1. Pendahuluan
Pendidikan dalam sudut pandang etnopedagogi merupakan salah satu pendekatan yang
diterapkan dalam pembelajaran (Putra, 2017). Pendekatan yang mengutamakan nilai budaya
kearifan lokal dalam pembelajaran dan merupakan pendekatan yang mengakui keberagaman
budaya serta pengetahuan lokal sebagai sumber daya penting dalam proses pembelajaran
(Gurnadi, Muhyidin, Leksono, & Jamaludin, 2024). Ini berarti erat kaitannya pendidikan
dengan konteks budaya. Pada konteks ini pendidikan tidak hanya didapat dari sekolah namun
juga proses pembudayaan yang bisa dilakukan dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.
Indonesia kaya akan budaya yang meliputi pemahaman berbagai nilai yang harus dipelajari
oleh siswa (Abdullah, 2016). Kekayaan budaya Indonesia mengandung nilai-nilai yang harus
dipelajari oleh siswa. Budaya tersebut berupa bahasa yang berbeda, pakaian adat, makanan
tradisional, dan lagu daerah (Widodo, et al., 2020). Keberagaman tersebut dapat menjadi
sumber pembelajaran dan pengetahuan bagi siswa.
Namun sayangnya seiring perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi saat ini telah
membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam bidang
pendidikan dan budaya (Dewi, Maulana, Nururrahmah, Ahmad, & Naufal, 2023). Salah satu
dampak yang paling terlihat adalah terpinggirkannya tradisi budaya lokal dikalangan generasi
muda, terutama siswa Sekolah Dasar (SD). Siswa usia sekolah saat ini merupakan siswa
generasi Z, yaitu generasi yang lahir pada tahun 2000-an. Generasi ini dicirikan dengan
kecenderungan anak yang tidak dapat dipisahkan dari gawai (Widodo, Suryanti, & Sudibyo,
Isu Sosio-Ilmiah Dalam Gadget: Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Sains Generasi Z
Literasi, 2019). Sehingga pada usia ini anak-anak lebih terpapar budaya populer dan pengaruh
dari luar negeri melalui media sosial, televisi, serta internet, sementara budaya dan tradisi lokal
tidak diperkenalkan dengan baik atau bahkan diabaikan. Kondisi ini menyebabkan siswa SD
banyak yang tidak memahami atau menghargai tradisi budaya yang ada di masyarakat sekitar
siswa.
Tradisi yang ada disekitar siswa dapat menjadi bahan pembelajaran untuk sekolah dasar.
Penelitian yang dilakukan oleh Jenny Eviana & Nuriza Dora mengemukakan bahwa
etnopedagogik etnis Jawa pada tradisi tingkeban terdapat banyak nilai karakter dan nilai sosial
seperti tanggung jawab, kekuatan, jujur, dan religius (Eviana & Dora, 2024). Sedangkan
penelitian Ayu Riyandi mengemukakan bahwa Tradisi Ngarot Desa Lelea, Kecamatan Lelea,
Kabupaten Indramayu dapat diimplementasikan dalam mata pelajaran sosiologi sehingga
siswa di sekolah mampu mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis
terhadap kondisi sosial masyarakat dan siswa mampu hidup berdampingan ditengah
masyarakat yang dinamis (Riyanti, 2018).
Berbeda dengan penelitian ini, salah satu tradisi yang memiliki nilai pendidikan tinggi
adalah Haul Mbah Supondriyo yang merupakan acara peringatan tahunan untuk menghormati
tokoh lokal karena jasanya dalam mendirikan Desa Sepande. Tradisi haul ini bukan hanya
sekadar ritual keagamaan, tetapi juga menjadi ruang edukasi yang sarat akan nilai-nilai etika,
spiritualitas, dan kebersamaan (Rahmatika, 2024). Acara Haul Mbah Supondriyo merupakan
bagian dari kearifan lokal yang mengajarkan nilai-nilai penghormatan kepada leluhur,
solidaritas sosial, dan kebersamaan, yang selaras dengan prinsip-prinsip etnopedagogi.
Kearifan lokal menjadi sangat penting mengingat bahwa proses pembelajaran yang terjadi di
kelas, khusunya pada siswa sekolah dasar sebaiknya dimulai dengan dunia terdekat atau yang
sering dijumpai oleh siswa (Akrom & Istiq'faroh, 2021). Nilai-nilai kearifan lokal akan