Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Politik (JPKP)
Vol. 3, No. 1, Juni 2025, page: 95-102
E-ISSN: 3025-9843
95
Herdian Tria Wulan Sari et.al (Implementasi Pendidikan Kewarganegaraan Dan....)
Implementasi Pendidikan Kewarganegaraan Dan
Citizenship Education Longitudinal Study
(CELS)
Dalam Pembentukan Warga Negara Demokratis
Herdian Tria Wulan Sari
a,1
, Dini Andreswari Prianbudi
b,2
, Ade Irfan Maulana
c,3
, Irawan Hadi
Wiranata
d,4
, Hamidah Ulfa Fauziah
e,5
a,b,c,d,e
Universitas Nusantara PGRI Kediri, Jl. Ahmad Dahlan No.76, Kota Kediri 64112, Indonesia
1
herdiantriaws@gmail.com;
2
diniprianbudi20@gmail.com;
3
adeirfanmaulana10@gmail.com;
4
wiranata@unpkdr.ac.id;
5
fauziah24ulfa@gmail.com
INFO ARTIKEL
ABSTRAK
Sejarah Artikel:
Diterima: 23 April 2025
Direvisi: 4 Mei 2025
Disetujui: 29 Mei 2025
Tersedia Daring: 1 Juni 2025
Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia memiliki peran strategis
dalam membentuk warga negara yang demokratis, aktif, dan
bertanggung jawab. Penelitian ini berfokus pada implementasi
kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan dalam Kurikulum Merdeka
serta membandingkannya secara konseptual dengan temuan dari
Citizenship Education Longitudinal Study. Metode yang digunakan adalah
deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi literatur terhadap
dokumen kurikulum dan hasil-hasil studi pendidikan kewarganegaraan.
Hasil kajian menunjukkan bahwa Kurikulum Merdeka telah
mengintegrasikan nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia melalui
pembelajaran berbasis projek, penguatan Profil Pelajar Pancasila, serta
pengembangan keterampilan berpikir kritis dan kolaboratif. Sementara
itu Citizenship Education Longitudinal Study, menegaskan bahwa
pendidikan kewarganegaraan yang kontekstual dan berkelanjutan
berkontribusi signifikan dalam meningkatkan partisipasi dan kesadaran
demokratis peserta didik. Simpulan penelitian menunjukkan bahwa
integrasi nilai-nilai kewarganegaraan dalam kurikulum, bila disertai
strategi pembelajaran partisipatif, mampu membentuk warga negara
yang berdaya, demokratis, dan bertanggung jawab dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Kata Kunci:
Pendidikan
Kewarganegaraan
Kurikulum Merdeka
Demokrasi
CELS
Pelajar Pancasila
ABSTRACT
Keywords:
Civic Education
Merdeka Curriculum
Democracy
CELS
Pancasila Student Profile
Civic Education in Indonesia plays a strategic role in shaping democratic,
active, and responsible citizens. This study focuses on the implementation
of Civic Education in the Merdeka Curriculum and conceptually compares
it with findings from the Citizenship Education Longitudinal Study (CELS).
Using a qualitative descriptive method with a literature review approach,
the study analyzes key sources on civic education and recent curriculum
documents. The findings reveal that the Merdeka Curriculum integrates
democratic values and human rights through project-based learning, the
reinforcement of the Pancasila Student Profile, and the development of
critical and collaborative thinking skills. Meanwhile, CELS highlights that
contextual and continuous civic education significantly contributes to
students' engagement in democratic processes. The study concludes that
the integration of civic values into the curriculum, when supported by
participatory learning strategies, has strong potential to cultivate
empowered, democratic, and responsible citizensy.
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Politik (JPKP)
Vol. 3, No. 1, Juni 2025, page: 95-102
E-ISSN: 3025-9843
96
Fifi Fatmawati et.al (Pengaruh Penggunaan Smartphone Terhadap...)
©2025, Herdian Tria Wulan Sari, Dini Andreswari Prianbudi, Ade Irfan Maulana,
Irawan Hadi Wiranata, Hamidah Ulfa Fauziah
This is an open access article under CC BY-SA license
1.
Pendahuluan
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada hakikatnya merupakan proses
interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga akan terjadi perubahan perilaku
kearah yang lebih baik (Rohana, 2018; Abdulatif & Dewi, 2021; Lisnawati et al., 2022).
Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia memiliki peran strategis dalam membentuk
karakter warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, Pendidikan
Kewarganegaraan dimasukkan ke dalam kurikulum di semua jenjang pendidikan, mulai dari
sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Proses perancangan, pengembangan, pelaksanaan,
hingga evaluasi pembelajarannya dilakukan mengacu pada tujuan pendidikan nasional yang
menekankan pembentukan insan yang beriman, berakhlak mulia, cerdas, dan demokratis
(Samsudin & Kidam, 2019; Sukriyatun, 2022). Kendati demikian, implementasi Pendidikan
Kewarganegaraan di Indonesia belum sepenuhnya mampu menutup kesenjangan antara
idealisme kurikulum dengan praktik di kelas. Studi menunjukkan bahwa pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan kerap didominasi aspek kognitif (Yunita et al., 2025), dengan
metode ceramah yang monoton sehingga peserta didik cepat bosan, kurang termotivasi, dan
jarang terlibat aktif dalam diskusi kritis.
Kurikulum Merdeka hadir sebagai solusi untuk menjawab tantangan tersebut dengan
pendekatan pembelajaran berbasis proyek, penguatan Profil Pelajar Pancasila, serta
pengembangan keterampilan berpikir kritis dan kolaboratif (Amanullah et al., 2023;
Wulansari, 2023). Pendekatan ini dirancang untuk mendorong peserta didik menginternalisasi
nilai-nilai kewarganegaraan secara kontekstual, bukan sekadar normatif. Namun, dalam
praktiknya, pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan masih menghadapi kendala, seperti
dominasi aspek kognitif, metode pembelajaran yang kurang variatif, dan lemahnya
internalisasi nilai-nilai demokrasi dalam konteks nyata. Permasalahan ini menimbulkan
kesenjangan antara idealisme kurikulum dengan praktik di kelas, di mana aspek afektif dan
psikomotor kerap terabaikan (Muin et al., 2022).
Hal tersebut menutut pembaruan strategi
pembelajaran untuk memastikan bahwa nilai-nilai kewarganegaraan tidak hanya dipelajari
tetapi juga dihayati dan diamalkan oleh peserta didik.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan masih didominasi oleh ceramah konvensional yang bersifat satu arah,
sehingga peserta didik kurang mendapatkan ruang untuk berdialog, berargumentasi, atau
mengalami langsung nilai-nilai demokrasi dan kebangsaan. Dalam konteks pembelajaran di
sekolah, terdapat berbagai kendala yang menyebabkan hasil dari Pendidikan Kewarganegaraan
belum dapat diimplementasikan secara optimal. Beberapa faktor penyebabnya antara lain
rendahnya pemahaman guru mengenai pendekatan pembelajaran inovatif, seperti
pembelajaran berbasis proyek atau pembelajaran partisipatif (Talahatu et al., 2024; Titaley &
Situru, 2024), turut menjadi penghambat utama. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan kritis:
sejauh mana Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia mampu membentuk warga negara
yang aktif, kritis, dan demokratis sebagaimana diamanatkan dalam tujuan pendidikan nasional.
Mengingat tantangan global yang semakin kompleks, sudah seharusnya Pendidikan
Kewarganegaraan tidak hanya berfokus pada pengetahuan teoretis (Nanggala & Suryadi, 2020;
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Politik (JPKP)
Vol. 3, No. 1, Juni 2025, page: 95-102
E-ISSN: 3025-9843
97
Fifi Fatmawati et.al (Pengaruh Penggunaan Smartphone Terhadap...)
Sahi, 2024), tetapi juga pada penanaman nilai dan praktik demokrasi secara kontekstual dalam
kehidupan sehari-hari.
Sebagai perbandingan, menurut Keating et al., (2012) Citizenship Education
Longitudinal Study (CELS) di Inggris menunjukkan bahwa pendekatan partisipatif dan
kontekstual, seperti simulasi demokrasi dan diskusi isu aktual, mampu meningkatkan
keterlibatan sipil dan kesadaran demokratis peserta didik. CELS di Inggris merupakan
penelitian longitudinal berskala besar di Inggris yang dilaksanakan oleh National Foundation
for Educational Research (NFER) sejak 2001 untuk menganalisis dampak jangka panjang
pendidikan kewarganegaraan terhadap pengetahuan, sikap dan partisipasi politik peserta didik
berusia 11 18 tahun, dengan melibatkan lebih dari 18.000 peserta didik dari 300 sekolah
melalui kuesioner, wawancara, dan analisis dokumen kurikulum. CELS menunjukkan bahwa
pendekatan partisipatif dan kontekstual, termasuk pelibatan peserta didik dalam simulasi
demokrasi dan diskusi isu aktual, berpengaruh positif terhadap keterlibatan sipil dan kesadaran
demokratis peserta didik.
Oleh karena itu, artikel ini bertujuan untuk menganalisis secara mendalam
implementasi Pendidikan Kewarganegaraan dalam Kurikulum Merdeka serta
membandingkannya secara konseptual dengan temuan dari Citizenship Education
Longitudinal Study (CELS). Analisis ini didasarkan pada asumsi bahwa pendidikan
kewarganegaraan yang efektif tidak hanya bersifat deklaratif atau normatif, tetapi juga harus
teruji secara empiris dalam membentuk pengetahuan, keterampilan, dan disposisi kewargaan
yang demokratis. Nilai kebaruan (novelty) yang ditawarkan dalam kajian ini terletak pada
integrasi pendekatan longitudinal berbasis temuan CELS ke dalam konteks pendidikan
Indonesia. Melalui kajian terhadap kurikulum, strategi pembelajaran, dan evaluasi Pendidikan
Kewarganegaraan dalam Kurikulum Merdeka, artikel ini mengusulkan model pembelajaran
yang lebih kontekstual dan partisipatif. Pendekatan tersebut bertujuan untuk memperkuat
demokratisasi pendidikan, selaras dengan Hidayat (2022) dalam upaya global membangun
kompetensi warga negara abad ke-21 yang berdaya kritis, toleran, dan mampu berpartisipasi
aktif dalam masyarakat plural.
2.
Metode
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif (Sari et al., 2024) dengan
pendekatan studi literatur untuk menganalisis implementasi Pendidikan Kewarganegaraan
dalam kurikulum Merdeka dan membandingkannya dengan temuan Citizenship Education
Longitudinal Study (CELS). Data diperoleh dari berbagai sumber sekunder, seperti buku teks,
jurnal ilmiah, dokumen kurikulum, dan laporan penelitian Pendidikan Kewarganegaraan di
Indonesia dan Inggris. Analisis dilakukan dengan teknik content analysis terhadap
implementasi Pendidikan Kewarganegaraan dalam Kurikulum Merdeka serta pendekatan
CELS terhadap pembentukan warga negara.
Pendekatan studi literatur dipilih karena memungkinkan peneliti untuk melakukan
sintesis kritis dan sistematis atas berbagai hasil penelitian sebelumnya (Yusuf & Khasanah,
2019), sehingga temuan lebih komprehensif dan terhubung dengan konteks global. Menurut
(Iqbal, 2014), metode content analysis sangat sesuai untuk menggali tema-tema laten dan pola
narasi dalam dokumen kebijakan atau hasil studi empiris, sehingga dapat mengidentifikasi
kesenjangan antara idealisme kurikulum dan praktik di kelas. Prosedur analisis meliputi tahap
identifikasi sumber, pengumpulan data sekunder yang relevan, kategorisasi tema, serta
interpretasi hasil dalam konteks pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Sumber utama
termasuk dokumen kurikulum nasional, hasil penelitian tentang Kurikulum Merdeka
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Politik (JPKP)
Vol. 3, No. 1, Juni 2025, page: 95-102
E-ISSN: 3025-9843
98
Fifi Fatmawati et.al (Pengaruh Penggunaan Smartphone Terhadap...)
(Amanullah et al., 2023; Wulansari, 2023), serta studi longitudinal CELS (Keating et al.,
2012). Dengan demikian, hasil analisis diharapkan dapat memberikan gambaran mendalam
dan kontekstual mengenai peluang dan tantangan implementasi Pendidikan Kewarganegaraan
di era Kurikulum Merdeka.
3.
Hasil dan Pembahasan
Implementasi Pendidikan Kewarganegaraan (Pendidikan Kewarganegaraan) dalam
Kurikulum Merdeka di Indonesia menunjukkan desain konseptual yang progresif dengan
menekankan pembelajaran berbasis proyek, penguatan Profil Pelajar Pancasila (Pratama, 2023),
dan pengembangan kompetensi abad ke-21. Secara dokumen kebijakan, Kurikulum Merdeka
dirancang untuk memfasilitasi peserta didik dalam menginternalisasi nilai-nilai demokrasi
melalui pengalaman belajar kontekstual, menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, kolaboratif,
kreatif, serta sikap toleran. Konsep ini menandai pergeseran paradigma dari pendekatan
normatif-deklaratif menuju pembelajaran yang bersifat reflektif dan partisipatif. Namun, hasil
studi literatur menunjukkan bahwa di tingkat implementasi sekolah, konsep tersebut masih
menghadapi tantangan signifikan yang menyebabkan terjadinya kesenjangan antara idealisme
kurikulum dengan praktik pengajaran di kelas.
Temuan analisis menunjukkan bahwa sebagian besar guru Pendidikan Kewarganegaraan
belum optimal mengintegrasikan model pembelajaran berbasis proyek secara sistematis. Banyak
guru yang masih mengandalkan metode ceramah konvensional dengan pola satu arah (Nurjanah
& Mustofa, 2024; Risana et al., 2025). Pola ini membuat peserta didik cenderung pasif dan lebih
diarahkan pada penguasaan pengetahuan kognitif tentang norma, hukum, atau nilai-nilai
Pancasila tanpa memberi ruang untuk eksplorasi makna, refleksi kritis, dan penerapan dalam
konteks sosial mereka. Akibatnya, kompetensi afektif dan psikomotor, seperti kemampuan
berdialog, berargumentasi, menyelesaikan konflik secara demokratis, serta mengambil
keputusan kolektif, kurang terasah secara signifikan.
Selain itu, keterbatasan pemahaman dan keterampilan pedagogis guru menjadi faktor
penentu yang turut menjelaskan ketidaksesuaian antara desain kurikulum dengan
implementasinya. Guru umumnya belum terlatih secara memadai untuk menerapkan
pembelajaran berbasis proyek yang menuntut perencanaan kolaboratif, asesmen autentik, serta
fasilitasi diskusi terbuka dan refleksi kritis. Studi literatur memperlihatkan bahwa pengembangan
profesional guru untuk menguasai metode partisipatif masih bersifat sporadis dan tidak merata.
Hal ini berdampak pada rendahnya kemampuan guru merancang skenario pembelajaran yang
mendorong peserta didik berperan aktif dalam memecahkan masalah sosial, mengelola
perbedaan pendapat, atau melakukan tindakan sosial nyata di lingkungan sekitar.
Di sisi lain, kendala implementasi juga dipengaruhi oleh faktor struktural dan kultural di
sekolah. Banyak sekolah menghadapi keterbatasan sumber daya seperti bahan ajar kontekstual,
media pembelajaran interaktif, atau waktu pembelajaran yang cukup untuk pengembangan
proyek. Sekolah juga masih dipengaruhi oleh budaya pembelajaran eksaminatif (Ahdiyat &
Barat, 2021) yang mengutamakan pencapaian nilai kognitif dalam ujian dibandingkan
pengembangan karakter dan nilai demokrasi. Paradigma ini membuat guru merasa tertekan untuk
menuntaskan target kurikulum berbasis konten, sehingga enggan melakukan pendekatan
berbasis proyek atau diskusi yang dianggap memakan waktu lebih lama.
Jika dilihat dari perspektif teori pembelajaran konstruktivis, temuan ini menunjukkan
adanya disonansi antara teori yang dianut Kurikulum Merdeka dan praktik kelas. Teori
konstruktivisme menekankan bahwa pengetahuan dibangun secara aktif melalui interaksi sosial,
diskusi kritis, dan refleksi kontekstual (Salsabila & Muqowim, 2024; Azzahra et al., 2025;
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Politik (JPKP)
Vol. 3, No. 1, Juni 2025, page: 95-102
E-ISSN: 3025-9843
99
Fifi Fatmawati et.al (Pengaruh Penggunaan Smartphone Terhadap...)
Wahyuni et al., 2025). Dalam praktik yang ditemukan, pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan di banyak sekolah justru cenderung berorientasi pada transfer pengetahuan
yang bersifat statis dan normatif. Peserta didik tidak memperoleh pengalaman otentik untuk
memaknai konsep-konsep demokrasi melalui kegiatan partisipatif. Hal ini menghambat
pengembangan keterampilan metakognitif yang penting untuk menilai isu-isu sosial secara kritis.
Lebih jauh, jika dibandingkan dengan temuan Citizenship Education Longitudinal Study
(CELS) di Inggris, terlihat perbedaan mendasar dalam strategi implementasi dan pendekatan
pedagogis. CELS menekankan pentingnya pengalaman belajar partisipatif seperti simulasi
demokrasi, debat isu aktual, dan diskusi terbuka yang melibatkan peserta didik dalam analisis
isu-isu publik yang relevan dengan kehidupan mereka. Pendekatan ini memungkinkan peserta
didik tidak hanya memahami nilai-nilai demokrasi secara teoritis tetapi juga mengembangkan
sikap dan keterampilan untuk terlibat secara aktif dalam proses demokrasi. Penekanan pada
konteks lokal dan pengalaman nyata dalam CELS juga membuktikan efektivitasnya dalam
meningkatkan kesadaran politik dan komitmen kewargaan peserta didik.
Hasil analisis juga menunjukkan bahwa pendekatan CELS bersifat longitudinal dan
sistematis, melibatkan evaluasi berkelanjutan terhadap pengetahuan, sikap, dan perilaku
kewargaan peserta didik selama masa sekolah. Hal ini menjadi pembeda penting dengan
implementasi Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia yang cenderung kurang memiliki
mekanisme evaluasi holistik untuk mengukur capaian afektif dan psikomotor. Penilaian
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia masih dominan berbasis ujian tulis
dengan soal kognitif (Hasnunidah & Juli Wiono, 2019), sementara pengukuran keterampilan
argumentasi (Atmojo et al., 2024), refleksi kritis, dan pengambilan keputusan demokratis belum
menjadi komponen asesmen utama.
Dalam konteks teori pendidikan demokratis, hasil analisis menunjukkan bahwa
implementasi Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia belum optimal dalam memfasilitasi
peserta didik untuk mengalami proses deliberasi demokratis yang esensial. Teori pendidikan
demokratis menekankan pentingnya sekolah sebagai arena praktik demokrasi di mana peserta
didik belajar mendengarkan, merespons pandangan berbeda, dan mencapai kesepakatan melalui
musyawarah. Praktik kelas di Indonesia masih cenderung menempatkan guru sebagai pusat
otoritas pengetahuan dan pengambil keputusan tunggal (Edi, 2025), sehingga dialog setara dan
partisipasi peserta didik kurang berkembang (Komariah & Wahyuni, n.d.; Susanti et al., 2023).
Kondisi tersebut menyebabkan kurang optimalnya penanaman nilai-nilai demokrasi yang
relevan dengan konteks nyata dan mudah diterapkan.
Selain itu, dalam perspektif teori perkembangan moral, pembelajaran yang terlalu
berorientasi pada hafalan nilai-nilai Pancasila tanpa pengujian kritis dapat menghasilkan
moralitas heteronom, yaitu ketaatan pada norma tanpa pemahaman mendalam atau komitmen
personal. Pendekatan seperti ini kurang mendukung perkembangan moral otonom yang ditandai
dengan kemampuan peserta didik untuk merasionalisasi nilai, mengambil keputusan etis secara
mandiri, dan bertanggung jawab atas pilihannya. CELS menunjukkan bahwa pembelajaran
partisipatif yang menempatkan peserta didik sebagai subjek aktif dapat membantu transisi dari
moralitas heteronom ke moralitas otonom.
Secara keseluruhan, hasil analisis ini menjawab tujuan penelitian yang ingin
menganalisis implementasi Pendidikan Kewarganegaraan dalam Kurikulum Merdeka dan
membandingkannya dengan temuan CELS. Penelitian ini menemukan bahwa meskipun
Kurikulum Merdeka menawarkan rancangan pembelajaran kontekstual, berbasis proyek, dan
berorientasi profil Pelajar Pancasila, pada tingkat implementasi sekolah masih terdapat dominasi
pendekatan konvensional yang bersifat kognitif-deklaratif. Dibandingkan dengan CELS yang
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Politik (JPKP)
Vol. 3, No. 1, Juni 2025, page: 95-102
E-ISSN: 3025-9843
100
Fifi Fatmawati et.al (Pengaruh Penggunaan Smartphone Terhadap...)
menunjukkan efektivitas pendekatan partisipatif-kontekstual dalam membangun keterlibatan
sipil, Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia memerlukan transformasi mendalam pada level
pedagogi, pelatihan guru, evaluasi, dan budaya sekolah.
Dengan demikian, untuk menjembatani kesenjangan antara idealisme kurikulum dan
praktik, dibutuhkan strategi pengembangan profesional guru yang lebih sistematis untuk
menguasai pendekatan pembelajaran partisipatif. Selain itu, desain asesmen perlu diperluas
untuk mencakup capaian afektif dan psikomotor seperti keterampilan argumentasi, refleksi kritis,
dan kemampuan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif. Integrasi model CELS ke
dalam konteks Indonesia menuntut adaptasi terhadap budaya lokal dan kesiapan sistem
pendidikan nasional, tetapi prinsip utamanya tentang pembelajaran kontekstual dan partisipatif
menjadi acuan penting untuk reformasi Pendidikan Kewarganegaraan yang lebih relevan dengan
tantangan demokrasi abad ke-21.
4.
Ucapan Terima Kasih
Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
penyelesaian artikel ini. Secara khusus, penghargaan disampaikan kepada rekan-rekan peneliti
yang telah berbagi sumber literatur dan ide kritis, serta kepada dosen pembimbing yang
memberikan arahan konstruktif selama proses penulisan. Terima kasih juga kepada institusi
pendidikan dan lembaga yang menyediakan akses data sekunder dan dokumen kurikulum yang
menjadi bahan analisis utama. Semoga kontribusi semua pihak dapat menjadi amal
pengetahuan yang bermanfaat bagi pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan yang lebih
kontekstual dan partisipatif.
5.
Daftar Pustaka
Abdulatif, S., & Dewi, D. A. (2021). Peranan pendidikan kewarganegaraan dalam membina
sikap toleransi antar siswa. Jurnal Pendidikan Dan Pengajaran Guru Sekolah Dasar
(JPPGuseda), 4(2), 103109.
Ahdiyat, M., & Barat, B. K. B. (2021). Pancasila Dari Dan Dalam Ruang Ruang Pembelajaran.
Merdeka Belajar Dan Kemerdekaan Pendidik, 100.
Amanullah, A. S. R., Rachma, Z. S., & Syarifah, S. N. (2023). Penerapan Model Pembelajaran
Berbasis Proyek dalam Kurikulum Merdeka untuk PAUD. ALMURTAJA: Jurnal
Pendidikan Islam Anak Usia Dini, 2(2), 4553.
Atmojo, I. R. W., Adi, F. P., Ardiansyah, R., & Saputri, D. Y. (2024). Pembelajaran
Berdiferensiasi (Dalam Implementasi Kurikulum Merdeka). CV Pajang Putra Wijaya.
Azzahra, N. T., Ali, S. N. L., & Bakar, M. Y. A. (2025). Teori Konstruktivisme Dalam Dunia
Pembelajaran. Jurnal Ilmiah Research Student, 2(2), 6475.
Edi, M. G. P. (2025). FILSAFAT PENDIDIKAN. Filsafat Pendidikan, 99.
Hasnunidah, N., & Juli Wiono, W. (2019). ARGUMENT-DRIVEN INQUIRY, GENDER, DAN
PENGARUHNYA TERHADAP KETERAMPILAN ARGUMENTASI.
Hidayat, O. T. (2022). Pendidikan Multikultural Menuju Masyarakat 5.0. Muhammadiyah
University Press.
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Politik (JPKP)
Vol. 3, No. 1, Juni 2025, page: 95-102
E-ISSN: 3025-9843
101
Fifi Fatmawati et.al (Pengaruh Penggunaan Smartphone Terhadap...)
Iqbal, M. (2014). Konsep Neomodernisme dan Implikasinya dalam Pendidikan Islam: Studi
Paradigmatik Pemikiran Fazlur Rahman. Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim.
Keating, A., Benton, T. O. M., & David, D. A. N. (2012). KEWARGANEGARAAN DI
SEKOLAH. 5772.
Komariah, S., & Wahyuni, S. (n.d.). MERDEKA BELAJAR: Konstruksi Pedagogi Kritis Dalam
Kurikulum Merdeka. UNISMA PRESS.
Lisnawati, A., Furnamasari, Y. F., & Dewi, D. A. (2022). Penerapan pembelajaran
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN untuk meningkatkan minat belajar pada siswa
SD. Edumaspul: Jurnal Pendidikan, 6(1), 652656.
Muin, A., Fakhrudin, A., Makruf, A. D., & Gandi, S. (2022). Pengembangan Kurikulum
Merdeka.
Nanggala, A., & Suryadi, K. (2020). Analisis konsep kampus merdeka dalam perspektif
pendidikan kewarganegaraan. Jurnal Global Citizen: Jurnal Ilmiah Kajian Pendidikan
Kewarganegaraan, 1023.
Nurjanah, E. A., & Mustofa, R. H. (2024). Transformasi pendidikan: Menganalisis pelaksanaan
implementasi kurikulum merdeka pada 3 SMA penggerak di Jawa Tengah. Didaktika:
Jurnal Kependidikan, 13(1), 6986.
Pratama, M. A. (2023). Peran Model Project Based Learning dalam Penerapan Kurikulum
Merdeka. Kajian Pendidikan Dalam Berbagai Aspek, 99.
Risana, F., Hadi, A. I. M., Pratama, A., Rahmah, F., & Syafe’i, I. (2025). Transformasi metode
pembelajaran pendidikan agama Islam: Dari konvensional ke pendekatan student-centered
learning. Pendas: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, 10(01), 619632.
Rohana, C. (2018). Upaya untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa pada Mata Pelajaran
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Pokok Bahasan Kewajiban Hak dan Tanggung
Jawab sebagai Warga Masyarakat dengan menggunakan model pembelajaran Tipe
Question Student Have: Penelitian tindakan kelas terhadap kelas V M. UIN Sunan Gunung
Djati Bandung.
Sahi, Y. (2024). PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN:(Kajian Konseptual, Perbandingan,
dan Relevansinya sebagai Sarana Pendidikan Politik). JURNAL POLAHI, 2(3), 8094.
Salsabila, Y. R., & Muqowim, M. (2024). Korelasi antara teori belajar konstruktivisme lev
vygotsky dengan model pembelajaran problem based learning (pbl). LEARNING: Jurnal
Inovasi Penelitian Pendidikan Dan Pembelajaran, 4(3), 813827.
Samsudin, M., & Kidam, K. (2019). Analisis Terhadap Arah Dan Tujuan Pendidikan Nasional
Pada Rencana Kerja Pemerintah Tahun 20052025. Al Ashriyyah, 5(1), 6782.
Sari, H. T. W., Wiranata, I. H., Hanggara, G. S., & Sasmita, W. (2024). Implementasi Pendidikan
Karakter Melalui Program Kampus Mengajar Angkatan 7 Sebagai Upaya Membumikan
Nilai-Nilai Pancasila. Prosiding SEMDIKJAR (Seminar Nasional Pendidikan Dan
Pembelajaran), 7, 284293.
Sukriyatun, G. (2022). Pendidikan karakter pada kurikulum 2013 dan perkembangannya menuju
profil pelajar Pancasila. Primer Edukasi Journal, 1(2), 2337.
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Politik (JPKP)
Vol. 3, No. 1, Juni 2025, page: 95-102
E-ISSN: 3025-9843
102
Fifi Fatmawati et.al (Pengaruh Penggunaan Smartphone Terhadap...)
Susanti, L., Handriyantini, E., & Hamzah, A. (2023). Guru Kreatif Inovatif Era Merdeka Belajar.
Penerbit Andi.
Talahatu, L., Purwanto, E. J., & Silalahi, S. (2024). Strategi Peningkatan Kualitas Pendidik dan
Tenaga Kependidikan dalam Implementasi Pembelajaran Berbasis Proyek di SMA Negeri
6 Buru. Jurnal Ilmiah Guru Madrasah, 3(2), 6576.
Titaley, D. M., & Situru, D. P. (2024). PENINGKATAN KOMPETENSI GURU DALAM
PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN INOVATIF DI SMP NEGERI 1 NABIRE.
Jurnal Pengabdian Mandiri, 3(12), 12491256.
Wahyuni, S., Hidayat, N., & Hapsari, F. (2025). KURIKULUM PENDIDIKAN DARI
PERSPEKTIF FILOSOFI PROGRESIVISME, HUMANISME DAN
KONTRUKSIVISME: KAJIAN PUSTAKA. Research and Development Journal of
Education, 11(1), 2028.
Wulansari, S. (2023). Pengembangan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila Berbasis Budaya
Islam pada Dimensi Bernalar Kritis untuk Usia 5-6 Tahun di TK Islam Hidayatullah
Semarang. Edu Cendikia: Jurnal Ilmiah Kependidikan, 3(03), 519528.
Yunita, S., Milala, E. B., Siregar, M., Gaol, R. L., & Panjaitan, R. (2025). Analisis Kritis
Pendidikan Kewarganegaraan dalam Kurikulum Indonesia. Indonesian Journal of
Learning Studies (IJLS), 5(2), 6978.
Yusuf, S. A., & Khasanah, U. (2019). Kajian literatur dan teori sosial dalam penelitian. Metode
Penelitian Ekonomi Syariah, 80, 123.