Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Politik (JPKP)
Vol. 3, No. 1, Juni 2025, page: 13-25
E-ISSN: 3025-9843
13
Alicya Eviani Saibulan et.al (Penerapan Pendekatan Pembelajaran ....)
Penerapan Pendekatan Pembelajaran Berdiferensiasi
Dalam Kurikulum Merdeka Pada Mata Pelajaran
PPKn di SMP Negeri 4 Tabukan Utara
Alicya Eviani Saibulan
a,1
, Apeles Lexi Lonto
b,2
, Theodurus Pangalila
c,3
a, b, c
Universitas Negeri Manado, Tataaran Satu, Tondano Selatan, Minahasa , Provinsi Sulawesi Utara
1
Email: lexilonto@unima.ac.id
*
lexilonto@unima.ac.id
INFO ARTIKEL
ABSTRAK
Sejarah Artikel:
Diterima: 7 April 2025
Direvisi: 20 Mei 2025
Disetujui: 25 Mei 2025
Tersedia Daring: 1 Juni 2025
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan secara rinci
bagaimana penerapan pendekatan pembelajaran berdiferensiasi dalam
kurikulum merdeka pada mata pelajaran PPKn di SMP Negeri 4
Tabukan Utara. Penelitian ini menggunakan metode penelitian
deskriptif kualitatif dan sumber data berasal dari hasil observasi,
wawancara, dan dokumentasi guru PPKn dan siswa kelas VIII SMP
Negeri 4 Tabukan Utara. Teknik analisis data dalam penelitian ini
menggunakan model Miles dan Hubberman yaitu reduksi data,
penyajian data, dan simpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
baik guru maupun siswa menunjukkan peningkatan pemahaman dan
pembelajaran aktif dengan menggunakan pembelajaran berdiferensiasi
ini dimana guru dan siswa memberikan wawasan yang mendalam
tentang penerapan dan penerimaan pembelajaran berdiferensiasi.
Temuan tersebut dapat menjadi dasar untuk perbaikan sistem
pembelajaran yang lebih inklusif dan responsif terhadap perbedaan
individu siswa.
Kata Kunci:
Pembelajaran
Berdiferensiasi
Kurikulum Merdeka
ABSTRACT
Keywords:
Differentiated Learning
Independent Curriculum
The purpose of this study was to describe in detail how the application of
the differentiated learning approach in the independent curriculum in
the PPKn subject at SMP Negeri 4 Tabukan Utara. This study uses a
qualitative descriptive research method and data sources come from the
results of observations, interviews, and documentation of PPKn teachers
and class VIII students of SMP Negeri 4 Tabukan Utara. The data analysis
technique in this study uses the Miles and Hubberman model, namely
data reduction, data presentation, and conclusions. The results of this
study indicate that both teachers and students show increased
understanding and active learning by using this differentiated learning
where teachers and students provide deep insights into the application
and acceptance of differentiated learning. These findings can be the basis
for improving the learning system to be more inclusive and responsive to
individual student differences.
©2025, Alicya Eviani Saibulan, Apeles Lexi Lonto, Theodurus Pangalila
This is an open access article under CC BY-SA license
1. Pendahuluan
Pendidikan adalah proses perolehan informasi dan keterampilan melalui pengajaran,
pelatihan, dan penelitian. Pendidikan adalah usaha yang disengaja dan metodis yang
mencakup kegiatan belajar yang sebagian besar diperoleh dari orang tua, instruksi yang
dipimpin guru, dan kegiatan belajar yang dipimpin siswa yang saling melengkapi untuk
mencapai suatu tujuan.
Berbicara tentang pendidikan, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
mengamanatkan agar pendidikan diperhitungkan dalam urusan nasional dan negara untuk
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Politik (JPKP)
Vol. 3, No. 1, Juni 2025, page: 13-25
E-ISSN: 3025-9843
14
Alicya Eviani Saibulan et.al (Penerapan Pendekatan Pembelajaran ....)
memenuhi tujuan pendidikan bangsa. Untuk mencapai tujuan tertentu, pendidikan juga
merupakan rangkaian proses pembiasaan yang terkendali (Jati & Mediatai, 2022).
Lebih jauh, seorang guru memegang peranan penting dalam proses pembelajaran di
bidang pendidikan yang terus berkembang, khususnya yang berkaitan dengan kurikulum. Guru
dituntut untuk cukup fleksibel untuk menyesuaikan diri dengan perubahan kurikulum. Karena
landasan pendidikan adalah kurikulum itu sendiri. "Seperangkat rencana pembelajaran yang
berkaitan dengan tujuan, isi, bahan ajar, dan metodologi yang digunakan dan digunakan
sebagai pedoman dalam menyusun kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional" adalah yang dimaksud dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 sebagai
kurikulum.
Kurikulum Mandiri kemudian berfungsi sebagai panduan untuk melaksanakan pendidikan
saat ini. Dengan menekankan sumber daya yang diperlukan, pengembangan karakter, dan
kompetensi siswa, Kurikulum Mandiri berupaya mengembangkan minat dan kemampuan anak
sejak usia dini. Kurikulum lain yang menampilkan berbagai gaya belajar adalah Kurikulum
Mandiri. Kurikulum ini menitikberatkan pada konten yang esensial sehingga siswa memiliki
cukup waktu untuk mengeksplorasi konsep dan memperkuat kompetensi. Kurikulum Mandiri
diterapkan untuk melatih kemandirian berpikir. Inti terpenting dari kemandirian berpikir ini
ditujukan kepada guru. Guru memiliki peran yang sangat penting baik dalam pengembangan
kurikulum maupun dalam implementasinya. Begitu pula guru memegang peran yang sangat
penting dalam implementasi kebijakan belajar mandiri. Guru dapat berpartisipasi secara
bersama-sama dan berhasil dengan berkolaborasi dengan pengembangan kurikulum sekolah
untuk mengumpulkan dan menghimpun materi, buku teks, dan konten pembelajaran.
Keterlibatan guru dalam proses penyusunan kurikulum sangat penting untuk menyelaraskan isi
kurikulum dengan kebutuhan siswa di kelas. Guru mampu memahami psikologi siswanya dan
memiliki pengetahuan tentang strategi dan taktik pembelajaran. Ketika mengevaluasi hasil
belajar siswanya, guru juga berperan sebagai evaluator. Oleh karena itu, guru harus memiliki
keterampilan berikut ketika membuat kurikulum mandiri: merencanakan, merancang,
mengelola, mengevaluasi, meneliti, membuat keputusan, dan melaksanakan. Peran-peran ini
dapat diisi oleh guru pada setiap tahap selama proses penyusunan kurikulum. Yang penting
untuk dicatat adalah bahwa kurikulum otonom mengharuskan guru untuk mampu
membedakan pengajaran mereka agar dapat memenuhi kebutuhan siswa mereka. Pembelajaran
terdiferensiasi adalah jenis pengajaran di mana guru menggunakan berbagai strategi
pengajaran untuk memenuhi kebutuhan unik setiap siswa.
Setiap pembelajar memiliki kapasitas unik untuk memahami hal-hal yang diajarkan
kepada mereka. Dalam situasi ini, peran guru sangat penting untuk memastikan bahwa siswa
memahami proses pembelajaran. Oleh karena itu, guru harus mampu memotivasi siswa untuk
belajar dan membimbing mereka untuk belajar secara efektif. Tuntutan ini dapat terwujud
dalam bentuk pengetahuan yang sudah ada sebelumnya, preferensi belajar, minat, atau
pemahaman materi pelajaran. Pembelajaran terdiferensiasi menawarkan fleksibilitas dan
kapasitas untuk memenuhi kebutuhan siswa guna memaksimalkan potensi mereka berdasarkan
minat, profil belajar, dan kesiapan belajar mereka. Guru memperoleh pengetahuan ini dan
berkembang menjadi fasilitator yang berfokus pada penyampaian instruksi yang memenuhi
kebutuhan siswa mereka. Intinya, pembelajaran terdiferensiasi memungkinkan guru untuk
melibatkan siswa pada tingkat yang serupa dengan keahlian mereka sendiri guna
mempersiapkan mereka untuk metode pembelajaran yang mereka sukai. Menurut Carol A.
Tomlinson, guru menggunakan pembelajaran terdiversifikasi untuk mengajarkan konten
mereka dengan mempertimbangkan preferensi belajar, minat, dan tingkat kesiapan setiap
siswa.
Instruktur memiliki kemampuan untuk mengubah konten pelajaran, prosedur
pembelajaran, hasil pembelajaran, dan lingkungan tempat siswa belajar. Guru dapat
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Politik (JPKP)
Vol. 3, No. 1, Juni 2025, page: 13-25
E-ISSN: 3025-9843
15
Alicya Eviani Saibulan et.al (Penerapan Pendekatan Pembelajaran ....)
memberikan instruksi individual kepada siswa berdasarkan keadaan unik mereka dengan
menerapkan pendekatan pembelajaran ini. Fakta yang ditemukan peneliti lapangan khususnya
di SMP Negeri 4 Tabukan Utara Kabupaten Kepulauan Sangihe Pada observasi pertama
ditemukan masih banyak guru yang belum menggunakan metode pembelajaran
berdiferensiasi. Namun, jika hanya menggunakan metode pembelajaran tradisional, siswa
dalam sejumlah mata pelajaran, termasuk Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn),
menunjukkan sedikit antusiasme dalam belajar, menurut hasil wawancara dengan guru mata
pelajaran. Hal ini mendorong peneliti untuk mengembangkan ide-ide baru untuk
meningkatkan minat dan semangat belajar siswa. Oleh karena itu, peneliti melakukan
penelitian dengan judul: Penerapan Pendekatan Pembelajaran Terdiferensiasi dalam
Kurikulum Merdeka pada Mata Pelajaran PPKn, dengan mempertimbangkan latar belakang
informasi yang disebutkan di atas.
2. Kajian Pustaka
A. Penerapan
Menurut Usman (2002), implementasi adalah kegiatan, tindakan, perbuatan, atau adanya
suatu mekanisme sistem. Implementasi bukan sekedar suatu kegiatan, melainkan suatu
kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan dari kegiatan tersebut.
Menurut Setiawan (2004) implementasi merupakan perluasan dari kegiatan-kegiatan yang
saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk memenuhinya serta
memerlukan suatu jaringan pelaksana, birokrasi yang efektif.
Menurut Lukman Ali (dalam Firas dkk., 2021) implementasi melibatkan praktik atau
kemitraan. Cara lain untuk memikirkan implementasi adalah sebagai pelaksanaan. Tindakan
melaksanakan itulah yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai
pelaksanaan. Wahab (2008:45) menegaskan bahwa implementasi merupakan suatu kegiatan
yang memerlukan tiga komponen krusial dan hakiki untuk dapat diselesaikan. Komponen
implementasi antara lain:
1) Adanya program operasional,
2) Adanya kelompok sasaran, khususnya masyarakat yang menjadi sasaran program,
3) Implementasi, meliputi adanya organisasi atau individu yang bertugas mengawasi,
mengelola, atau melaksanakan proses implementasi.
Yang dimaksud dengan implementasi menurut beberapa definisi di atas adalah kegiatan
atau proses penerapan suatu gagasan, teori, atau kebijakan dalam praktik untuk menentukan
hasil dari teori, konsep, dan kebijakan tersebut dalam situasi tertentu.
B. Pendekatan
Menurut Sanjaya (2008:127) “Pendekatan dapat dikatakan sebagai titik tolak atau cara
pandang kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan mengacu pada pandangan
tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum”.
Rusman (2012:380) mengatakan bahwa pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau
cara pandang terhadap proses pembelajaran. Cara pandang terhadap proses pembelajaran, yang
mengacu pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum
yang mewadahi, mengilhami, memperkuat, dan melandasi metode pembelajaran dengan ruang
lingkup teoritis tertentu.
Jadi berdasarkan definisi-definisi di atas, yang dimaksud dengan pendekatan adalah suatu
cara yang digunakan untuk memahami atau memecahkan suatu masalah dengan
mempertimbangkan berbagai faktor yang relevan. Pendekatan yang tepat dapat membantu
dalam mencapai solusi yang mendalam terhadap sesuatu.
C. Tes Diagnostik
Ujian diagnostik adalah ujian yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan siswa, menurut Kementerian Pendidikan Nasional (2007, hlm. 2).
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Politik (JPKP)
Vol. 3, No. 1, Juni 2025, page: 13-25
E-ISSN: 3025-9843
16
Alicya Eviani Saibulan et.al (Penerapan Pendekatan Pembelajaran ....)
Menurut Rajeswari (2004, hlm. 4545), proses pembuatan tes diagnostik melibatkan lima
langkah. Langkah-langkah tersebut meliputi persiapan, penyusunan pertanyaan, penyusunan
pertanyaan, perencanaan instruksi dan penilaian, serta peninjauan pertanyaan. Langkah-
langkah yang diuraikan Rajeswari untuk membuat tes diagnostik identik dengan langkah-
langkah untuk membuat tes standar, jika Anda perhatikan dengan saksama. Faktor utama yang
membedakan tes diagnostik dari tes non-diagnostik adalah tujuan penggunaan tes tersebut.
D. Pembelajaran Berdiferensiasi
Ujian diagnostik adalah ujian yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan siswa, menurut Kementerian Pendidikan Nasional (2007, hlm. 2).
Menurut Rajeswari (2004, hlm. 4545), proses pembuatan tes diagnostik melibatkan lima
langkah. Langkah-langkah tersebut meliputi persiapan, penyusunan pertanyaan, penyusunan
pertanyaan, perencanaan instruksi dan penilaian, serta peninjauan pertanyaan. Langkah-
langkah yang diuraikan Rajeswari untuk membuat tes diagnostik identik dengan langkah-
langkah untuk membuat tes standar, jika Anda perhatikan dengan saksama. Faktor utama yang
membedakan tes diagnostik dari tes non-diagnostik adalah tujuan penggunaan tes tersebut.
Metode untuk memenuhi kebutuhan siswa dalam hal profil pembelajaran, minat, dan
keterampilan mereka, serta kesiapan mereka untuk belajar, disebut pembelajaran
terdiferensiasi (Aprima & Sari, 2022). Pembelajaran terdiferensiasi dipandang sebagai proses
pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan, preferensi, dan kemampuan siswa serta
memiliki kemungkinan keberhasilan yang tinggi (Evendi et al., 2023)
Pembelajaran terdiferensiasi, menurut Herwina (2021), merupakan upaya untuk
menyesuaikan pembelajaran di kelas dengan kebutuhan setiap siswa. Pembelajaran
terdiferensiasi tidak sama dengan pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus, menurut
Mariati et al. (2021:27). Guru tidak harus bertemu dengan setiap siswa secara individual dalam
pembelajaran yang bervariasi; sebaliknya, siswa dapat bekerja dalam kelompok besar atau
kecil, tergantung pada minat dan kesiapan mereka sendiri.
Guru membuat dan mengatur sumber daya, latihan, tugas pekerjaan rumah, dan penilaian
akhir yang disesuaikan dengan kesiapan, minat, dan preferensi setiap siswa (Purba et al.,
2021).
Sebaliknya, pembelajaran terdiferensiasi didefinisikan oleh Kamal (2021: 37) sebagai
instruksi yang mempertimbangkan kebutuhan unik setiap siswa untuk memberi mereka
pengalaman belajar dan membantu mereka memahami mata pelajaran yang mereka pelajari.
Jika guru dan siswa yakin dengan kemampuan mereka untuk melakukan pembelajaran,
pembelajaran terdiferensiasi dapat berfungsi secara efektif. Menurut Tomlinson, Carol Ann,
dan Moon (2014; Marlina, 2020), pembelajaran terdiferensiasi memiliki beberapa komponen
utama, seperti 1) perbedaan belajar adalah hal yang normal dan berharga dengan sendirinya.
Dalam instruksi terdiversifikasi, guru harus menerima dan memahami siswa dengan latar
belakang dan gaya belajar yang berbeda-beda. Bagi pendidik, perbedaan menghadirkan
tantangan dan kekhasan yang harus dihargai; 2) pendidik harus mengakui bahwa setiap siswa
memiliki potensi dan kemampuan yang belum dimanfaatkan. Guru perlu optimis bahwa
kemampuan terbesar siswa mungkin masih tersembunyi, oleh karena itu mereka harus
mengeksplorasi potensi mereka untuk membantu mereka tumbuh hingga mencapai potensi
penuh mereka; 3) Guru memiliki tanggung jawab untuk menjadi pelopor dalam membantu
siswa berhasil. Keberhasilan siswa dalam kelas yang beragam diukur dari kemajuan dalam
mencapai dan melampaui target yang telah ditentukan sebelumnya. Tentu saja, pertumbuhan
ini bukanlah sesuatu yang kebetulan atau praktis; melainkan, tergantung pada peran yang
dimainkan guru dalam membuat keputusan tentang perencanaan pembelajaran; 4) instruktur
perlu merasa bahwa mereka adalah pemenang (juara) dari pembelajaran yang beragam.
Menurut Kurniawaty dkk. (dalam Agustin & Wirawati, 2024), pembelajaran berdiferensiasi
secara spesifik terdiri dari lima tujuan sebagai berikut: a. Memberikan bantuan kepada seluruh
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Politik (JPKP)
Vol. 3, No. 1, Juni 2025, page: 13-25
E-ISSN: 3025-9843
17
Alicya Eviani Saibulan et.al (Penerapan Pendekatan Pembelajaran ....)
peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran b. Meningkatkan motivasi peserta didik
melalui rangsangan belajar sehingga hasil belajar peserta didik meningkat c. Menjalin
hubungan yang harmonis dalam proses pembelajaran sehingga peserta didik lebih bersemangat
d. Merangsang peserta didik menjadi pembelajar yang mandiri dan memiliki sikap menghargai
keberagaman e. Meningkatkan kepuasan guru karena ada rasa tertantang dalam belajar untuk
lebih kreatif dan mau mengembangkan kompetensi mengajarnya.
Menurut Marlina (2019: 10-11), terdapat empat (4) komponen pembelajaran
berdiferensiasi, yaitu: isi, proses, produk, dan lingkungan belajar. 1. Isi, meliputi apa yang
dipelajari peserta didik. Isinya berkaitan dengan kurikulum dan materi pembelajaran. Dalam
aspek ini, guru memodifikasi kurikulum dan materi pembelajaran berdasarkan gaya belajar
peserta didik dan kondisi disabilitas/keterbatasan. Isi kurikulum disesuaikan dengan kondisi
dan kemampuan peserta didik. Umumnya guru tidak mampu mengendalikan konten kurikulum
tertentu (yang tidak semua anak dapat memahaminya) berdasarkan gaya belajar siswa dan
menyesuaikan materi pembelajaran berdasarkan jenis disabilitas yang dimilikinya. 2. Proses,
yaitu bagaimana siswa mengolah ide dan informasi. Bagaimana siswa berinteraksi dengan
materi dan bagaimana interaksi tersebut menjadi bagian dalam menentukan pilihan belajar
siswa. Karena banyaknya perbedaan gaya belajar dan pilihan yang ditampilkan siswa, Kelas
harus dimodifikasi sedemikian rupa sehingga kebutuhan belajar yang berbeda dapat
diakomodir dengan baik. 3. Produk, bagaimana siswa menunjukkan apa yang telah
dipelajarinya. Produk pembelajaran memungkinkan guru menilai materi yang telah dikuasai
siswa dan memberikan materi berikutnya. Gaya belajar siswa juga menentukan seperti apa
capaian pembelajaran yang akan ditunjukkan kepada guru. 4. Lingkungan belajar, yaitu
bagaimana siswa bekerja dan merasakan dalam belajar.
Tomlinson mengemukakan prinsip-prinsip pembelajaran terdiferensiasi sebagai berikut
(Purba et al., 2021): 1. Lingkungan Belajar Lingkungan belajar merupakan lingkungan fisik
seperti ruang kelas tempat siswa belajar. Guru harus mengatur tata letak kelas agar siswa
nyaman belajar, seperti menata kursi dan semua elemen dalam kelas dengan rapi dan teratur.
Iklim belajar diupayakan saling menghargai dan menghormati serta guru memberikan
kesempatan yang sama bagi semua siswa. 2. Kurikulum yang bermutu Kurikulum yang baik
harus memiliki tujuan pembelajaran tertentu yang dapat digunakan guru sebagai peta jalan
untuk membantu siswa mencapai tujuan akademisnya. Selain itu, tujuan utama seorang guru
ketika mengajar adalah untuk memahami siswanya, bukan membuat mereka menghafal fakta.
Kemampuan memahami permasalahan siswa dan mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya
dalam kehidupan sehari-hari merupakan hal yang terpenting. 3. Penilaian Berkelanjutan
Sebelum bahan ajar disampaikan, guru melakukan evaluasi sebagai langkah awal dalam proses
pembelajaran. Penilaian awal mengukur kesiapan dan kedekatan siswa dengan tujuan
pembelajaran serta kedalaman pemahaman siswa terhadap pokok bahasan yang akan
dipelajari. Oleh karena itu, pengetahuan awal siswa tidak hanya dipengaruhi oleh kecerdasan
intelektual, tetapi juga menentukan seberapa besar keinginan mereka untuk belajar. Penilaian
kedua, yaitu penilaian formatif, adalah untuk menilai apakah ada materi yang kurang jelas dan
sulit dipahami siswa.
Guru mengamati cara belajar setiap siswa, siapa yang memerlukan bantuan untuk
mengerjakan tugas tertentu, dan apakah ada instruksi dalam tugas yang perlu diperjelas. Guru
melakukan penilaian ulang terhadap hasil belajar di akhir pembelajaran. Guru tidak hanya
mengandalkan pengulangan seperti yang biasa dilakukan, tetapi guru memiliki akses terhadap
berbagai metode untuk menilai hasil akhir belajar siswa. 4. Pembelajaran Responsif Penilaian
akhir di setiap pembelajaran memungkinkan guru menemukan kekurangan dalam
membimbing siswanya untuk memahami isi pelajaran. Dengan demikian, berdasarkan hasil
temuan evaluasi akhir sebelumnya, guru dapat menyesuaikan rencana pelaksanaan
pembelajaran yang dibuat dengan kondisi dan situasi lapangan saat itu. 5. Kepemimpinan dan
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Politik (JPKP)
Vol. 3, No. 1, Juni 2025, page: 13-25
E-ISSN: 3025-9843
18
Alicya Eviani Saibulan et.al (Penerapan Pendekatan Pembelajaran ....)
Rutinitas Kelas Guru yang baik mampu mengelola kelas secara efektif. Kepemimpinan di sini
disebut sebagai teknik guru dalam membimbing peserta didiknya agar dapat menaati pelajaran
dan norma yang telah ditetapkan. Sedangkan kemampuan guru dalam mengarahkan instruksi
secara tepat melalui praktik dan rutinitas sehari-hari yang diikutinya untuk menjamin
pembelajaran yang efektif dan efisien disebut sebagai rutinitas mengajar (Bayumi et al.,
2021:31).
Terdapat tiga kegiatan strategi diferensiasi yang dapat dilakukan, yaitu sebagai berikut: a.
Diferensiasi Konten Mengacu pada strategi pembedaan organisasi dan format penyampaian
konten. Konten merupakan materi pengetahuan, konsep, dan keterampilan yang perlu
dipelajari peserta didik berdasarkan kurikulum. b. Diferensiasi Proses Mengacu pada strategi
pembedaan proses yang harus dilalui peserta didik yang dapat memungkinkan mereka untuk
berlatih dan memahami isi materi. c. Diferensiasi Produk Mengacu pada strategi modifikasi
produk capaian pembelajaran peserta didik, yaitu hasil praktik, penerapan, dan pengembangan
dari apa yang telah dipelajari. Pembelajaran terdiferensiasi menurut Tomlinson (2001:46)
menganalogikannya sebagai tombol equalizer. Untuk mendapatkan suara yang harmonis,
seseorang harus menaikkan atau menurunkan tombol equalizer. Tombol equalizer seperti
kebutuhan siswa yang akan mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan materi guna
menghasilkan produk pembelajaran yang tepat di kelas.
Tombol equalizer memberikan perspektif bagi guru yang dapat digunakan untuk
mengetahui tingkat kesiapan siswa. Terdapat 6 perspektif yang akan dibahas pada modul 2.1,
mengacu pada pendapat Tomlinson (2001) Tomlinson (2001) menyatakan bahwa tombol
equalizer merepresentasikan perspektif kontinum yang digunakan dalam menentukan kesiapan
belajar siswa. 6 perspektif kontinum tersebut antara lain: 1) Fundamental dan transformatif.
Ketika siswa menghadapi ide-ide baru yang belum dikuasainya, tentu saja siswa membutuhkan
informasi pendukung. Siswa juga membutuhkan waktu untuk berlatih menerapkan ide-ide
baru tersebut. Siswa juga membutuhkan materi-materi dasar agar memiliki landasan yang
kuat. Kemudian ketika siswa dihadapkan pada ide-ide yang telah dikuasainya, mereka
membutuhkan informasi dan tugas-tugas yang bersifat transformatif. 2) Konkret dan abstrak.
Guru perlu mengukur tingkat kesiapan belajar secara konkret atau siswa siap mempelajari
sesuatu yang lebih abstrak. 3) Sederhana dan kompleks. Beberapa tipe siswa membutuhkan
materi yang sederhana dengan satu abstraksi pada satu waktu, sementara yang lain dapat
menangani kompleksitas pembelajaran dengan kompleksitas abstraksi pada satu waktu. 4)
Terstruktur dan Terbuka. Siswa perlu mengatur penyelesaian tugas dengan baik secara
terstruktur. Namun, di waktu lain mereka dapat mengasah kreativitas mereka dengan lebih
baik. 5) Bergantung dan Mandiri. Guru perlu memahami bahwa dalam proses pembelajaran
ada siswa yang mungkin siap belajar mandiri lebih awal atau masih bergantung pada orang
lain. 6) Lambat dan Cepat. Guru perlu memahami bahwa kemampuan siswa dalam satu mata
pelajaran mungkin dikuasai dengan cepat atau lambat. Purnawanto (2023) menyatakan bahwa
pembelajaran terdiferensiasi melibatkan langkah-langkah berikut: 1. Menentukan kebutuhan
belajar siswa Kebutuhan siswa harus ditentukan oleh guru. Guru dapat mengidentifikasi
kebutuhan siswa dengan mengamati perilaku mereka dan mengumpulkan informasi dari
mereka.
2. Pembagian kelompok siswa
Setelah mengidentifikasi kebutuhan setiap siswa, guru menugaskan siswa ke dalam
kelompok sesuai dengan kebutuhan belajar atau tingkat keterampilan mereka.
3. Modifikasi materi dan kegiatan
Setelah siswa dibagi ke dalam kelompok, instruktur menyesuaikan pelajaran dengan
kebutuhan belajar masing-masing kelompok yang telah ditentukan sebelumnya. Misalnya,
pekerjaan rumah yang lebih sulit dapat diberikan kepada siswa dengan bakat yang lebih baik.
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Politik (JPKP)
Vol. 3, No. 1, Juni 2025, page: 13-25
E-ISSN: 3025-9843
19
Alicya Eviani Saibulan et.al (Penerapan Pendekatan Pembelajaran ....)
Sementara itu, guru dapat mencurahkan lebih banyak waktu untuk anak-anak yang
membutuhkan bantuan belajar.
4. Menggunakan Teknologi dalam Pendidikan
Guru dapat menggunakan teknologi untuk memfasilitasi pembelajaran kolaboratif;
misalnya, mereka dapat menggunakan aplikasi yang membantu siswa memahami konsep
dengan lebih baik.
5. Berbagai evaluasi
Guru harus menawarkan berbagai evaluasi, seperti penilaian formatif, sumatif, dan
proyek, agar guru dapat memahami pencapaian pembelajaran siswanya.
6. Introspeksi dan peremajaan
Guru harus melakukan refleksi setelah mengadopsi pembelajaran yang dibedakan
sehingga mereka dapat menerapkan ide-ide baru dan melakukan penyesuaian di kemudian
hari. Terdapat beberapa teknik pembelajaran berdiferensiasi menurut Purwanto (2023) yang
dapat digunakan di kelas, yaitu:
1. Pendekatan berjenjang: Guru mengajarkan materi pembelajaran dengan tingkat
kesulitan yang berbeda kepada kelompok siswa yang memiliki tingkat kemampuan dan
pemahaman yang berbeda.
2. Penggunaan modifikasi: Guru dapat memodifikasi atau mengubah tugas atau materi
pembelajaran yang dikaitkan dengan tujuan pembelajaran.
3. Pilihan dan fleksibilitas: Memberikan siswa pilihan dan fleksibilitas dalam memilih
tugas, topik, atau mode penyajian yang relevan dengan minat dan ketertarikannya.
4. Pemberian dukungan tambahan: Guru memberikan dukungan tambahan kepada siswa
yang membutuhkannya.
5. Kelompok kerja kolaboratif: Guru dapat mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-
kelompok yang memiliki kemampuan yang berbeda untuk bekerja sama dalam mengerjakan
tugas atau proyek.
6. Penyajian informasi yang berbeda: Guru dapat menyajikan informasi melalui berbagai
gaya atau format untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa.
7. Pemanfaatan teknologi pendidikan: Teknologi pendidikan seperti program komputer,
aplikasi pembelajaran, atau platform daring dapat digunakan untuk memberikan pengalaman
belajar yang berbeda bagi setiap siswa. Purwanto (2023) mencantumkan beberapa pendekatan
terbaik untuk menerapkan pembelajaran yang beragam:
1. Kenali setiap siswa secara individual: Guru harus mempelajari kebutuhan belajar,
minat, gaya belajar, dan keterampilan setiap siswa.
2. Kembangkan rencana pelajaran yang berbeda: Guru harus merancang pelajaran yang
mempertimbangkan variasi dalam pengetahuan, bakat, preferensi belajar, dan minat siswa.
3. Terapkan berbagai teknik pengajaran: Penggunaan berbagai teknik dan strategi
pengajaran memungkinkan penyesuaian preferensi dan gaya belajar siswa yang berbeda-beda.
4. Manfaatkan teknologi pendidikan: Pembelajaran yang berbeda-beda dapat memperoleh
manfaat besar dari penggunaan teknologi pendidikan.
5. Dukungan kolaboratif: Pembelajaran yang berbeda-beda memerlukan kerja sama antara
orang tua, instruktur, dan siswa. 6. Evaluasi formatif: Siswa menerima umpan balik yang
relevan dan terperinci mengenai kemajuan pembelajaran mereka melalui evaluasi formatif,
yang dapat dilakukan oleh guru atau teman sebaya.
7. Bangun kelas yang inklusif: Tujuan dari pembelajaran yang dibedakan adalah untuk
membangun kelas yang inklusif di mana setiap anak didukung, dihormati, dan diterima.
8. Refleksi dan pengembangan yang konstan: Guru harus mengevaluasi pembelajaran
yang dibedakan secara teratur dan membuat perbaikan yang diperlukan. Menurut definisi yang
disebutkan di atas, pembelajaran yang dibedakan adalah pembelajaran yang memanfaatkan
kreativitas guru untuk menciptakan pelajaran yang menarik dan mudah dipahami bagi siswa.
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Politik (JPKP)
Vol. 3, No. 1, Juni 2025, page: 13-25
E-ISSN: 3025-9843
20
Alicya Eviani Saibulan et.al (Penerapan Pendekatan Pembelajaran ....)
Selain itu, pembelajaran yang dibedakan menumbuhkan pemikiran yang lebih kritis dan kreatif
pada siswa saat mereka memahami materi yang disampaikan oleh guru.
E. Kurikulum Merdeka
Kurikulum dan kemandirian merupakan dua kata yang membentuk kurikulum otonom.
Karena kemandirian merupakan tanda kebebasan dan tidak terbatas, pembelajaran mandiri
dapat dipahami sebagai kebebasan siswa untuk mengejar minat, mengembangkan bakat, dan
memperoleh keterampilan yang diinginkan sesuai dengan bakatnya. Aryanti (2023).
Kurikulum mandiri, menurut Indrawati dkk. (Barlian dkk., 2022), merupakan kurikulum
yang menggabungkan berbagai kegiatan pembelajaran di kelas. Topik akan disesuaikan untuk
memberi siswa kesempatan untuk menyelidiki ide dan mengembangkan kompetensinya.
Selain itu, kurikulum mandiri merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2013, yang
mencakup empat kebijakan pembelajaran mandiri, menurut Rahmadayanti & Hartoyo (2022).
Kebijakan tersebut meliputi: (a) mengganti Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) tahun
2020 dengan ujian yang diselenggarakan sekolah yang menilai kemampuan siswa dalam
berbagai format yang lebih menyeluruh, sehingga guru dan sekolah lebih leluasa dalam
mengevaluasi hasil belajar siswa. Tidak diragukan lagi bahwa setiap proses implementasi
program memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dan kekurangan program kurikulum
pembelajaran mandiri akan dibahas dalam pembahasan ini. Berdasarkan temuan studi literatur,
manfaat kurikulum pembelajaran mandiri meliputi (1) meningkatkan fleksibilitas pendidikan,
atau menghilangkan hambatan untuk membuat pembelajaran lebih mudah diakses. (2)
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelidiki pelajaran berdasarkan kebutuhan
mereka. (3) memberikan wadah bagi peserta didik untuk menggali ilmu pengetahuan umum
dengan terjun ke masyarakat (4) peserta didik dapat mempersiapkan diri menghadapi dunia
kerja.
Kemudian kelemahan kurikulum merdeka belajar yaitu (1) persiapan yang dilakukan
harus dimatangkan terlebih dahulu sebelum dilaksanakan, memerlukan pelatihan yang
membutuhkan waktu yang lama (2) Perencanaan pendidikan dan pengajaran belum
terorganisasi dengan baik saat ini (3) SDM dalam menjalankan program kurikulum merdeka
belajar harus dibekali dengan pelatihan yang membutuhkan anggaran yang lebih besar. Hal
terpenting dalam melaksanakan kurikulum merdeka belajar yaitu mengetahui terlebih dahulu
visi merdeka belajar. Visi merdeka belajar yaitu mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat,
mandiri dan berkepribadian melalui terciptanya Siswa Pancasila. Ada 6 profil siswa Pancasila
yang harus diketahui dalam kurikulum merdeka belajar yaitu (1) beriman, bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia (2) mandiri (3) berpikir kritis (4) keberagaman
global (5) gotong royong (6) kreatif. Berdasarkan beberapa definisi yang telah dikemukakan di
atas maka kurikulum merdeka merupakan kurikulum yang membantu guru bahkan siswa
untuk mengembangkan potensi dirinya secara lebih optimal.
F. Pendidikan Kewarganegaraan
Sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, pendidikan
kewarganegaraan didefinisikan sebagai mata pelajaran yang berfokus pada pengembangan
warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak dan kewajibannya agar menjadi
warga negara Indonesia yang berpengetahuan, cakap, dan berakhlak mulia (Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah).
Pengertian pendidikan kewarganegaraan telah diperdebatkan oleh sejumlah pakar di
bidang tersebut, antara lain Cogan (1994), Winataputra (2002), Kerr (1999), Patrick (2002),
dan Somantri (2002). Secara umum, para pakar tersebut sepakat bahwa pendidikan
kewarganegaraan adalah mata pelajaran atau mata kuliah yang berupaya menyiapkan warga
negara untuk berpartisipasi secara efektif, demokratis, dan bertanggung jawab. Lebih jauh,
beberapa ahli, seperti Cogan (1994), menyatakan bahwa pendidikan kewarganegaraan
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Politik (JPKP)
Vol. 3, No. 1, Juni 2025, page: 13-25
E-ISSN: 3025-9843
21
Alicya Eviani Saibulan et.al (Penerapan Pendekatan Pembelajaran ....)
dimaknai lebih luas dalam konteks pendidikan kewarganegaraan. Hal ini menunjukkan bahwa
pendidikan kewarganegaraan bukan hanya sekadar mata pelajaran; pendidikan
kewarganegaraan mencakup serangkaian kesempatan pendidikan yang membantu membentuk
individu menjadi pribadi yang mampu terlibat dalam masyarakat, media, kelompok
masyarakat, dan sekolah secara efisien dan bertanggung jawab. Menurut Madiong dalam
Magdalena, Haq, dan Ramadhan (2020), pendidikan kewarganegaraan merupakan mata
pelajaran yang mencakup sejumlah prosedur untuk mengajarkan peserta didik agar lebih
bertanggung jawab sehingga dapat berpartisipasi aktif dalam masyarakat sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila. Sementara itu, Aziz Wahab berpendapat
bahwa pendidikan kewarganegaraan merupakan alat pembelajaran yang secara sengaja,
bijaksana, dan bertanggung jawab meng-Indonesia-kan peserta didik. Dengan demikian,
gagasan tentang politik negara, pemerintahan, dan hukum termasuk dalam pendidikan
kewarganegaraan. Menurut Soemantri, pendidikan kewarganegaraan merupakan upaya
memberikan pemahaman dasar kepada peserta didik tentang hubungan warga negara dengan
negara, serta pendidikan dasar dalam bela negara, sebagaimana diamanatkan UUD 1945 dan
Pancasila (Magdalena, Haq, & Ramadhan, 2020). Agar warga negara Indonesia dapat terlibat
dalam kehidupan bermasyarakat, pendidikan kewarganegaraan bertumpu pada upaya untuk
membentuk warga negara Indonesia menjadi warga negara Pancasilais (Nanggala, 2020, hlm.
14).
Untuk menjawab berbagai persoalan masyarakat yang pelik, Kariadi (2016, hlm. 18)
menegaskan bahwa pendidikan kewarganegaraan merupakan penelitian ilmiah yang bersifat
multidisiplin, interdisiplin, bahkan transdisiplin.
Selain itu, pendidikan kewarganegaraan didefinisikan oleh Winataputra (2007: 70)
sebagai pendidikan kewarganegaraan. Ia menyatakan bahwa pendidikan kewarganegaraan
secara pedagogis dan substantif bertujuan untuk menciptakan warga negara yang baik dan
cerdas untuk semua mata kuliah dan jenjang pendidikan. Saat ini, bidang ini merupakan
komponen mendasar dari perangkat dan metode pendidikan nasional Indonesia.
Ada lima status pendidikan kewarganegaraan di Indonesia, yaitu: a. Sebagai mata kuliah
yang diajarkan di sekolah.
b. Kedua, sebagai mata kuliah di perguruan tinggi.
c. Ketiga, dalam konteks program pendidikan guru, sebagai salah satu bagian dari
pendidikan ilmu sosial.
d. Keempat, sebagai program pendidikan politik yang sebelumnya dijalankan oleh
pemerintah sebagai program kilat dan dipasarkan sebagai Pelatihan Penghayatan dan
Penerapan Pancasila (Penataran P4) atau semacamnya. Kelima, sebagai kerangka konseptual
untuk memikirkan pendidikan kewarganegaraan dalam status pertama, kedua, ketiga, dan
keempat, yang berbentuk pemikiran individu dan kelompok pakar terkait. Menurut Margaret
S. Branson (1999:8), “civic knowledge, civic skills, dan civic disposition” merupakan tiga
unsur pokok pendidikan kewarganegaraan.
“Upaya sadar yang dilakukan secara ilmiah dan psikologis untuk memberikan sarana
belajar kepada peserta didik agar terjadi internalisasi moral Pancasila dan pengetahuan
kewarganegaraan yang mendasari tujuan pendidikan nasional, yang terwujud dalam integritas
pribadi dan perilaku sehari-hari,” demikian Nu’man Somantri (2001:166) menjelaskan peranan
PKn. Berdasarkan berbagai definisi, penulis kajian ini mengartikan pendidikan
kewarganegaraan sebagai mata kuliah yang mempersiapkan peserta didik menjadi warga
negara Indonesia yang bertanggung jawab, cerdas, dan mampu menjalin hubungan satu sama
lain sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Tujuan Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan (PPKn) adalah menanamkan kepada peserta didik rasa cinta tanah air
yang mendalam dan pemahaman yang mendalam tentang negara, khususnya kepada generasi
muda yang sangat penting bagi kelangsungan hidup negara yang berlandaskan hukum dan
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Politik (JPKP)
Vol. 3, No. 1, Juni 2025, page: 13-25
E-ISSN: 3025-9843
22
Alicya Eviani Saibulan et.al (Penerapan Pendekatan Pembelajaran ....)
Pancasila dalam jangka panjang. Menghadapkan remaja dan siswa dengan hak dan kewajiban
mereka dalam suasana demokratis merupakan peran penting lainnya dari pendidikan
kewarganegaraan.
3. Metode
Metode penelitian yang digunakan dalam studi ini adalah metode deskriptif kualitatif.
Penelitian deskriptif kualitatif bertujuan untuk menggambarkan secara mendalam situasi,
kondisi, dan gejala sosial yang terjadi berdasarkan data yang dikumpulkan melalui
observasi, wawancara, dan dokumentasi. Menurut I Made Winartha (2006), metode ini
menekankan pada penggambaran dan pemaknaan terhadap data yang dikumpulkan dari
lapangan, sedangkan menurut Moleong (2010), data kualitatif berupa kata-kata, gambar, dan
bukan angka. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 4 Tabukan Utara pada tahun ajaran
20242025. Sumber data primer diperoleh melalui wawancara dengan guru Pendidikan
Pancasila dan siswa kelas VIII, sedangkan sumber data sekunder berasal dari dokumen,
buku, serta literatur pendukung lainnya. Teknik pengumpulan data meliputi observasi
langsung, wawancara mendalam, dan dokumentasi berbagai bahan tertulis dan visual.
Analisis data dilakukan dengan pendekatan Miles dan Huberman, yang terdiri dari reduksi
data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Reduksi data bertujuan untuk menyaring
dan menyederhanakan data yang diperoleh, sedangkan penyajian data disusun dalam bentuk
naratif untuk memudahkan pemahaman dan interpretasi. Akhirnya, data yang dianalisis akan
dirumuskan menjadi kesimpulan yang mencerminkan realitas di lapangan.
4. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan temuan studi tersebut di atas, peneliti akan membahas temuan studi yang
berkaitan dengan penerapan strategi pembelajaran yang dibedakan dalam kurikulum
Merdeka untuk topik PPKn di SMP Negeri 4 Tabukan Utara. Berdasarkan hasil wawancara
peneliti dengan guru dan siswa PPKn tentang pembelajaran diferensiasi, dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran yang bervariasi sangat bermanfaat untuk pembelajaran yang sesuai
dengan kebutuhan unik setiap siswa. Karena siswa dapat berkonsentrasi dan memahami
informasi dengan baik, siswa merasa pembelajaran diferensiasi sangat menarik.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Herwina (2021) bahwa pembelajaran diferensiasi
merupakan upaya untuk menyesuaikan pembelajaran di kelas dengan kebutuhan setiap
siswa. Lebih jauh, dari hasil penelitian terlihat bahwa guru menerapkan fase atau sintaks
pembelajaran diferensiasi di seluruh proses pembelajaran, mulai dari diagnosis awal, analisis
kebutuhan siswa, dan perencanaan pembelajaran. Menurut Purnawanto (2023), pembelajaran
diversifikasi melibatkan sejumlah tahapan atau proses, seperti menentukan kebutuhan belajar
setiap siswa, membagi siswa ke dalam kelompok, memodifikasi kegiatan dan materi,
memanfaatkan teknologi pendidikan, memberikan berbagai tes, dan melakukan refleksi dan
pembaruan. Mayoritas pendidik sudah familier dengan gagasan tentang pembelajaran yang
bervariasi dan cara mengakomodasi berbagai kebutuhan belajar siswa. Dengan menawarkan
materi, tugas, atau metode alternatif untuk menyajikan konten, mereka berupaya menerapkan
pembelajaran yang terdiferensiasi. Meskipun demikian, mayoritas pendidik terus melihat
banyak kesulitan dalam mengatur waktu mereka, menawarkan berbagai alat, atau bahkan
menjamin bahwa setiap siswa menerima perhatian yang mereka butuhkan. Karena mereka
ditawarkan pilihan dan metode untuk belajar dan menyelesaikan tugas berdasarkan minat
mereka, mayoritas siswa bereaksi positif terhadap pembelajaran yang beragam, yang
meningkatkan tingkat minat mereka. Meskipun demikian, beberapa siswa masih
memerlukan waktu untuk menyesuaikan diri karena mereka merasa bingung atau tidak
terbiasa dengan pembelajaran yang beragam ini. Selain itu, karena mereka percaya bahwa
kegiatan pembelajaran ini lebih relevan dan sesuai dengan kemampuan mereka, siswa
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Politik (JPKP)
Vol. 3, No. 1, Juni 2025, page: 13-25
E-ISSN: 3025-9843
23
Alicya Eviani Saibulan et.al (Penerapan Pendekatan Pembelajaran ....)
mungkin menjadi lebih termotivasi sebagai hasil dari pembelajaran yang terdiferensiasi.
Siswa lebih mampu mencari tahu strategi pembelajaran terbaik sendiri berkat pembelajaran
yang terdiferensiasi. efisien untuk diri mereka sendiri dan bekerja untuk memenuhi tujuan
pembelajaran sesuai dengan kapasitas dan potensi masing-masing. Untuk membuat rencana
pembelajaran yang sesuai untuk setiap siswa, guru harus mampu mengidentifikasi
kebutuhan, minat, kemampuan, dan preferensi belajar setiap siswa. Guru juga diharapkan
mampu menumbuhkan lingkungan di mana siswa menghargai keragaman dan menghormati
perbedaan individu. Karena akan lebih aman bagi siswa untuk mengekspresikan diri dan
bekerja sama tanpa takut diskriminasi jika mereka merasa dihargai.
Hal ini dapat digunakan untuk menilai apakah pembelajaran terdiferensiasi telah
berhasil membantu pencapaian tujuan pembelajaran berdasarkan temuan wawancara guru
dan siswa. Pembelajaran terdiferensiasi dapat dinyatakan berhasil jika siswa yakin hal itu
akan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mereka. Masih ada ruang untuk perbaikan
dalam pembelajaran yang dibedakan. Untuk menerapkan pembelajaran yang dibedakan, guru
mungkin dapat membuat kurikulum yang lebih adaptif atau menyelidiki teknologi
pendidikan. Konsekuensi ini dapat menghasilkan pelatihan guru tambahan atau peningkatan
kurikulum. Jika mempertimbangkan semua hal, hal ini menawarkan wawasan yang
komprehensif tentang adopsi dan pelaksanaan pembelajaran yang dibedakan dalam
kaitannya dengan wawancara guru dan siswa. Hasil ini dapat berfungsi sebagai dasar untuk
sistem pembelajaran yang lebih inklusif dan adaptif yang mempertimbangkan karakteristik
unik setiap siswa.
5. Kesimpulan
Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan
pembelajaran terdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka pada mata pelajaran PPKn di SMP
Negeri 4 Tabukan Utara terbukti sangat efektif dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di
kelas. Siswa menunjukkan antusiasme yang tinggi dan keterlibatan aktif dalam proses belajar,
baik dalam tugas individu maupun kerja kelompok. Namun, meskipun pendekatan ini
disambut positif oleh siswa, penerapannya masih menghadapi berbagai kendala, seperti
keterbatasan fasilitas, manajemen waktu yang kurang optimal, serta adaptasi terhadap metode
pembelajaran yang baru. Akibatnya, guru masih jarang menggunakan pembelajaran
terdiferensiasi secara konsisten dalam proses belajar mengajar.
6. Daftar Pustaka
Abdul Wahab, Solichin. 2008. Analisis Kebijakan : Dari Formulasi ke Implementasi
Kebijakan Negara Edisi Kedua. Bumi Aksara. Jakarta.
Agustin, E. M., & Wirawati, B. (2024). Peningkatan Hasil Belajar IPAS Materi Bumiku
Sayang Bumiku Malang Melalui Pendekatan Berdiferensiasi Proses pada Peserta Didik
Kelas V SDN Dukuh Kupang II Surabaya. Semantik: Jurnal Riset Ilmu Pendidikan,
Bahasa dan Budaya, 2(4), 94-112.
Ardhani, K., Tisngati, U., & Sugiyono, S. (2024). Kesiapan dan Hambatan Guru dalam
Mengimplementasikan Kurikulum Merdeka di Sekolah Dasar (Doctoral dissertation,
STKIP PGRI PACITAN).
Akhmad, K. A. (2015). Pemanfaatan media sosial bagi pengembangan pemasaran UMKM
(Studi deskriptif kualitatif pada distro di Kota Surakarta). Dutacom, 9(1), 43-43.
Aprima, D., & Sari, S. (2022). Cendikia : Media Jurnal Ilmiah Pendidikan Analisis Penerapan
Pembelajaran Berdiferensiasi Dalam Implementasi Kurikulum Merdeka Pada
Pelajaran Matematika SD. Cendikia :Media Jurnal Ilmiah Pendidikan, 13(1), 95101.
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Politik (JPKP)
Vol. 3, No. 1, Juni 2025, page: 13-25
E-ISSN: 3025-9843
24
Alicya Eviani Saibulan et.al (Penerapan Pendekatan Pembelajaran ....)
Andari, E. (2022). Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar Menggunakan Learning
Management System (LMS). Allimna: Jurnal Pendidikan Profesi Guru, 1(2), 65-79.
Bayumi, D., Chaniago, E., & Elias, G. (2021). Penerapan model pembelajaran berdiferensiasi.
Yogyakarta: CV Budi Utama.
Depdiknas (2007). Tes diagnostik, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama,
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Evendi, H., Rosida, Y., & Zularfan, D. (2023). Pembelajaran Berdiferensiasi dalam
Pembelajaran Matematika di Kurikulum Merdeka SMPN 4 Kragilan. 2(2), 181186.
Firas, Nur, dkk. (2021). “Faktor Penerapan Disiplin Kerja: Kesadaran Diri, Motivasi,
Lingkungan (Suatu Kajian Studi Literatur Manajemen Pendidikan Dan Ilmu Sosial)”
Jurnal Manajemen Pendidikan dan Ilmu Sosial, 2(2).
Gusteti, M. U., & Neviyarni, N. (2022). Pembelajaran berdiferensiasi pada pembelajaran
matematika di kurikulum merdeka. Jurnal Lebesgue: Jurnal Ilmiah Pendidikan
Matematika, Matematika Dan Statistika, 3(3), 636-646.
Herwina, W. (2021). Optimalisasi kebutuhan murid dan hasil belajar dengan pembelajaran
berdiferensiasi. Perspektif Ilmu Pendidikan, 35(2), 175-182.
I Made Winartha, Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi, Yogyakarta: C.V. Andi Offset, 2006.
Jati, D. H. P., & Mediatai, N. (2022). Upaya Peningkatan Hasil Belajar PPKN Melalui
Aplikasi Quizizz. Jurnal of Education Actoin Research, 6(3), 383389.
Kamila, Q. A. Y. N., Asbari, M., & Darmayanti, E. (2024). Merdeka Belajar: Memahami
Konsep Pembelajaran Masa Kini. Journal of Information Systems and Management
(JISMA), 3(2), 104-110.
Komalasari, K. (2013). Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi. Bandung: PT Refika
Adiatama.
Kamal, S. (2021). Implementasi pembelajaran berdiferensiasi dalam upaya meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar matematika peserta didik kelas XI MIPA SMA Negeri 8
Barabai. Jurnal Pembelajaran dan Pendidikan, 1(1), 409651.
Kariadi, D. (2016). Revitalisasi NilaiNilai Edukatif Pendidikan Kewarganegaraan untuk
Membangun Masyarakat Berwawasan Global Berjiwa Nasionalis. Jurnal PIPSI: Jurnal
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Indonesia. 1 (1). Hlm. 14-23.
Lindawati, S., & Hendri, M. (2016). Penggunaan Metode Deskriptif Kualitatif Untuk Analisis
Strategi Pengembangan Kepariwisataan Kota Sibolga Provinsi Sumatera Utara. In
Seminar Nasional APTIKOM (SEMNASTIKOM), Hotel Lombok Raya Mataram (pp.
833-837).
Mariati, P., Purnamasari, N., Soetantyo, S., Suwarna, I. R., & Susanti, E. I. (2021). Prinsip
Pengembangan Pembelajaran Berdiferensiasi (Differentiated Instruction). Jakarta:
Kemendikbud Ristek
Munthe, W., Rahmah, A., Zachrofi, S. S., & Rangkuti, S. F. 2022. Strategi Pembelajaran
dengan Metode Diskusi dalam Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (Studi
Kasus Kelas VII-E MTsN 3 Labuhanbatu Utara). Medan: Jurnal Pendidikan Tambusai.
Magdalena, I., Haq, A. S., & Ramdhan, F. 2020. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Di Sekolah Dasar Negri Bojong 3 Pinang. Tanggerang: Universitas Muhammadiyah
Tangerang.
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Politik (JPKP)
Vol. 3, No. 1, Juni 2025, page: 13-25
E-ISSN: 3025-9843
25
Alicya Eviani Saibulan et.al (Penerapan Pendekatan Pembelajaran ....)
Marlina, (2019). Panduan Pelaksanaan Model Pembelajaran Berdiferensiasi di Sekolah
Inklusif. Universitas Negeri Padang.
Nanggala, A. (2020). Internalisasi Nilai-Nilai Anti Korupsi Melalui Pembelajaran
Pendidikan Kewaranegaraan. Jurnal Global Citizen: Jurnal Ilmiah Kajian Pendidikan
Kewarganegaraan. 9 (1). Hlm. 9-23
Purnawanto, A. T. (2023). Pembelajaran berdiferensiasi. Jurnal Pedagogy, 16(1), 34-54
Purba, M., Purnamasari, N., Soetantyo, S., Suwarna, I. R., & Susanti, E. I. (2021). Prinsip
pengembangan pembelajaran berdiferensiasi (Differentiated Instruction) pada
kurikulum fleksibel sebagai wujud merdeka belajar. Jakarta: Pusat Kurikulum dan
Pembelajaran Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Rusman. (2012). Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Rajeswari. (2004). Preparation and Testing of Remedial Teaching Materials for Educationally
Backward Students in Chemistry at The Secondary School Level. Kottayam: School of
Pedagogical Sciences Mahatma Gandhi University.
Setiawan, G. (2004). Implementasi dalam birokrasi pembangunan. Bandung: Remaja
Rosdakarya Offset.
Sman, Basyiruddin. 2012. Media Pendidikan. Jakarta: Ciputat Press.
Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Semiawan, C. R. (2010). Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik dan
Keunggulannya. Jakarta: Grasindo.
Tomlinson, Carol Ann, & Moon, T. (2014). Assessment in a differentiated classroom. Proven
Programs in Education: Classroom Management and Assessment, 15.
Tomlinson, C. A. (2001). How to differentiate instruction in mixed-ability classrooms.
ASCD. Tomlinson. (Modul 2.1 PGP, 2020).
Telaumbanua, F. (2019). Pembelajaran Pendidikan pancasila dan kewarganegaraan berbasis e-
learning. Warta Dharmawangsa, 13(4).
Uada, R., Supriati, A., & Biringan, J. (2021). Upaya Guru Dalam Meningkatkan Hasil Belajar
Siswa Pada Mata Pelajaran PKn di SMP Negeri 3 Tondano. Jurnal PPKn: Media Kajian
Pancasila dan Kewarganegaraan, 1(3), 160-169.