Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Politik (JPKP)
Vol. 3, No. 1, Juni 2025, page: 26-41
E-ISSN: 3025-9843
26
Janet Kessya Eklefin Mawu et.al (Peran Model Pembelajaran Problem...)
Peran Model Pembelajaran Problem Based Learning
Dalam meningkatkan Partisipasi Belajar Siswa Pada
Mata Pelajaran PKn di SMP Alkhairaat Manado
Janet Kessya Eklefin Mawu
a,1
, Apeles Lexi Lonto
b,2
, Telly Delly Wua
c,3
a,b,c
Universitas Negeri Manado, Tataaran Satu, Tondano Selatan, Minahasa, Sulawesi Utara
1
Email: lexilonto@unima.ac.id
*
lexilonto@unima.ac.id
INFO ARTIKEL
ABSTRAK
Sejarah Artikel:
Diterima: 7 April 2025
Direvisi: 20 Mei 2025
Disetujui: 25 Mei 2025
Tersedia Daring: 1 Juni 2025
Penerapan model pembelajaran berbasis masalah dalam
meningkatkan partisipasi belajar siswa pada mata pelajaran PKn di
SMP Alkhairaat Manado. Permasalahan dalam penelitian ini adalah
penggunaan pembelajaran konvensional yaitu guru yang mengajar
masih menggunakan metode ceramah dan hanya berfokus pada guru
bukan siswa yang membuat siswa tidak diberi kesempatan untuk
bertanya. Berdasarkan permasalahan tersebut maka tujuan utama
penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penerapan model
pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan partisipasi
belajar siswa pada mata pelajaran PKn di SMP Alkhairaat Manado dan
bagaimana pelaksanaannya. Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan
menggunakan 2 siklus. Pengumpulan data diperoleh dari lembar
observasi berdasarkan sintaks pembelajaran berbasis masalah dan
dokumentasi. Setiap siklus memiliki 4 tahap yaitu perencanaan,
pelaksanaan, observasi dan refleksi. Berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran berbasis
masalah di SMP Alkairaat Manado dapat meningkatkan partisipasi
belajar siswa pada mata pelajaran PKn yang terlihat dari peningkatan
pada siklus II.
Kata Kunci:
Problem Based Learning
Partisipasi Siswa
PKn
ABSTRACT
Keywords:
Problem Based Learning
Student Participation
Citizenship
Implementation of problem-based learning model in increasing student
learning participation in Civics subject at SMP Alkhairaat Manado. The
problem in this study is the use of conventional learning, namely
teachers who teach still use the lecture method and only focus on
teachers, not students, which makes students not given the opportunity
to ask questions. Based on these problems, the main objective of this
study is to determine whether the application of problem-based
learning model can increase student learning participation in Civics
subject at SMP Alkhairaat Manado and how it is implemented. The
approach used in this study is Classroom Action Research (CAR) using
2 cycles. Data collection was obtained from observation sheets based
on problem-based learning syntax and documentation. Each cycle has 4
stages, namely planning, implementation, observation and reflection.
Based on the results of the study, it shows that the application of
problem-based learning model at SMP Alkairaat Manado can increase
student learning participation in Civics subject as seen from the
increase in cycle II.
©2025, Janet Kessya Eklefin Mawua, Apeles Lexi Lonto, Telly Delly Wua
This is an open access article under CC BY-SA license
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Politik (JPKP)
Vol. 3, No. 1, Juni 2025, page: 26-41
E-ISSN: 3025-9843
27
Janet Kessya Eklefin Mawu et.al (Peran Model Pembelajaran Problem...)
1. Pendahuluan
Pendidikan merupakan jembatan ilmu pengetahuan. Pendidikan mempunyai peranan
penting dalam meningkatkan mutu kehidupan seseorang, baik dari keluarga, masyarakat,
bangsa dan negara. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Pendidikan merupakan salah satu unsur
kehidupan yang tidak dapat ditinggalkan begitu saja. Menurut Salecha (2015) dalam Rima
Melaini & Nani Sutarni (2016: 176-187) pendidikan merupakan usaha yang dilakukan secara
sadar.
Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003: 16) pendidikan adalah segala upaya yang
direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok atau masyarakat agar
berbuat apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3 menyebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sistem
pendidikan merupakan serangkaian subsistem atau unsur pendidikan yang saling berkaitan
dalam mewujudkan keberhasilannya.
Terdapat tujuan, kurikulum, materi, metode, pendidik, peserta didik, sarana, alat,
pendekatan dan sebagainya (Mujamil Qomar, 2005). Pendidikan berfungsi sebagai pedoman
untuk mencapai tujuan dan keberhasilan warga negara dalam meningkatkan akhlak,
kecerdasan, dan akal budinya sebagai warga negara dan warga negara. Risa Yonisa Kurniawan
(2016) menegaskan bahwa persoalan, baik kecil maupun besar, merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari pendidikan sebagai suatu sistem. Ia menambahkan bahwa persoalan makro
atau persoalan yang muncul dalam pendidikan meliputi persoalan efisiensi, relevansi, dan
rendahnya mutu pendidikan, sedangkan persoalan mikro meliputi kurikulum. Salah satu
perubahan yang terjadi sepanjang masa adalah kurikulum yang terus diperbarui untuk
mengikuti perkembangan zaman dan mengejar ketertinggalan dari kurikulum sebelumnya.
Perubahan tersebut tentu saja juga berdampak pada pelaksanaan proses pembelajaran di kelas.
Menurut Fajri K. (2019), kurikulum merupakan salah satu unsur dan kaidah yang
membantu terselenggaranya pendidikan dan mencapai tujuannya. Karena kurikulum mengatur
setiap langkah proses pendidikan, mulai dari perencanaan hingga penilaian, kurikulum
menjadi bagian penting dalam pendidikan. Sebagai penyempurnaan Kurikulum 2013, Menteri
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 56 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan
Kurikulum dalam Rangka Pemulihan Pembelajaran (Kurikulum Mandiri). Pada Februari 2022,
Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, secara resmi
memperkenalkan kurikulum ini. Menurutnya, kurikulum mandiri diperkenalkan untuk mengisi
kesenjangan pendidikan pada tahun-tahun pascapandemi COVID-19. Kurikulum ini harus
mampu mendukung pengembangan pendidikan yang bermutu, menurut HE Mulyasa. Berbagai
teknik dan model pembelajaran yang disarankan untuk pembelajaran telah muncul sebagai
hasil modifikasi kurikulum.
Model pembelajaran adalah "suatu strategi atau pola yang bahkan dapat digunakan untuk
membangun kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), mengembangkan sumber
belajar, dan mengarahkan pembelajaran di kelas atau lingkungan belajar lainnya," menurut
Joyce & Weil dalam Rusman (2018:144). Untuk meningkatkan proses belajar mengajar di
bidang pendidikan dan mendorong partisipasi dan aktivitas siswa, pendekatan dan model
pembelajaran harus dimodifikasi agar sesuai dengan kurikulum saat ini. Model pembelajaran
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Politik (JPKP)
Vol. 3, No. 1, Juni 2025, page: 26-41
E-ISSN: 3025-9843
28
Janet Kessya Eklefin Mawu et.al (Peran Model Pembelajaran Problem...)
adalah strategi atau pola yang berfungsi sebagai panduan saat menyelenggarakan kegiatan
belajar mengajar, menurut Yun Ismi Wulandari dkk. (2015). Sebagai pendidik, guru dapat
memilih model pembelajaran berdasarkan fitur-fiturnya, dan ketika dipraktikkan, model
tersebut dapat mencapai tujuan pembelajaran dan memungkinkan siswa terlibat dalam proses
pembelajaran. Guru sebagai pendidik dan siswa sebagai pembelajar terlibat dalam proses
pembelajaran. Untuk mengembangkan kapasitas belajar, guru tidak hanya harus memberikan
pengetahuan tetapi juga mendorong keterlibatan aktif di kelas dan mendidik siswa bagaimana
berpikir dan mengungkapkan pendapat mereka.
Yun Ismi Wulandari et al. (2015) menyatakan pelatihan seharusnya melibatkan pelatihan
siswa untuk berpikir sehingga mereka dapat mengembangkan kemampuan berpikir dan
menjadi individu yang cerdas yang mampu memecahkan masalah dan memenuhi tuntutan di
masa depan. Namun, penggunaan model pembelajaran yang tidak sejalan dengan kemajuan di
bidang tersebut dapat membantu menjelaskan kurangnya partisipasi siswa secara umum. Saat
ini, pembelajaran yang buruk dan tidak efisien merupakan hasil dari proses pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran yang tidak tepat. Lebih jauh, model pembelajaran
pasif atau berpusat pada guru lebih membosankan. Misalnya, model pembelajaran berbasis
ceramah tradisional membuat siswa malas dan kurang terlibat dalam proses pembelajaran
karena hanya mendengarkan apa yang dikatakan mencegah mereka mengembangkan
keterampilan mereka dalam proses pembelajaran berkelanjutan, yang menurunkan partisipasi
belajar siswa dalam semua mata pelajaran kecuali kewarganegaraan.
Tujuan dari mata kuliah kewarganegaraan adalah untuk mengembangkan generasi warga
negara berikutnya yang dapat memahami dan memenuhi hak dan tanggung jawabnya serta
menjadi warga negara Indonesia yang berpengetahuan dan cakap. Salah satu kurikulum yang
diwajibkan dari sekolah dasar hingga universitas adalah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).
Salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran dan juga dapat
menentukan tercapai tidaknya tujuan pembelajaran adalah model pembelajaran yang dipilih
oleh guru. Baik model pembelajaran yang digunakan maupun mutu siswa dipengaruhi oleh
ketepatan guru dalam memilih model. Selain itu, terdapat model pembelajaran yang
mempertimbangkan seberapa baik siswa menunjukkan minat, berpartisipasi, dan memberikan
umpan balik terhadap aktivitas mereka. Berdasarkan perkembangan kurikulum saat ini,
sejumlah model pembelajaran disarankan, termasuk model pembelajaran berbasis masalah
(PBL), model pembelajaran integratif, model pembelajaran campuran, dan model
pembelajaran berbasis proyek (PJBL).
Di antara sekian banyak model pembelajaran yang saat ini digunakan, pembelajaran
berbasis masalah (PBL) merupakan salah satu yang disarankan untuk proses pembelajaran.
Oleh karena itu, salah satu model pembelajaran yang digunakan dalam proses yang
menekankan siswa untuk lebih aktif daripada pasif adalah pembelajaran berbasis masalah.
Selain mendorong kemampuan berpikir kritis siswa, proses pembelajaran ini memaksa mereka
untuk menerapkan pengetahuan dan kemampuannya dalam memecahkan masalah. Menurut
Curry dalam Sungur (2006), pendekatan pembelajaran berbasis masalah dapat menghasilkan
informasi baru dan kemampuan berpikir kritis yang akan bermanfaat dalam jangka panjang.
Pembelajaran berbasis masalah mendorong siswa untuk belajar sendiri sehingga mereka dapat
mengasah kemampuan berpikir kritis mereka dan mengkaji isu-isu yang saat ini ada di dunia
nyata.
Yuan menyatakan dalam U. Setyorini (2011:52). Model pembelajaran yang mengadaptasi
kurikulum yang ada untuk mengajarkan siswa tentang kompleksitas pendidikan. Berdasarkan
hasil penelitian awal di SMP Alkhairaat Manado, partisipasi siswa dalam proses pembelajaran
PKn masih sangat rendah dikarenakan penggunaan model pembelajaran yang kurang tepat dan
kurang menarik sehingga membuat proses pembelajaran menjadi sulit. Kemudian proses
pembelajaran menjadi monoton dan hanya melibatkan guru atau siswa sehingga siswa atau
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Politik (JPKP)
Vol. 3, No. 1, Juni 2025, page: 26-41
E-ISSN: 3025-9843
29
Janet Kessya Eklefin Mawu et.al (Peran Model Pembelajaran Problem...)
didik sulit memahami proses pembelajaran. Selain itu, terdapat kesenjangan dimana guru atau
instruktur pada saat memberikan pembelajaran tidak sepenuhnya sesuai dengan RPP yang
tersedia di sekolah dan lebih banyak berdasarkan pengalaman siswa.
Kajian Puataka
A. Model Pembelajaran (Model dan Pembelajaran)
a. Model
Menurut Good dan Travers (dalam Gafar 2001:37) model merupakan abstraksi dari dunia
nyata atau representasi dari peristiwa atau sistem yang kompleks, dalam bentuk narasi
matematika, grafik, atau simbol lainnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI) model
adalah pola (contoh, acuan, ragam) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan, yang dipakai
sebagai pedoman dalam melaksanakan suatu kegiatan. Berdasarkan pengertian di atas, yang
dimaksud dengan model adalah pola nyata yang dijadikan contoh dalam suatu proses atau
pelaksanaan dalam suatu kegiatan.
b. Pembelajaran
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Arti kata pembelajaran adalah proses, cara,
perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Pembelajaran berasal dari kata asal
ajar. Menurut Ifan Junaedi (2019) Pembelajaran merupakan suatu proses yang berisi
serangkaian tindakan oleh guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung
dalam situasi pendidikan untuk mencapai tujuan tertentu. Dan ada pula pendapat Menurut
Taufiq Nur Aziz, Pembelajaran merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik
dalam suatu lingkungan belajar.
Berdasarkan pengertian di atas, pembelajaran merupakan suatu proses metode atau
tindakan dalam lingkungan sekolah yang terjadi antara pendidik dengan peserta didik dalam
memperoleh tujuan untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan terjadi timbal balik.
c. Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan suatu struktur atau contoh yang digunakan sebagai alat
bantu dalam menyelesaikan pembelajaran dalam suatu ruang belajar atau atau latihan
penjemputan Trianto (2015:51). Model pembelajaran telah disusun oleh instruktur sebelum
pembelajaran terjadi. Sementara itu, menurut Saefuddin dan Bardiati (2014:48) model
pembelajaran adalah suatu struktur yang masuk akal yang menggambarkan suatu metodologi
yang efisien dalam mengoordinasikan suatu kerangka kerja pembelajaran untuk mencapai
tujuan pembelajaran tertentu dan berperan sebagai asisten dalam menciptakan pembelajaran
dan pendidik dalam menyusun serta melaksanakan latihan-latihan pembelajaran.
B. Problem Based Learning
Menurut Buchari (2008:100) Model pembelajaran merupakan suatu rencana pembelajaran
yang menggambarkan proses yang ditempuh dalam proses belajar mengajar agar tercapai
perubahan tertentu pada tingkah laku siswa seperti yang diharapkan. Model pembelajaran
menurut Isjoni, dkk (2008:146), merupakan suatu strategi yang digunakan oleh guru untuk
meningkatkan motivasi belajar, sikap belajar pada diri siswa, mampu berpikir kritis, memiliki
keterampilan sosial dan mencapai hasil belajar yang lebih optimal.
a. Pengertian Problem Based Learning
Menurut John Savery, Problem Based Learning merupakan suatu pendekatan
pembelajaran yang berpusat pada siswa untuk melakukan penelitian, memadukan teori dan
praktik serta menerapkan keterampilan pengetahuan untuk mempertimbangkan solusi yang
layak terhadap masalah yang ditentukan. Problem Based Learning disebut sebagai metode
pembelajaran yang paling inovatif sepanjang sejarah pendidikan. Menurut kritik dalam DA
Kilroy (2003:411) bahwa Problem Based Learning merupakan suatu latihan yang menyita
waktu. Dikatakan pula bahwa Problem Based Learning meningkatkan pembelajaran dengan
menyediakan lingkungan yang sangat memotivasi untuk memperoleh pengetahuan yang
diterima dengan baik. Duch et al (2001) dalam John Savery menggunakan metode problem
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Politik (JPKP)
Vol. 3, No. 1, Juni 2025, page: 26-41
E-ISSN: 3025-9843
30
Janet Kessya Eklefin Mawu et.al (Peran Model Pembelajaran Problem...)
based learning untuk mengembangkan keterampilan khusus termasuk keterampilan berpikir
kritis, menganalisis dan memecahkan masalah dunia nyata yang kompleks, menemukan,
mengevaluasi, dan menggunakan sumber belajar yang tepat.
Kemudian dikemukakan dalam DA Kilroy (2003: 411) bahwa problem based learning
adalah untuk memperoleh pengetahuan yang efektif, siswa dirancang untuk menyusun kembali
informasi yang telah mereka ketahui dalam konteks yang realistis untuk memperoleh
pengetahuan baru dan kemudian menguraikan pemahaman baru. Menurut Buchari (2008:100)
Model pembelajaran merupakan suatu rencana pembelajaran yang menggambarkan proses
yang ditempuh dalam proses belajar mengajar agar tercapai perubahan tertentu pada tingkah
laku siswa seperti yang diharapkan. Model pembelajaran menurut Isjoni, dkk (2008:146),
merupakan suatu strategi yang digunakan oleh guru untuk meningkatkan motivasi belajar,
sikap belajar pada diri siswa, mampu berpikir kritis, memiliki keterampilan sosial dan
mencapai hasil belajar yang lebih optimal.
b. Ciri-ciri pembelajaran berbasis masalah
Menurut Sanjaya dalam Devi Diyas Sari (2012:13-14) ciri utama dari strategi
pembelajaran berbasis masalah yang pertama adalah adanya serangkaian kegiatan
pembelajaran, artinya siswa tidak hanya mendengarkan ceramah dan menghafal tetapi siswa
terfokus dalam berfikir, mengkomunikasikan, mengolah data dan memanipulasi. Menurut
Shahram (2002) pembelajaran berbasis masalah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Berpusat pada siswa, guru sebagai fasilitator atau pembimbing. Dalam pembelajaran,
situasi-situasi yang bermasalah disajikan, siswa dibimbing untuk belajar
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan memecahkan masalah. Siswa belajar
bersama dalam kelompok yang nantinya akan memecahkan masalah.
2) Belajar melampaui target Kemampuan memecahkan masalah dalam model ini
membantu menganalisis situasi.
Menurut Arends (2008:42) model pembelajaran berbasis masalah memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
1) Mengajukan pertanyaan atau masalah
2) Berfokus pada koneksi interdisipliner
3) Inquiri autentik
4) Menghasilkan produk dan mempublikasikan
c. Manfaat dan kekurangan pembelajaran berbasis masalah
Setiap paradigma, strategi, pendekatan, atau teknik pembelajaran memiliki manfaat dan
kekurangan. Seperti yang dinyatakan oleh Akinogolu & Tandogan (2007). Manfaat
pembelajaran berbasis masalah meliputi:
1) Siswa merupakan inti dari pembelajaran di kelas
2) Siswa memiliki kontrol lebih besar atas pendidikan mereka
3) Siswa dapat mempelajari atau meneliti berbagai peristiwa dari sudut pandang yang
lebih mendalam
4) Meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan kesulitan
5) Mendorong siswa untuk memperoleh informasi dan ide baru sambil mengatasi
tantangan
6) Membantu anak-anak mengembangkan keterampilan komunikasi dan sosial mereka
sehingga mereka dapat berkolaborasi dan belajar dalam kelompok
7) Mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah dan kritis siswa
8) Memadukan teori dan praktik untuk memberi siswa kesempatan memadukan materi
yang dipelajari sebelumnya
9) Mendorong proses pembelajaran
10) Siswa belajar cara mengatur waktu mereka, berkonsentrasi pada pengumpulan
informasi, dan membuat laporan serta penilaian.
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Politik (JPKP)
Vol. 3, No. 1, Juni 2025, page: 26-41
E-ISSN: 3025-9843
31
Janet Kessya Eklefin Mawu et.al (Peran Model Pembelajaran Problem...)
11) Memberi siswa kesempatan untuk belajar sepanjang hidup mereka.
d. Kelemahan pembelajaran berbasis masalah meliputi:
1) Guru cenderung menghadapi tantangan saat mencoba mengubah metode mereka
2) Siswa cenderung memerlukan banyak waktu untuk mengatasi kesulitan saat pertama
kali diperkenalkan di kelas
3) Orang atau tim dapat menyelesaikan tugas lebih awal atau lebih lambat
4) Konten yang kaya dan investigasi/penelitian diperlukan untuk pembelajaran berbasis
masalah
5) Mungkin sulit untuk diterapkan di setiap kelas.
6) Penilaian pembelajaran benar-benar menantang.
C. Partisipasi Siswa
a. Pengertian Partisipasi Siswa
Partisipasi merupakan suatu tindakan berupa keterlibatan diri dalam suatu kegiatan
kehidupan. Dalam konteks ini, partisipasi dalam persekolahan dalam kegiatan belajar
mengajar, dimana dalam mencapai tujuan pembelajaran yang baik diperlukan peran aktif dari
kedua belah pihak yang terlibat di dalamnya, yang menjadi fokus utama adalah siswa.
Menurut Yamin dalam Elsy Dian (2016:53) peran aktif dan partisipasi siswa dalam
pembelajaran sangat diperlukan untuk mencapai indikator kompetensi dasar yang telah
dikembangkan dari materi pokok beserta penerapannya dalam kehidupan.
Menurut Suryosubroto (2002) bahwa partisipasi juga merupakan keterlibatan mental dan
emosional seseorang dalam suatu situasi kelompok yang mendorong mereka untuk
mengembangkan pikiran dan perasaannya demi tercapainya tujuan bersama serta bertanggung
jawab terhadap tujuan tersebut. Dengan memperhatikan konteks tersebut, penting bagi
pendidik dan guru untuk menciptakan lingkungan belajar yang mendorong partisipasi dan
keterlibatan siswa. Dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif dalam
pembelajaran, mereka dapat mencapai potensinya, mengembangkan keterampilan yang
relevan, dan mempersiapkan diri menghadapi tantangan di dunia nyata (Harmanto, 2016). 2.
Ciri-ciri partisipasi dalam pembelajaran
Partisipasi siswa dapat dimunculkan dengan berbagai cara, antara lain dengan mengajukan
pertanyaan, menanggapi tanggapan siswa secara positif, dan menggunakan berbagai metode
agar siswa lebih terlibat. Menurut Mulyasa (2009:156) pelaksanaan pembelajaran partisipatif
perlu memperhatikan beberapa prinsip, yaitu pembelajaran yang berlandaskan pada kebutuhan
belajar, berorientasi pada tujuan kegiatan pembelajaran (learning goals and objective oriented),
dan berpusat pada siswa (Participant centered). Menurut Suryosubroto (2009:71) dalam Sofia
Suparti (2016: Menjelaskan bahwa partisipasi siswa dalam pembelajaran terlihat pada
kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1) Melakukan sesuatu untuk memahami bahan pelajaran
dengan penuh percaya diri 2) Belajar, mengalami, dan menemukan sendiri cara memperoleh
suatu situasi pengetahuan 3) Merasakan sendiri bagaimana tugas-tugas yang diberikan guru
kepada siswa 4) Belajar secara berkelompok 5) Mencoba sendiri konsep-konsep tertentu 6)
Mengomunikasikan hasil pikiran, penemuan, dan penghayatan nilai secara lisan atau
penelitian.
Indikator Partisipasi dalam Pembelajaran Proses belajar mengajar yang bermutu di kelas
tidak hanya dilihat dari peran guru saja, tetapi juga dilihat dari tingkat partisipasi siswa. Aspek
tersebut diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam Nana
Sudjana (2005:16) Indikator partisipasi siswa ditentukan oleh lima faktor yaitu: 1)
Pengetahuan/Kognitif, berupa pengetahuan tentang tema, fakta, aturan, dan lain-lain 2)
Kondisi situasional meliputi: kondisi fisik, kondisi sosial, psikososial, dan faktor sosial 3)
Kebiasaan sosial seperti kebiasaan menetap dalam lingkungan/beradaptasi 4) Kebutuhan
meliputi kebutuhan untuk mendekati (mendekatkan diri) dan menghindari 5) Sikap, meliputi:
pandangan atau perasaan, kemauan untuk bereaksi, interaksi sosial, minat dan perhatian.
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Politik (JPKP)
Vol. 3, No. 1, Juni 2025, page: 26-41
E-ISSN: 3025-9843
32
Janet Kessya Eklefin Mawu et.al (Peran Model Pembelajaran Problem...)
Jenis-jenis partisipasi belajar Partisipasi siswa dalam pembelajaran dapat dilihat pada
aktivitas siswa. Menurut Sardiman (2011:101) Partisipasi dapat dilihat pada aktivitas fisik,
artinya siswa terlibat aktif dengan anggota tubuhnya, membuat sesuatu, bekerja, tidak hanya
duduk saja, serta mendengarkan, menonton, atau bersikap pasif. Aspek fisik dan psikologis
meliputi: Latihan visual meliputi membaca dan memperhatikan; latihan lisan meliputi
merumuskan, menyatakan, bertanya, membuat saran, mengungkapkan pendapat, melakukan
wawancara, diskusi, interupsi, dan sebagainya; latihan mendengarkan meliputi mendengarkan
deskripsi; latihan menulis melibatkan menulis dan menyalin; dan latihan menggambar
melibatkan pembuatan grafik, peta, diagram, dan alat bantu visual lainnya.
b. Pelajaran PKn
PKn atau Pendidikan Kewarganegaraan merupakan terjemahan dari kata bahasa Inggris
“civic education”. Pendidikan Kewarganegaraan mengemban misi pendidikan moral bangsa,
membentuk warga negara yang cerdas, demokratis, dan berakhlak mulia, yang senantiasa
memelihara dan mengembangkan cita-cita demokrasi serta membangun karakter bangsa. Visi
Pendidikan Kewarganegaraan adalah mewujudkan suatu proses pendidikan yang diarahkan
pada pengembangan kemampuan individu sehingga menjadi warga negara yang cerdas,
partisipatif, dan bertanggung jawab (Asmi, 2016). Dalam BSNP (2006:108). Mata pelajaran
kewarganegaraan akan menjadi mata pelajaran yang menekankan pada pengembangan warga
negara yang memahami dan dapat mengamalkan kebebasan serta komitmennya untuk menjadi
warga negara Indonesia yang arif, berakhlak mulia, dan berkarakter sebagaimana dianut oleh
Pancasila dan UUD 1945.
Menurut Birngan (2014:17) bahwa Pendidikan Kewarganegaraan juga dapat diwujudkan
dan apa yang diajarkan dapat dikuasai dan dimiliki oleh peserta didik. Pendidikan
kewarganegaraan merupakan wahana untuk mengembangkan watak dan karakter warga
negara yang demokratis dan bertanggung jawab, karena PKn berorientasi pada pengajaran
nilai-nilai yang seharusnya diimplementasikan dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran.
Lebih lanjut Pangalila T (2017) menjelaskan bahwa mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. Berpikir kritis, rasional
dalam menyikapi muatan kewarganegaraan. 2. Berperan serta secara aktif, bertanggung jawab,
dan bertindak dalam kegiatan kemasyarakatan, berbangsa dan bernegara serta antikorupsi. 3.
Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter
masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa lain. 4. Berinteraksi dengan
bangsa lain dalam tata aturan dunia secara langsung dengan memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi.
Dalam buku Pendidikan Kewarganegaraan Lontoh et al. Lebih lanjut, ditambahkannya
bahwa tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah menanamkan rasa kebangsaan kepada
peserta didik agar mampu membela negara dan menumbuhkan rasa cinta tanah air.
Menumbuhkan kesadaran dan wawasan kebangsaan agar terwujud ketahanan nasional sebagai
daya tangkal. Berdasarkan uraian di atas, pendidikan kewarganegaraan (PKn) diajarkan di
sekolah untuk menanamkan dasar-dasar pemikiran tentang pemerintahan, negara, hak dan
kewajiban warga negara, serta kaidah-kaidah moral yang menjadi landasan kehidupan
berbangsa dan bernegara. Sesuai dengan amanat Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,
mata kuliah ini sangat penting untuk menumbuhkan kesadaran dan pemahaman tentang peran
serta sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab.
c. Penelitian sebelumnya
1) Penelitian pertama
Pada tahun 2017, Emanuel Lamalelang melakukan penelitian dengan judul “Penerapan
strategi problem based learning (PBL) untuk meningkatkan partisipasi aktif siswa dalam
pembelajaran PKn di kelas IV SD N Sawit. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan
kelas berupa analisis deskriptif kualitatif dengan teknik penyajian. Dalam penelitian ini,
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Politik (JPKP)
Vol. 3, No. 1, Juni 2025, page: 26-41
E-ISSN: 3025-9843
33
Janet Kessya Eklefin Mawu et.al (Peran Model Pembelajaran Problem...)
Emanuel Lamalelang menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yang mana
menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan dan pembahasan yang telah digunakan, dapat disimpulkan
bahwa penerapan strategi pembelajaran problem based learning (PBL) yang pada awal
pembelajaran guru memberikan permasalahan yang sering terjadi. Partisipasi aktif siswa
mengalami peningkatan pada setiap pertemuan di setiap siklus. Pada tindakan penyajian,
partisipasi belajar siswa dalam satu kelas sebesar 45%. Pada siklus I meningkat menjadi 67%
dan peningkatan tertinggi pada siklus II dengan presentasi aktif siswa sebesar 85% dan telah
memenuhi indikator keberhasilan yang telah ditetapkan. Hal ini dibuktikan dengan hampir
seluruh siswa mampu berdiskusi dengan anggota kelompoknya terkait permasalahan yang
diberikan oleh guru dan siswa juga dapat menggunakan sumber lain dalam menentukan solusi
yang akan diambil dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.
2) Penelitian kedua
Pada tahun 2024, Melissa Selly Anggaeningati, Supriyono Purwosaputro, dan Sri Suneki
melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Problem Based Learning dalam Meningkatkan
Partisipasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila di Smp N 14 Semarang.
Penelitian ini menggunakan metode yang digunakan dalam penelitian adalah deskriptif
kualitatif. Dalam penelitian ini Melissa Selly Anggaeningati dkk menggunakan dua sumber
yaitu sumber primer dan sumber sekunder dengan menggunakan teknik dan instrumen
penelitian ini adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Selain itu juga digunakan teknik
analisis data meliputi pengumpulan data, reduksi kata, simpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil penelitian mengkategorikan partisipasi siswa
dalam penerapan pembelajaran berbasis masalah seperti siswa aktif bertanya kepada guru dan
siswa lain, mampu mengemukakan pendapat, siswa mampu mendengarkan pendapat siswa
lain saat berdiskusi dan siswa mampu menyelesaikan tugas kelompok tepat waktu.
3) Penelitian ketiga
Pada tahun 2023. Nur Awaliah, Rahman Risan melakukan penelitian dengan judul
“Penerapan model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan partisipasi aktif siswa
dalam proses pembelajaran di kelas V Sd Negeri Center Malino Kabupaten Gowa. Dalam
penelitian ini, Dengan menggunakan lembar observasi sebagai alat penelitian, Nur Awaliah
dan Rahman Risan melakukan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan dua siklus
dengan empat tahap: persiapan, tindakan, observasi, dan refleksi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa siswa kelas V di Sd Negeri Center Malino, Kabupaten Gowa, mengalami
peningkatan partisipasi siswa yang signifikan. Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran,
terbukti dari dua siklus, dengan siklus kedua menunjukkan peningkatan dan keberhasilan
penerapan model pembelajaran berbasis masalah.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dari tiga penelitian tersebut, yang secara eksplisit
menerapkan dan mengkaji partisipasi belajar siswa dalam mata kuliah kewarganegaraan
dengan menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis masalah. Dengan menggunakan
penelitian tindakan kelas, penelitian ini berfokus pada partisipasi siswa dalam hal ini. Manfaat
dan efektivitas penggunaan paradigma pembelajaran berbasis masalah dalam meningkatkan
keterlibatan siswa, yang membuat pembelajaran di kelas lebih dinamis. Partisipasi aktif
ditunjukkan dalam tiga penelitian tersebut dengan adanya keinginan siswa untuk bertanya
kepada guru dan satu sama lain, kemampuan mereka dalam memecahkan masalah dan
memberikan solusi, dan meningkatnya keberanian mereka dalam menyuarakan pendapat
mereka karena diberi kesempatan dan ruang untuk melakukannya sesuai dengan topik yang
sedang dibahas.
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Politik (JPKP)
Vol. 3, No. 1, Juni 2025, page: 26-41
E-ISSN: 3025-9843
34
Janet Kessya Eklefin Mawu et.al (Peran Model Pembelajaran Problem...)
2. Metode Penelitian
A. Jenis penelitian
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan metodologi penelitian yang digunakan oleh
peneliti. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dipadukan dengan pendekatan subjektif, meskipun
data yang dikumpulkan bersifat subjektif dan kuantitatif, menurut Kunandar (2004: 5).
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan penelitian yang menjelaskan prosedur dan hasil
pelaksanaan PTK di kelas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, menurut Arikunto dkk.
(2019: 42). Dengan demikian, penelitian tindakan kelas didefinisikan oleh Arikunto dkk.
(2015) dalam edisi revisi buku tersebut sebagai penelitian yang menjelaskan sebab akibat
perlakuan, apa yang terjadi jika perlakuan diberikan, dan proses dari awal perlakuan hingga
efeknya.
B. Tempat dan waktu penelitian
Pada bulan Agustus 2024, penelitian ini dilaksanakan di SMP Alkhairaat Manado.
C. Sumber data
Siswa kelas VIII SMP Alkhairaat Manado menjadi sumber data penelitian.
D. Desain Penelitian
Salah satu cara untuk menggambarkan model penelitian tindakan kelas (PTK) adalah
sebagai eksperimen berkelanjutan atau penelitian eksperimen berulang. Teknik-teknik yang
sudah teruji dan terbukti berhasil diulang dalam penelitian tindakan, tetapi ada prasyaratnya.
Dua siklus digunakan, atau dalam hal ini, pembelajaran siklus, yang dimulai dengan
perencanaan, diikuti oleh implementasi dan observasi, dan diakhiri dengan refleksi,
sebagaimana dinyatakan oleh Arikunto (2015) dalam buku Edisi Revisi Penelitian Tindakan
Kelas. Dalam penelitian tindakan kelas, peneliti menggunakan dua siklus dengan empat tahap,
yaitu sebagai berikut:
a. Membuat rencana: Di bawah arahan guru, peneliti mengembangkan rencana untuk
melaksanakan pembelajaran dan menghasilkan perangkat penelitian, seperti lembar observasi,
untuk mengukur keterlibatan siswa dengan kegiatan pembelajaran.
b. Pelaksanaan Tindakan
1.) Kegiatan Awal dan Persiapan: Siswa dipersiapkan untuk mengikuti proses
pembelajaran oleh guru, yang juga menjelaskan model pembelajaran dan tujuan
pembelajaran. Terakhir, guru menginspirasi siswa agar bersemangat mengikuti proses
pembelajaran.
2.) Tugas dasar: Sebelum kegiatan belajar mengajar, guru menyiapkan dua amplop:
satu dengan nomor kelompok dan satu dengan nomor diskusi atau topik masing-masing
kelompok. Hal ini karena guru akan membagi empat kelompok dan topik diskusi dalam
kegiatan inti ini dengan cara mengundi. Setelah memberikan instruksi kepada setiap
kelompok untuk mulai berdiskusi dan mengumpulkan informasi sebanyak mungkin, guru
meminta mereka membaca, menulis, atau menyusun argumen berdasarkan tema yang telah
diberikan kepada mereka.
Setelah argumen yang berkaitan dengan pokok bahasan atau masalah yang akan
dibahas oleh masing-masing kelompok selesai, masing-masing kelompok akan
menyampaikan presentasi dan berdiskusi. Guru menginstruksikan kelompok lain untuk
menjawab dan mengajukan pertanyaan setelah satu kelompok selesai menyampaikan
temuan dari topik atau masalah yang dipresentasikan.kemudian menginstruksikan
kelompok yang melakukan presentasi untuk menanggapi pertanyaan yang diajukan, dan
seterusnya, hingga keempat kelompok menyelesaikan presentasinya.
3.) Tugas Akhir Setelah memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan ide
atau komentar, instruktur menugaskan mereka untuk menulis kesimpulan.
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Politik (JPKP)
Vol. 3, No. 1, Juni 2025, page: 26-41
E-ISSN: 3025-9843
35
Janet Kessya Eklefin Mawu et.al (Peran Model Pembelajaran Problem...)
E. Teknik pengumpulan data
Persepsi Untuk melakukan observasi selama proses pembelajaran menggunakan lembar
observasi, peneliti meminta bantuan rekan kerja dalam kegiatan ini. e. Introspeksi Kegiatan
refleksi ini mencakup diskusi peneliti tentang peristiwa yang terjadi selama siklus I. Peneliti
akan membuat penyesuaian untuk perencanaan siklus berikutnya dengan memeriksa
kekurangan dan kelemahan dalam siklus I.
1. Lembar observasi Observasi adalah proses yang digunakan untuk melihat bagaimana
siswa menerapkan dan memperdalam pembelajaran mereka. Sebelum dan selama siklus yang
berhasil, observasi dilakukan. Observasi partisipatif adalah jenis observasi yang akan
digunakan, di mana peneliti mengamati proses penelitian, berinteraksi dengan objek studi, dan
mendokumentasikan observasi. Selain itu, instruktur memberikan setiap siswa lembar
observasi untuk mengevaluasi aktivitas belajar mereka berdasarkan sintaksis yang dinilai.
Peneliti melakukan observasi untuk penelitian ini dengan mengamati siswa di kelas VIII di
SMP Alkhairaat saat mereka terlibat dalam proses belajar mengajar.
2. Catatan Proses pengumpulan data dan informasi dalam bentuk buku, arsip, catatan,
angka tertulis, dan foto dalam bentuk laporan dan informasi yang dapat membantu penelitian
dikenal sebagai dokumentasi, menurut Sugiyono (2018: 476). Selama fase penelitian,
dokumentasi seperti foto dan video yang digunakan sebagai bukti aktual. Catatan yang
berkaitan dengan individu atau kelompok individu, kesempatan, atau pengalaman dalam
lingkungan sosial yang sangat bermanfaat dalam Peneliti akan mengumpulkan informasi untuk
catatan ini, termasuk gambar-gambar kegiatan belajar mengajar di SMP Alkhairaat Manado.
F. Analisis data
Tujuannya adalah untuk melihat bagaimana siswa berpartisipasi dalam proses
pembelajaran. Untuk menentukan persentase, informasi yang dikumpulkan dari lembar
observasi diolah dan diubah menjadi persentase (%).
Aspek partisipasi siswa
Keterangan:
∑ = Jumlah Persentase
n = Jumlah siswa yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran sesuai dengan skor
x = Jumlah seluruh siswa
Analisis data kualitatif untuk memberikan makna dari aktivitas belajar siswa dalam proses
pembelajaran. Jadi, analisis data diambil dari lembar observasi aktivitas belajar siswa dalam
melihat tingkat partisipasi siswa selama proses pembelajaran model Problem based learning.
Untuk menganalisis data, langkah-langkah yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut:
1. Reduksi Data: Reduksi data dalam penelitian ini hanya terkait dengan hal-hal yang
berkaitan dengan fokus penelitian, yaitu penerapan model Problem based learning dalam
meningkatkan partisipasi belajar siswa pada mata pelajaran PKn di Smp Alkhairaat Manado
dengan melihat indikator-indikator yang diteliti, yaitu sintaksis problem based learning beserta
indikator-indikatornya.
2. Penyajian Data: Setelah dilakukan proses penyederhanaan data, memilih data-data
penting, selanjutnya penulis menyajikan data-data yang akan disusun secara sistematis dan
mudah dipahami serta yang memberikan kemungkinan untuk diambil kesimpulan.
3. Kesimpulan: Setelah data terkumpul/disajikan selesai, peneliti membuat simpulan
berdasarkan bukti-bukti kuat dari pengumpulan data, reduksi data, dan penyajian data.
Simpulan ini merupakan jawaban atas rumusan masalah yang diteliti.
3. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan data penelitian di atas, pada bagian ini peneliti akan membahas secara rinci
sesuai dengan indikator yang diteliti yaitu sintaksis pembelajaran berbasis masalah yaitu
tahapan Orientasi Siswa pada Masalah, Mengorientasikan siswa pada belajar, Membimbing
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Politik (JPKP)
Vol. 3, No. 1, Juni 2025, page: 26-41
E-ISSN: 3025-9843
36
Janet Kessya Eklefin Mawu et.al (Peran Model Pembelajaran Problem...)
penyelidikan individu dan kelompok, Mengembangkan dan menghasilkan karya, Menganalisis
dan mengevaluasi proses pemecahan masalah beserta indikatornya yaitu mendengarkan guru
pada saat menyampaikan topik atau masalah yang akan dibahas dalam kelompok,
mendengarkan instruksi, mencari data/sumber/referensi, menulis, membaca, menyampaikan
argumen, menanggapi, mengajukan pertanyaan dan memberikan pertanyaan, memberikan
masukan atau saran, menulis simpulan.
1. Tahap Orientasi Siswa pada Masalah
Pada tahap ini merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh seorang guru sebelum
mengarahkan siswa untuk belajar. Pada tahap ini wajib dan diharuskan untuk melakukan
orientasi siswa pada masalah. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Endang Pujiarti dkk
dalam Goldthrope bahwa orientasi merupakan suatu pekerjaan bagi seorang individu
berdasarkan harapannya yang diwujudkan dalam pekerjaannya. Dimana dilanjutkan dengan
pendapat Menurut Iyam Maryawati pada tahun 2018 bahwa orientasi siswa terhadap masalah
dimana pembelajaran diawali dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan kegiatan yang
akan dilakukan, hal ini sangat penting untuk memberikan motivasi kepada peserta didik agar
mampu mengetahui pembelajaran yang akan dilaksanakan dimana guru menyampaikan tujuan
pembelajaran berdasarkan kompetensi dasar yang dipilih, kemudian guru menjelaskan metode
pembelajaran yang akan dilaksanakan melalui penyelidikan kerja kelompok dan penyajian
hasil.
Pada tahap orientasi peserta didik terhadap masalah ini, indikator kegiatan belajar yang
peneliti gunakan adalah mendengarkan guru pada saat menyampaikan suatu topik atau
masalah, sebagaimana yang dikemukakan oleh Burhan (1971:81) mendengarkan merupakan
suatu proses menangkap, memahami dan mengingat dengan sebaik-baiknya apa yang didengar
atau sesuatu yang disampaikan oleh orang lain. mendengarkan apa yang akan dibahas dalam
kelompok yang bertujuan agar peserta didik mengetahui apa yang akan dibahas atau
dilaksanakan pada tahap selanjutnya, maka diperlukan fokus dari peserta didik mendengarkan
pada saat guru menyampaikan topik. Berdasarkan hasil observasi peneliti pada siklus I dan
siklus II, jumlah peserta didik yang mendengarkan guru pada saat menyampaikan suatu topik
atau masalah berbeda-beda.
Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti temukan di lapangan pada siklus I masih
banyak siswa yang tidak mau mendengarkan penjelasan guru pada saat menyampaikan pokok
bahasan karena masih ada siswa yang berbicara dengan teman sebangkunya, meminta izin dan
bermain sehingga siklus I belum optimal, oleh karena itu berdasarkan refleksi diadakan siklus
II. Selain itu, berdasarkan lembar observasi yang ada, terlihat adanya peningkatan jumlah
siswa yang memperhatikan guru saat menyampaikan topik atau permasalahan pada siklus
kedua. Hal ini dikarenakan guru mampu mengidentifikasi kekurangan pada siklus pertama
melalui refleksi, sehingga dapat lebih mendekatkan diri dan selalu memberikan dorongan serta
perhatian kepada setiap siswa. Karena siswa terlibat dalam proses pembelajarandalam hal
ini dengan mendengarkan guru saat menyampaikan topik atau permasalahanpendekatan
pembelajaran berbasis masalah pada siklus kedua dinilai efektif.
2. Mempersiapkan siswa untuk belajar
Pada tahap ini, guru membimbing siswa untuk memulai proses pembelajaran. Sesuai
dengan jumlah kelompok 68 yang diperoleh dan pembahasan masalah, guru menginstruksikan
siswa untuk duduk lebih lambat. Mendengarkan arahan merupakan indikator pada tahap kedua
ini. Devito (2013) menegaskan bahwa, selain membaca, berbicara, dan menulis,
mendengarkan merupakan kegiatan komunikasi yang paling krusial dalam menilai signifikansi
suatu kegiatan berdasarkan durasinya. Berdasarkan hasil penelitian pada siklus pertama, masih
banyak siswa yang belum mengikuti, Akibat kurangnya minat siswa, proses pembelajaran
dengan menggunakan paradigma pembelajaran berbasis masalah tidak berjalan semulus yang
diharapkan. Akibatnya, penyesuaian masih harus dilakukan pada siklus berikutnya. Pada
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Politik (JPKP)
Vol. 3, No. 1, Juni 2025, page: 26-41
E-ISSN: 3025-9843
37
Janet Kessya Eklefin Mawu et.al (Peran Model Pembelajaran Problem...)
siklus kedua, lebih banyak siswa yang berpartisipasi dalam mendengarkan instruksi guru untuk
belajar, dan nasihat serta insentif belajar dari guru membantu siswa menjadi lebih fokus dan
mulai mengubah sikap tidak tertarik mereka.
3. Mengarahkan penelitian individu dan kolektif
Pada tahap pendampingan ini, instruktur memberikan instruksi individual dan kelompok
kepada siswa. Tiga indikator sekarang digunakan. Yang pertama adalah mencari informasi,
sumber, atau referensi, sebagaimana dinyatakan oleh Reds (2004) dalam leksikon daring
perpustakaan ilmu informasi oleh Azwar et al. (2017). Buku referensi, catatan katalog indeks
tercetak, layanan abstrak, basis data biografi orang daring, dan layanan di luar perpustakaan
yang dapat dipercaya untuk menyediakan informasi resmi adalah semua contoh publikasi yang
digunakan perpustakaan referensi untuk memberikan informasi otoritatif sebagai jawaban atas
pertanyaan referensi.
Berdasarkan hasil penelitian berdasarkan hasil observasi dimana pada siklus I karena
masih ada siswa yang tidak mau mencari referensi atau sumber topik yang diberikan karena
hanya bergantung pada teman satu kelompoknya dan adanya sikap acuh tak acuh
menyebabkan pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah indikator pertama belum optimal,
maka berdasarkan refleksi masih perlu dilaksanakan siklus berikutnya. Pada siklus II terjadi
peningkatan siswa dalam mencari data atau sumber atau referensi terhadap materi atau topik
yang diberikan karena guru juga berusaha melakukan perubahan dimana guru selalu memberi
motivasi dan membantu serta mengarahkan siswa agar semangat dalam mencari data bahkan
sumber referensi sesuai topik yang diberikan dapat terlaksana.
Indikator kedua yaitu menulis menurut Sukirman (2020) Menulis merupakan kegiatan
menuangkan ide, pikiran atau perasaan dalam lambang kebahasaan. Kegiatan ini melibatkan
aspek penggunaan tanda baca dan ejaan, penggunaan diksi dan kosakata, struktur kalimat,
pengembangan paragraf, pengelolaan gagasan dan pengembangan model karangan deskriptif.
Menulis merupakan suatu proses menemukan atau menggali ide yang akan diungkapkan dan
hal tersebut sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dasar yang dimiliki oleh seorang penulis.
Berdasarkan hasil penelitian yang ditemukan di lapangan pada siklus pertama lebih dari
separuh jumlah siswa kurang suka menulis karena menganggap bahwa menulis hanya
membuang waktu dan melelahkan serta ada sebagian siswa yang kurang memahami apa yang
seharusnya dituliskannya.
Pada siklus kedua terjadi peningkatan yang cukup signifikan dimana dari jumlah siswa
keseluruhan hampir seluruh siswa mengikuti kegiatan menulis dengan baik karena adanya
bimbingan dan petunjuk serta motivasi dari guru sehingga keinginan untuk menulis dari siswa
meningkat. Indikator ketiga yaitu membaca, menurut Erwin Harianto (2020) membaca
merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa dasar dan merupakan bagian atau
komponen dari komunikasi tertulis. Dalam komunikasi tertulis, seiring berjalannya waktu,
bunyi bahasa diubah menjadi lambang atau huruf tertulis. Membaca sebagai salah satu aspek
keterampilan berbahasa merupakan masalah yang banyak mendapat perhatian dalam
kehidupan manusia. Perhatian tersebut didasari oleh kesadaran akan pentingnya makna nilai
dan fungsi membaca dalam kehidupan bermasyarakat khususnya di sekolah.
Menurut Tarigan (1985:32) membaca merupakan suatu proses yang dilakukan dan
digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang ingin disampaikan pengarang melalui
kata-kata tertulis dan untuk menggali serta memahami makna yang terkandung dalam bahan
tertulis tersebut. Berdasarkan hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti pada siklus I masih
sedikit siswa yang membaca materi dengan baik karena ada siswa yang hanya bermain
melamun bercerita dengan temannya dan kurang berminat membaca dari beberapa siswa pada
siklus II terjadi peningkatan aktivitas membaca sesuai dengan tabel observasi dimana siswa
sudah mulai fokus dalam membaca materi karena guru juga berusaha untuk melakukan
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Politik (JPKP)
Vol. 3, No. 1, Juni 2025, page: 26-41
E-ISSN: 3025-9843
38
Janet Kessya Eklefin Mawu et.al (Peran Model Pembelajaran Problem...)
perubahan dimana guru selalu memberi motivasi dan membantu serta mengarahkan siswa
sehingga timbul keaktifan dan semangat membaca dari siswa.
4. Mengembangkan dan menghasilkan karya
Pada tahap mengembangkan dan menghasilkan karya dimana guru membagi keempat
kelompok sebelumnya untuk memperlancar proses pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran berbasis masalah dan pada tahap mengembangkan dan menghasilkan karya yang
terdiri dari tiga indikator yaitu, yang pertama adalah indikator menyampaikan argumen.
Menurut Cross et al (2008) keterampilan argumentasi dalam pendidikan seni penting karena
keterampilan argumentasi dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa dan memperluas
pengetahuannya dengan memperoleh ide-ide baru. Kemudian menurut MC Neill dan Krajcik
(2009) Subuh mengungkapkan bahwa melalui argumentasi seseorang dapat menunjukkan
pertanyaan tentang teori yang dikemukakan itu benar atau tidak dengan mengacu pada fakta
atau bukti yang ditunjukkan. dari setiap kelompok untuk memulai diskusi.
Berdasarkan hasil penelitian pada siklus I aktivitas siswa dalam menanggapi argumen
masih kurang aktif dalam memberikan argumen karena model pembelajaran berbasis masalah
baru pertama kali diterapkan sehingga siswa tersebut masih menyesuaikan diri dengan model
pembelajaran yang baru pada siklus II terjadi peningkatan yang cukup baik karena siswa lebih
termotivasi untuk ikut mengaktivkan diri dalam menanggapi argumen, sudah banyak yang
mampu memberikan tanggapan terhadap argumen yang diberikan, meskipun masih ada
kekurangan dalam menanggapi argumen. Indikator yang kedua yaitu menanggapi,
Berdasarkan hasil penelitian pada siklus I aktivitas siswa dalam menanggapi argumen masih
banyak siswa yang kurang aktif dalam memberikan argumen dikarenakan model pembelajaran
problem basic learning baru pertama kali dilaksanakan sehingga siswa tersebut masih dalam
tahap menyesuaikan diri dengan model pembelajaran yang baru pada siklus II terjadi
peningkatan yang cukup baik karena siswa lebih banyak yang termotivasi untuk ikut
mengaktifkan diri dalam menanggapi argumen, banyak yang mampu memberikan tanggapan
terhadap argumen yang diberikan, walaupun masih terdapat kekurangan dalam menanggapi
argumen.
Indikator ketiga yaitu bertanya dan menjawab pertanyaan, berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan bahwa pada siklus I menyatakan bahwa partisipasi siswa dalam bertanya
dan menjawab pertanyaan dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
berbasis masalah belum berjalan secara optimal karena siswa belum tahu bagaimana cara
bertanya atau masih malu kemudian pada siklus II setelah guru memberikan arahan lebih
lanjut tentang cara bertanya dan memotivasi siswa bahwa tidak perlu malu untuk bertanya
karena ketika ada yang ingin ditanyakan lebih baik langsung disampaikan pada saat kelompok
presentasi agar semua audiens yang ingin tahu tentang apa yang disampaikan oleh kelompok
presentasi dapat terjawab sehingga pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
berbasis masalah berjalan dengan efektif dan terdapat peningkatan partisipasi dari siswa ya 5.
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Pada tahap ini terdapat 2 indikator dan sebagai penutup dalam sintaks pembelajaran
berbasis masalah yaitu Memberikan masukan atau saran, Berdasarkan hasil penelitian pada
siklus I aktivitas siswa dalam memberikan masukan masih banyak siswa yang belum aktif
karena model pembelajaran berbasis masalah ini baru pertama kali dilaksanakan sehingga
siswa tersebut masih dalam tahap menyesuaikan diri dengan model pembelajaran yang baru
pada siklus II terjadi peningkatan yang cukup baik karena siswa lebih banyak yang termotivasi
untuk ikut mengaktifkan diri dalam memberikan masukan atau saran. Kemudian pada
indikator kedua yaitu Menuliskan simpulan merupakan langkah terakhir dalam proses
pembelajaran dimana siswa dengan bimbingan guru akan membuat simpulan dari argumen
yang diberikan guru dan setiap anggota kelompok pada tahap selanjutnya hasil argumen atau
simpulan yang telah dikumpulkan kemudian semua siswa menuliskan simpulan di buku.
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Politik (JPKP)
Vol. 3, No. 1, Juni 2025, page: 26-41
E-ISSN: 3025-9843
39
Janet Kessya Eklefin Mawu et.al (Peran Model Pembelajaran Problem...)
Berdasarkan hasil penelitian melalui lembar Observasi bahwa pada siklus I ditemukan
masih banyak siswa yang tidak menulis karena kurangnya konsentrasi mengingat menulis
merupakan salah satu hal yang melelahkan dan siswa yang sudah malas menulis tidak mau
cepat pulang, kemudian pada siklus II terjadi peningkatan dimana menurut refleksi guru
mengetahui alasan mereka kurang bersemangat dalam menulis.ng mengerjakan dan
melaksanakan. tidak mau menulis sehingga guru lebih memperhatikan siswa dan pada saat itu
pada pelaksanaan siklus kedua banyak yang mau menulis. Berdasarkan hasil observasi yang
telah dilakukan pada siklus pertama masih banyak kekurangan dimana masih banyak siswa
yang masih menyesuaikan diri dengan proses pembelajaran dengan menggunakan model
problem based learning, masih banyak yang mau bertanya, takut salah, takut ditertawakan dan
dapat dikatakan pada siklus pertama masih banyak siswa yang kurang aktif sehingga
berdasarkan refleksi masih diperlukan perbaikan atau perubahan.
Guru memperhatikan kekurangan yang ada sehingga pada siklus kedua guru
melaksanakan pembelajaran berdasarkan perbaikan yang telah direncanakan sebelumnya, guru
menciptakan suasana kelas yang menyenangkan dan lebih mendekatkan diri dengan siswa,
terutama siswa yang pasif karena motivasi dan bimbingan dari guru juga sangat menunjang
dalam proses pembelajaran sehingga pada siklus II terjadi peningkatan partisipasi belajar
siswa, walaupun pada siklus II proses pembelajaran dengan menggunakan model problem
based learning terjadi peningkatan, tetapi masih perlu adanya perbaikan karena masih ada
siswa yang belum ikut berpartisipasi dalam pembelajaran.
Hal ini dikarenakan siswa tersebut memiliki sifat yang sangat bodoh, pemalu dan kurang
percaya diri, guru sudah berusaha memberikan motivasi, arahan dan bimbingan kepada siswa
agar partisipasinya meningkat. Berdasarkan hasil observasi dan refleksi, proses pembelajaran
dengan menggunakan model problem based learning pada mata pelajaran PKn sudah sesuai
dengan yang diharapkan. Sebagian siswa sudah menunjukkan partisipasi aktif pada saat
pembelajaran, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa penerapan model pembelajaran tersebut
dapat meningkatkan partisipasi belajar siswa pada mata pelajaran PKn di SMP Alkhairaat
Manado.
4. Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
Peneliti dapat menarik berbagai simpulan dari proses pembelajaran dengan teknik model
pembelajaran berbasis masalah dan indikator aktivitas belajar siswa berdasarkan penjelasan
dan pembahasan pada bab sebelumnya, yaitu:
a. Partisipasi belajar siswa kelas VIII SMP Alkhairaat Manado dapat ditingkatkan dengan
menerapkan model pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran PKn.
b. Dengan menggunakan paradigma pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran
PKn, siswa kelas VIII SMP Alkhairaat Manado dapat lebih terampil dalam
menyampaikan pendapatnya sehingga tercipta suasana belajar yang positif.
c. Penerapan paradigma pembelajaran berbasis masalah menunjukkan suasana belajar
mengajar yang tidak monoton dan lebih berfokus pada siswa dan guru.
d. Siswa yang menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis masalah dapat
menunjukkan kemampuannya dalam memperhatikan instruksi guru pada saat proses
belajar mengajar. 5. Saling berbagi pemikiran tentang hasil diskusi yang telah dilakukan
guru, menjawab hasil temuan kelompok lain, bahkan bertanya apabila ada yang kurang
dipahami, kemudian menanggapi pertanyaan kelompok lain, mengajukan pertanyaan,
dan menutup pembelajaran dengan memberikan saran atau masukan serta
menuliskannya dengan baik. 6. Melihat adanya peningkatan yang cukup signifikan pada
siklus 2, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran berbasis
masalah di Smp Alkhairaat Manado telah berhasil dan sesuai dengan harapan.
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Politik (JPKP)
Vol. 3, No. 1, Juni 2025, page: 26-41
E-ISSN: 3025-9843
40
Janet Kessya Eklefin Mawu et.al (Peran Model Pembelajaran Problem...)
B. Saran
a. Guru perlu lebih menyadari masalah atau tantangan yang dihadapi siswa yang
kesulitan dengan model pembelajaran berbasis masalah. Mereka juga harus membantu
siswa berkembang dengan terus-menerus mendorong mereka dan terus memberi
mereka kesempatan untuk menunjukkan kemampuan mereka.
b. Agar tujuan pembelajaran tetap terpenuhi, siswa harus lebih terlibat dan antusias
dalam partisipasi mereka di kelas. Mereka tidak perlu mengolok-olok siswa lain
karena memiliki pendapat yang salah karena mereka ingin mengembangkan
keberanian untuk menyuarakan pendapat mereka sendiri atau untuk bertanya dan
menanggapi pertanyaan.
c. Untuk memfasilitasi dan mempercepat penyelesaian penelitian, peneliti masa depan
harus menyediakan semua bahan yang diperlukan. Penelitian ini dapat berfungsi
sebagai sumber informasi untuk penelitian masa depan.
5. Daftar Pustaka
AL Lontoh, TD Wua, AS Wibowo. 2024. Buku Pendidikan Kewarganegaraan.
Ardhani, Raden rara, Vivy Kusuma. 2012. Chalenging issues in learning english Listening: A
Correlational study in University Level. Journal of English And Education.
Arikunto Suharsimi, suhardjo, supardi. 2015. Buku Penelitian tindakan kelas (edisi Revis).
Jakarta : PT bumi aksara.
Azmi, S. (2016). Pendidikan Kewarganegaraan Merupakan Salah Satu Pengejawantahan
Dimensi Manusia sebagai makhluk individu , Sosial, Susila, dan makhluk religi.
Azwar,M.,Amaliah,R. 2017. “Pemanfaatan jurnal elektronik sebagai sumber referensi dalam
penulisan skripsi di institut pertanian Bogor,Librarial’.5(1), 1-24.
Biringan, Julien. (2014). Pendidikan kewarganegaraan Sebagai pendidikan moral Dan budi
pekerti. Pusat penelitian STKIP kusuma negara.
Dasopang, (2017). Belajar dan pembelajaran. Kajian ilimu ilmu keislaman.
Elsy dian, S. S. (2015). Penerapan model pembelajaran think pair share di[padu problem based
learning untuk meningkatkan partisipasi dan pemahaman siswa. 52-58.
Emanuel lamalelang. 2017. Penerapan sytrategi Problem based learning (PBL) untuk
meningkatkan partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran pkn kelas IV SD N Sawit.
Jurnal pendidikan guru sekolah dasar edisi 4.
Erik de graaff, A. k. (2003). Characteristics of problem based learning. 657-662.
Fahmi. (2021). Dalam D. a. prasetyo, Penelitian Tindakan kelas panduan lengkap dan praktis
(hal. 1-16).
Faizah,L., Probosari,R,M.,& Karyanto,P. 2018. Penerapan Problem based learning untuk
meningkatkan ketrampilan argumentasi lisan siswa kelas XI pada mata pelajaran
biologi. Jurnal Biotek,6 (2),1-12.
Fakhrurrazi. (2018). Hakikat pembelajaran yang efektif. Jurnal at-tafkir, 11.
Harianto,E. (2020). Ketrampilan membaca dalam pembelajaran bahasa. Didaktika: Jurnal
Kependidikan, 9 (1), 1-8.
Henk G Schmidt, J. i. (2011). The process of problem based learning: what works and why.
Medical education, 792-806.
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Politik (JPKP)
Vol. 3, No. 1, Juni 2025, page: 26-41
E-ISSN: 3025-9843
41
Janet Kessya Eklefin Mawu et.al (Peran Model Pembelajaran Problem...)
Khermarinah. 2021. Buku Penelitian tindakan kelas untuk guru inspirasi. CV
Adanu Abimata. 67-68.
K, F. (2019). Proses Pengembangan kurikulum.
Kilroy, D. (2003). Problem base learning. Emergency department, 412-413.
Lubis,H,S Turrohmah,N., & Nunzairina,N,Y. 2023. Analisis kemampuan membaca anak usia
dini Di RA AL-Huda Kecamatan Sawit Seberang. ability: Journal of education and
social analysis,6-11
Melisa selly Anggaeningati,Supriono, Sri suneki. (2024). Implementasi PBL dalam
meningkatkan partisipasi siswa melalui pendidikan pancasila di SMPN 14 Semarang.
Jurnal ilmiah civis. Vol XIII, No 1.
Nur awaliah, r. r. (2023). Penerapan model pembelajaran problem based learning untuk
meningkatkan partisipasi aktif peserta diduik dalam proses pembelajaran dikelas v sd
negeri centra malino kabupaten gowa. Jurnal inovasi pembelajaran dan pendidikan
1096-1098.
Pangalila,T. (2017). Peningkatan civic disposition siswa melalui pembelajaran (PKn). Jurnal
pendidikan kewarganegaraan. Hal 91-103.
Patresya nova mainake, c. m. (2021). Pengunaan model problem based learning (PBL) untuk
meningkatkan hasil belajar siswa. Jurnal pendidikan, 13-16.
Ratna harmain. (2021). Upaya meningkatkan partisipasi siswa pada materi mengidentifikasi
macam macam limbah melalui metode diskusi. Jurnal pengabdian masyarakat. Vol 1.
Hal 36-37.
Rades Kasi. (2023). Pembelajaran aktif :Mendorong partisipasi siswa. OSP Preprint Hal 1-3.
sari, D. d. (2012). "Penerapan model problem based learning (PBL) untuk meningkatklan
kemampuan berpikir kritis peserta didik pada pembelajaran ipa kelas VIII smp negeri 5
sleman". 6-8.
Sukirman,S. 2020. "Tes kemampuan ketrampilan menulis dalam pembelajaran bahasa
indonesia di sekolah". Jurnal Konsepsi, 9 (2), 72-81.
Suryani. 2013. "Komunikasi interpersonal dan iklim komunikasi dalam organisasi". Jurnal
dakwah Tabligh, 14(1) 115-126.
U setyorini, s. B. (2011). Penerapan model problem based learning dalam meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa smp. 52-56.
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang sistem pendidikan nasional.