1. Pendahuluan
Pendidikan merupakan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan martabat bagi
seluruh umat manusia. Pendidikan yang berkualitas akan mencerminkan masyarakat maju.
Pendidikan juga menjadikan adanya landasan perubahan budaya. Kebiasaan yang ada
dizaman sebelumny aakan berubah sejalan dengan perubahan yang diperoleh dari proses
pendidikan (Istiq’Faroh, 2020). Salah satu kebiasaan zaman dulu yang dilakukan beberapa
orang maupun komunitas yang dapat meningkatkan martabat masyarakat, maka kebiasaan
tersebut akan menjadi kearifan lokal suatu masyarakat. Kearifan lokal adalah pandangan hidup
dan ilmu pengetahuan, serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang
dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan
kebutuhan mereka (Widodo, Sudibyo,, Suryanti, & Sari, 2020). Secara etimologi, kearifan
lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata, yakni kearifan (wisdom) dan lokal (local). Sebutan
lain untuk kearifan lokal di antaranya adalah kebijakan setempat (local wisdom), pengetahuan
setempat (local knowledge) dan kecerdasan setempat (local genious) (Shufa, N. ). Kearifan
lokal dipandang sangat bernilai dan mempunyai manfaat tersendiri dalam kehidupan
masyarakat (Yermiandhoko, 2021). Dengan kata lain, kearifan lokal tersebut kemudian
menjadi bagian dari cara hidup mereka yang arif untuk memecahkan segala permasalahan
hidup yang dihadapi.
Krupuk pasir merupakan salah satu camilan tradisional yang banyak digemari di
Indonesia. Dengan tekstur renyah dan rasa yang khas, krupuk ini tidak hanya menjadi
pelengkap hidangan, tetapi juga menjadi bagian dari budaya kuliner masyarakat (Wachyuni, S.
S. , 2023). Terbuat dari bahan dasar tepung tapioka dan campuran bumbu yang sederhana,
krupuk pasir memiliki keunikan tersendiri yang membedakannya dari jenis krupuk lainnya. Di
tengah maraknya makanan modern, keberadaan krupuk pasir tetap bertahan dan bahkan
semakin diminati, baik sebagai camilan sehari-hari maupun sebagai oleh-oleh khas dari daerah
tertentu. Krupuk pasir, meski sering dianggap sebagai camilan sederhana, memiliki sejarah
yang kaya dan merupakan bagian integral dari budaya kuliner Indonesia (Herlina & Rizani,
2013). Dalam konteks masyarakat yang beragam, krupuk pasir tidak hanya sekadar makanan,
tetapi juga melambangkan kearifan lokal dan tradisi yang telah diwariskan dari generasi ke
generasi. Sebagai produk olahan yang mudah ditemukan di berbagai daerah, krupuk pasir dapat
memberikan gambaran tentang kebiasaan dan preferensi makan masyarakat setempat (Syahrial,
2022).
Proses pembuatan krupuk pasir yang khas, yang melibatkan teknik tradisional dan
penggunaan bahan-bahan alami, menjadikannya unik dibandingkan dengan camilan modern
yang sering menggunakan bahan pengawet dan zat aditif. Selain itu, krupuk pasir juga sering
dijadikan sebagai teman hidangan utama, memperkaya cita rasa masakan (Luthfiyana,, et al.,
2024). Dalam beberapa tahun terakhir, minat terhadap makanan tradisional kembali meningkat,
didorong oleh kesadaran akan pentingnya mengonsumsi produk lokal yang lebih sehat dan
alami (Wibowo,, 2020). Meskipun popularitasnya terus bertahan, industri krupuk pasir
menghadapi berbagai tantangan, mulai dari persaingan dengan camilan modern hingga
pergeseran selera konsumen. Oleh karena itu, penting untuk memahami lebih dalam tentang
krupuk pasir, baik dari segi produksi, nilai gizi, maupun dampaknya terhadap perekonomian
lokal.
Artikel ini bertujuan untuk mengulas lebih dalam tentang asal-usul krupuk pasir, proses
pembuatannya, serta popularitasnya di kalangan masyarakat (Harmayani,, Santoso,, &
Gardjito, 2019). Selain itu, kita juga akan mengeksplorasi nilai gizi dan dampak sosial-
ekonomi dari industri krupuk pasir, yang dapat memberikan gambaran lebih komprehensif
tentang perannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, diharapkan pembaca dapat
lebih menghargai krupuk pasir bukan hanya sebagai camilan, tetapi juga sebagai warisan
kuliner yang kaya makna (Setiawan, 2012).