tahapan dalam metode pembelajaran,
pertama tahap informasi, kedua tahap transformasi, dan yang ketiga adalah tahap evaluasi.
Belajar merupakan proses dimana antara guru dan siswa saling berhubungan. Proses
pembelajaran terjadi apabila siswa secara aktif berinteraksi dengan lingkungan belajar yang
diatur oleh guru. Proses perubahan di dalam kepribadian manusia melalui belajar ditampakkan
dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan,
pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir dan kemampuan-
kemampuan yang lain. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang
penting dalam pembentukan karakter warga negara agar dapat memahami dan mampu
melaksanakan hak-hak dan kewajiban menjadi warga negara yang cerdas, terampil, dan
berkarakter kebangsaan. Hal ini mengandung makna bahwa peserta didik diharapkan mampu
untuk memahami, menganalisis, dan memberi solusi terhadap masalah- masalah yang dihadapi
oleh masyarakat, bangsa dan negaranya secara konsisten dan berkesinambungan melalui
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (Zamroni dalam Hamidi & Lutfi, 2010).
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) merupakan mata pelajaran yang salah
satunya mengemban misi dalam proses pembentukan watak dan karakter peserta didik yang
sesuai dengan kepribadian bangsa. Karakteristik mata pelajaran PPKn yaitu mengembangkan
kompetensi kognitif, afeksi, dan psikomotor peserta didik, dengan menitikberatkan
pengembangan ranah afeksi. Dibutuhkan kompetensi kognitif yang cukup memadai dalam
membangun wawasan dan pengetahuan siswa tentang materi PPKn. Hal tersebut bertujuan untuk
membangun kemampuan afeksi peserta didik pada pendidikan dasar dan menengah. Wawasan
dan pengetahuan diperoleh dari proses konstruksi dan rekonstruksi oleh peserta didik sendiri,
karena proses yang dilakukan dan dialami peserta didik melalui belajar dapat memperkuat
ketajaman berpikir atau kemampuan berpikir kritis dari peserta didik, dan sekaligus dapat
meningkatkan tingkat kepekaan peserta didik.
Dalam kajian yuridis formal, pendidikan ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumber
daya manusia, hal tersebut dirumuskan dalam tujuan pendidikan nasional dalam UU Sisdiknas
Nomor 20 Tahun 2003 bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal, secara sistematis merencanakan
bermacam-macam lingkungan untuk belajar, yakni lingkungan pendidikan yang menyediakan
berbagai kesempatan bagi peserta didik untuk melakukan berbagai kegiatan belajar. Lingkungan
belajar disusun dan ditata dalam suatu kurikulum untuk dilaksanakan dalam bentuk proses
pembelajaran (Hamalik, 2014). Hal tersebut menuntut guru untuk lebih kreatif dan inovatif